Respons Wamenag Romo Syafi'i Soal Viralnya Gus Elham: Tidak Pantas!

1 day ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Penceramah Elham Yahya Luqman alias Gus Elham viral atas aksi mencium anak perempuan di depan umum. Terkait kejadian ini, Wakil Menteri Agama RI, Romo Muhammad Syafi'i, memberikan respons setelah awak media melontarkan tanya soal kasus ini.

"Kita sepakat dengan publik, bahwa itu tidak pantas!," kata Syafi'i di Gedung Parlemen DPR/MPR RI, Senayan pada Selasa, 18 November 2025.

Dia menjelaskan bahwa Kemenag telah memiliki pedoman tegas mengenai lingkungan ramah anak di madrasah dan pesantren melalui Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam.

"Tadi juga ada disimpulkan (dalam rapat), ada surat keputusan dari Dirjen Pendis tentang madrasah dan pesantren ramah anak yang intinya agar anak-anak madrasah, anak-anak pesantren mendapatkan pemenuhan haknya sebagai peserta didik dan jauh dari tindak kekerasan yang tidak seharusnya mereka terima.”

“Tentu saja kasus-kasus itu mungkin tetap ada ya, tapi kita tadi sepakat agar ke depan pengawasannya lebih ditingkatkan agar peristiwa itu bisa dihindari," kata Syafi'i.

Menanggapi pertanyaan mengenai kemungkinan pemanggilan atau penelusuran terhadap pihak terkait, Syafi'i menegaskan bahwa pengawasan dan penertiban merupakan bagian dari langkah Kemenag untuk memastikan keteladanan dalam ruang publik keagamaan.

“Tadi kan sudah kita sampaikan, pengawasan itu termasuk itu, supaya tidak terulang. Bahkan terhadap yang bersangkutan memang harus ada upaya mengembalikan kepada posisinya, jika tidak mengulangi perbuatan-perbuatannya,” katanya.

Pendakwah muda asal Kediri, Muhammad Elham Yahya Al Maliki atau Gus Elham, menjadi sorotan usai video dirinya mencium seorang anak viral di media sosial. Pengasuh Majelis Taklim Ibadallah itu kemudian menyampaikan permintaan maaf atas tindakannya yang dinilai tidak pantas. Gus Elham mengakui per...

Pelanggaran Prinsip Perlindungan Anak

Kasus Gus Elham juga mendapat perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

KPAI dalam keterangannya menegaskan bahwa setiap tindakan yang melampaui batas interaksi dengan anak di ruang publik merupakan pelanggaran prinsip perlindungan anak.

"Hal ini disampaikan menyusul kasus yang melibatkan pendakwah EY, yang menjadi perhatian publik setelah muncul video viral menunjukkan interaksi yang dianggap berlebihan terhadap anak-anak di atas panggung," kata Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, mengutip keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 17 November 2025.

Kasus EY menjadi sorotan setelah potongan video menunjukkan interaksi berlebihan terhadap anak-anak perempuan di atas panggung, mulai dari mencium, memeluk, hingga menggigit pipi (kokop).

Dalam video tersebut juga terdengar ucapan yang dinilai tidak pantas seperti, 'Mau dicium nggak? Kamu kok nolak? Tidak semua bisa lho. Dicium Gus, senang nggak?'.

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai tindakan tersebut tidak mencerminkan akhlakul karimah dan bertentangan dengan ajaran Islam.

PBNU menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi pelecehan atau penyalahgunaan otoritas dalam kegiatan dakwah.

9 Tindak Pidana Kekerasan Seksual

KPAI menilai tindakan tersebut menyerang harkat dan martabat anak sebagai individu yang memiliki hak asasi.

Selain itu, tindakan ini telah melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia serta prinsip-prinsip hak anak. Berikut aturan hukum terkait:

Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, Pasal 28 b ayat (2) yang mengatakan bahwa negara mengakui hak anak untuk bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menegaskan di Pasal 4 bahwa setiap anak memiliki hak untuk dapat hidup, tumbuh, dan berkembang dan mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan, termasuk pelecehan seksual.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU PA), tindakan ini berpotensi dijerat dengan Pasal 76E yang melarang setiap orang melakukan kekerasan, memaksa, atau melakukan perbuatan cabul (indecent act) terhadap anak. KPAI perlu mengadvokasi agar penafsiran "perbuatan cabul" diperluas mencakup tindakan yang melanggar batasan sosial dan hukum, terlepas dari klaim niat baik.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Menurut Pasal 4 ayat (1) UU TPKS, Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas 9 (sembilan) jenis perbuatan yakni:

  1. Pelecehan Seksual Nonfisik
  2. Pelecehan Seksual Fisik
  3. Pemaksaan Kontrasepsi
  4. Pemaksaan Sterilisasi
  5. Pemaksaan Perkawinan
  6. Penyiksaan Seksual
  7. Eksploitasi Seksual
  8. Perbudakan Seksual
  9. Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik.

Bagian Tubuh Anak yang Tak Boleh Dipegang Sembarangan

Dalam keterangan lain, Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mengingatkan kembali bagian-bagian tubuh anak yang tak boleh dipegang sembarangan.

"Meskipun sebagian pihak menilai tindakan tersebut sebagai bentuk kasih sayang, KPAI menilai bahwa perilaku demikian tidak pantas dilakukan, melanggar norma sosial, norma agama, dan prinsip perlindungan anak," kata Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono kepada Health Liputan6.com lewat keterangan tertulis pada Senin, 17 November 2025.

KPAI juga mengingatkan bahwa tindakan tersebut dapat masuk ranah pelanggaran hukum sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Sebagai pedoman, KPAI menegaskan bagian tubuh anak yang tidak boleh disentuh orang lain (kecuali orangtua untuk alasan perawatan, kesehatan, atau keamanan yang sah), yaitu:

  • Bagian tubuh yang tertutup pakaian dalam (dada, pantat, alat kelamin)
  • Bibir dan area wajah secara dekat tanpa izin anak
  • Sentuhan di bagian tubuh lain (misalnya pundak, punggung, tangan) harus mempertimbangkan konteks, hubungan, dan izin anak.
Read Entire Article
Helath | Pilkada |