Viral Gus Elham Cium Bocah Saat Pengajian, KPAI Ungkap Bagian Tubuh Anak yang Tak Boleh Disentuh

3 days ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, nama Gus Elham kembali viral usai aksinya yang kerap cium anak perempuan di depan umum menuai sorotan. KPAI pun angkat suara dan menyampaikan keprihatinan atas perilaku penceramah asal Kediri, Jawa Timur tersebut.

"Meskipun sebagian pihak menilai tindakan tersebut sebagai bentuk kasih sayang, KPAI menilai bahwa perilaku demikian tidak pantas dilakukan, melanggar norma sosial, norma agama, dan prinsip perlindungan anak," kata Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono kepada Health Liputan6.com lewat keterangan tertulis pada Senin, 17 November 2025.

KPAI juga mengingatkan bahwa tindakan tersebut dapat masuk ranah pelanggaran hukum sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Sebagai pedoman, KPAI menegaskan bagian tubuh anak yang tidak boleh disentuh orang lain (kecuali orangtua untuk alasan perawatan, kesehatan, atau keamanan yang sah), yaitu:

  • Bagian tubuh yang tertutup pakaian dalam (dada, pantat, alat kelamin)
  • Bibir dan area wajah secara dekat tanpa izin anak
  • Sentuhan di bagian tubuh lain (misalnya pundak, punggung, tangan) harus mempertimbangkan konteks, hubungan, dan izin anak.

Agama Ajarkan Penghormatan Martabat Anak

Dari sisi norma agama, setiap agama mengajarkan penghormatan terhadap martabat anak dan penjagaan kehormatan (iffah) baik laki-laki maupun perempuan.

Islam, misalnya, mengatur adab menyentuh atau mencium anak dengan batasan yang jelas, tanpa menimbulkan syubhat (keraguan moral) atau rangsangan yang bersifat seksual.

Dari perspektif norma sosial dan etika publik, tindakan mencium anak di depan umum, apalagi disertai sorotan media, dapat memberi contoh yang keliru dan mengaburkan batas antara kasih sayang dan pelanggaran privasi tubuh anak.

KPAI menilai bahwa tindakan tersebut, meskipun mungkin dilakukan tanpa niat jahat, dapat mengarah pada kekerasan seksual non-fisik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a UU TPKS, yaitu perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan, atau menyerang tubuh, kehormatan, serta martabat anak.

Picu Kebingungan Identitas Batas Tubuh Anak

Selain itu, lanjut Aris, tindakan tersebut berpotensi menimbulkan trauma atau kebingungan identitas batas tubuh anak, khususnya pada anak perempuan yang sedang tumbuh dan belajar tentang harga diri, rasa aman, dan kontrol terhadap tubuhnya sendiri.

KPAI mengingatkan bahwa setiap anak berhak atas rasa aman atas tubuhnya sendiri, dan setiap bentuk tindakan fisik harus selalu didasarkan pada persetujuan anak serta kepatutan norma sosial dan agama.

Kepada publik dan tokoh agama agar berhati-hati dalam menunjukkan ekspresi kasih sayang kepada anak di ruang publik, dengan memerhatikan batas etika, norma agama, dan hukum.

Berdasarkan Telaah Hukum dan Norma, Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan:

"Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul."

Lebih lanjut, dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengatur bahwa:

"Setiap bentuk tindakan fisik atau non-fisik yang bersifat seksual dan tanpa persetujuan korban, termasuk menyentuh, mencium, atau meraba bagian tubuh anak yang memiliki konotasi seksual, merupakan tindak pidana kekerasan seksual."

Rekomendasi KPAI Soal Kasus Gus Elham

Berdasarkan telaah tersebut, KPAI merekomendasikan Kepada aparat penegak hukum bersama Kementerian Agama, dan Majelis Ulama Indonesia, agar dilakukan klarifikasi dan asesmen perlindungan anak untuk memastikan ada atau tidak ada pelanggaran hukum dan menjamin keamanan psikologis anak yang bersangkutan.

Untuk mencegah terjadinya hal serupa, KPAI mendorong kepada lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan, untuk melakukan edukasi perlindungan tubuh dan privasi anak (body safety education) sebagai bagian dari kurikulum karakter dan pendidikan agama.

Kepada orangtua dan masyarakat, diharapkan aktif mendampingi anak memahami batas tubuh (body boundaries) agar anak mampu berkata tidak bila merasa tidak nyaman disentuh atau dicium oleh orang lain.

"Kepada media massa dan warganet, diimbau tidak menyebarkan ulang video atau gambar anak, karena melanggar hak privasi dan dapat memperburuk dampak psikologis anak."

KPAI menegaskan bahwa perlindungan anak tidak mengenal siapa pelaku atau status sosialnya. Setiap tindakan yang berpotensi melanggar martabat anak harus dinilai secara hati-hati berdasarkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interest of the child).

"KPAI mengajak seluruh tokoh agama, masyarakat, dan media untuk bersama-sama membangun budaya penghormatan terhadap tubuh dan martabat anak, sebagai bagian dari ikhtiar nasional mencegah kekerasan seksual dan pelecehan terhadap anak di segala lini kehidupan," pungkas Aris.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |