Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) sebagai obat obesitas seperti rekomendasi baru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan dikaji terlebih dahulu oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI).
Hal ini disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.
“Iya sekarang WHO sudah rekomendasikan obat kan untuk penanganan obesitas, itu akan dikaji dulu. Jadi standar penanganan obesitas, termasuk tatalaksana pengobatannya,” kata Nadia melalui pesan singkat, Jumat (5/12/2025).
Dia menambahkan, pihaknya tengah meng-update Pedoman Nasional Praktek Klinis (PNPK) untuk obesitas. Pasalnya, dari haris Cek Kesehatan Gratis (CKG), obesitas termasuk 5 masalah kesehatan besar di kelompok dewasa dan lanjut usia (Lansia).
“Saat ini kita sedang meng-update PNPK untuk obesitas, karena dari hasil CKG, obesitas termasuk masalah kesehatan yang termasuk 5 besar pada kelompok dewasa dan lansia,” ujar Nadia.
Pengkajian GLP-1 untuk jadi standar penanganan obesitas juga tengah dikaji, termasuk soal tata laksananya. Pasalnya, selama ini obat tersebut digunakan untuk pasien obesitas dengan gejala penyakit lain seperti gangguan jantung.
“Selama ini penggunaan obat (GLP-1) pada mereka yang obesitas dengan gejala penyakit lain seperti sudah ada gangguan jantung dan sulit mobilisasi,” jelasnya.
Himpun Masukan dari Para Ahli
Nadia menambahkan, penggunaan GLP-1 sebagai terapi obesitas di Indonesia juga akan dibicarakan dulu dengan para ahli untuk menghimpun masukan.
“Nah, nanti kita bicarakan juga masukan dari para ahli tentang penggunaan obat pada penderita obesitas.”
Lantas, apakah ke depannya terapi GLP-1 untuk obesitas ini akan ditanggung BPJS Kesehatan?
“Untuk indikasi masuk BPJS tentu akan dikaji dulu, biasanya dilakukan HTA (Health Technology Assessment/ Penilaian Teknologi Kesehatan) dulu dan availabilitas obat di Indonesia.
Terapi GLP-1 untuk Obesitas Menurut Rekomendasi Baru WHO
Sebelumnya, untuk mengatasi tantangan kesehatan global yang semakin meningkat akibat obesitas, yang memengaruhi lebih dari 1 miliar orang, WHO merilis pedoman pertamanya tentang penggunaan terapi GLP-1 untuk mengobati obesitas sebagai penyakit kronis dan kambuhan.
Obesitas memengaruhi orang di setiap negara dan dikaitkan dengan 3,7 juta kematian di seluruh dunia pada 2024. Tanpa tindakan tegas, jumlah pasien obesitas diproyeksikan akan berlipat ganda pada 2030.
Pada September 2025, WHO menambahkan terapi GLP-1 ke dalam Daftar Obat Esensial untuk mengelola diabetes tipe 2 pada kelompok berisiko tinggi. Dengan pedoman baru ini, WHO mengeluarkan rekomendasi bersyarat untuk penggunaan terapi ini guna mendukung pasien obesitas dalam mengatasi tantangan kesehatan serius ini. Obat ini digunakan sebagai bagian dari pendekatan komprehensif yang mencakup pola makan sehat, aktivitas fisik teratur, dan dukungan dari tenaga kesehatan profesional.
"Obesitas merupakan tantangan kesehatan global utama, WHO berkomitmen untuk atasi dengan mendukung negara-negara dan masyarakat di seluruh dunia untuk mengendalikannya secara efektif dan adil,” ujar Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, mengutip laman resmi WHO.
“Panduan baru kami mengakui bahwa obesitas adalah penyakit kronis yang dapat diobati dengan perawatan komprehensif dan seumur hidup. Meskipun pengobatan saja tidak akan menyelesaikan krisis kesehatan global ini, terapi GLP-1 dapat membantu jutaan orang mengatasi obesitas dan mengurangi dampak buruknya," ujarnya.
Fungsi GLP-1 Menurut Wamenkes Dante
Dalam kesempatan lain, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono memberi tanggapan soal GLP-1.
Menurutnya, jenis obat ini sudah ada di Indonesia, sudah digunakan, dan sedang masuk ke tahap penelitian berikutnya.
“GLP-1 sudah ada di Indonesia, udah digunakan, sekarang sudah masuk ke stage berikutnya. GLP-1 ini adalah obat yang digunakan selain untuk menurunkan gula darah juga untuk menurunkan berat badan,” kata Dante kepada Health Liputan6.com usai membuka Hai Fest 2025 di Jakarta, Senin (8/12/2025).
Dante menambahkan, GLP-1 juga mempunyai efek untuk mengurangi risiko kardiovaskular.
“(GLP-1) juga mempunyai efek ke kardiovaskular, mereduksi atau mengurangi kelainan jantung yang mungkin bakal terjadi pada penderita diabetes di masa yang akan datang,” tambahnya.

:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5438205/original/064315100_1765274953-yuli_rsppu.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3288420/original/017717800_1604586187-sick-asian-young-woman-sneezing-into-tissue-paper-while-covered-with-blanket-sitting-sofa-living-room_34755-393.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5438098/original/043297500_1765272270-yuli.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5436370/original/097242900_1765169457-dante_GLP-1.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5437280/original/000634000_1765247102-ear.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4616265/original/056461300_1697694747-flat-lay-cup-herbal-tea-with-plants.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5428146/original/092095300_1764480695-5.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4058189/original/035152900_1655706364-Dinas_KPKP_Gelar_Sterilisasi_Kucing_dan_Vaksinasi_Rabies_Gratis-merdeka-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5435739/original/036831200_1765093415-20251206_111110.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5436656/original/046472300_1765181872-pic_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5054682/original/077394700_1734418042-400.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5405644/original/021618400_1762491987-women-s-health-women-s-healthcare-concept-with-uterus.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5084452/original/033272000_1736326442-image.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4978703/original/073338100_1729761195-fotor-ai-20241024155721.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5292498/original/058229100_1753256778-ioSOwjt7TTqFZDZXYxVCkVbFVn7jTke0ELe2gV7N.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2377774/original/009378100_1538998229-Kepala_WHO_AFP.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5436537/original/024780900_1765178246-sumar.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5436529/original/035596200_1765177082-starlink.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5436484/original/055673400_1765175548-dante_dokter_magang.jpeg)











:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5342972/original/013803200_1757405019-listya.jpg)









:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5344870/original/016126900_1757495648-aman.jpg)







:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5360701/original/072243700_1758720836-20250924_120820.jpg)