Sulap Gurita Jadi Kerupuk, Perempuan Aceh Ini Tetap Perhatikan Keberlanjutan

Liputan6.com, Banda Aceh Orang Aceh kurang suka makan gurita. Begitu kata Afrita Ida Utami, pendiri kelompok usaha Makpulo di Desa Lambhuk, Kecamatan Ulee Kareng. Padahal, jumlah gurita di Aceh terbilang melimpah.

“Di Aceh ini banyak gurita, tapi orang Aceh itu kurang suka gurita. Karena geli, ribet untuk ngolahnya. Sehingga, ada ide bagaimana ya untuk kita olah gurita ini menjadi sesuatu yang unik, yang cepat saji, yang mudah, nggak ribet. Makanya, lahirlah kerupuk gurita ini dan kita tetapkan tanggal untuk lahirnya Makpulo ini pada 1 Maret 2024,” kata Afrita kepada Health Liputan6.com saat ditemui di rumah produksi kerupuk gurita di Banda Aceh, Minggu (26/10/2025).

Koordinator Program Pemberdayaan Kerupuk Gurita itu pun menjelaskan cara mengolah gurita dari awal hingga siap santap sebagai kerupuk.

Menurutnya, langkah pertama adalah memilih gurita. Ia tak mau sembarangan menerima gurita dari nelayan dan pengepul. Ukurannya tak boleh terlalu kecil, tidak pula terlalu besar. Pasalnya, ia amat memerhatikan keberlanjutan.

“Karena kita ini harus sustainable (berkelanjutan) ya, jadinya gurita yang kita pilih itu nggak ngasal, nggak kecil, nggak terlalu besar, tapi ada size-nya. Nah, kalau nelayan sudah tahu itu size 4 sampai 5. Nah, itu baru kita mau terima,” ujarnya.

Usai seleksi gurita, langkah selanjutnya adalah membersihkan. Setelah bersih, maka masuk proses penggilingan dengan bantuan mesin.

“Setelah digiling, lalu kita jadikan adonan dengan mencampur beberapa bahan dengan mesin pengadon. Lalu kita cetak, setelah kita cetak, kita keringkan sebentar, lalu kita potong-potong. Kita potong-potong sesuai yang dibutuhkan, lalu dikeringkan,” jelasnya.

Waktu pengeringan tergantung pada cuaca. Jika cerah maka penjemuran antara dua hingga tiga hari. Namun, jika cuaca kurang mendukung, maka proses pengeringan bisa sampai satu minggu.

Jika sudah kering, maka kerupuk dapat digoreng. Proses penirisan minyaknya sudah menggunakan mesin yang disebut spinner sehingga kadar minyaknya berkurang.

“Setelah digoreng, kita packing (bungkus). Kemudian langsung kita distribusi ke toko-toko,” katanya.

Lantas apa yang membedakan kerupuk gurita ini dengan produk lainnya?

“Yang membedakan kerupuk gurita ini dengan kerupuk yang lain, yang pertama itu memang kita satu-satunya di Aceh kerupuk gurita. Yang terbuat dari gurita asli tanpa perasa apapun ya. Termasuk perasa gurita karena memang tidak ada rasa gurita. Dan di sini juga kita nggak pakai obat pengembang. Kita nggak ada dan nggak ada micin-micinnya gitu,” katanya.

Lulusan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar (UTU) Aceh itu juga menyebutkan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kerupuk gurita.

“Bahan-bahannya itu ada gurita, tepung, terus pastinya seasoningnya ya. Ada gula sedikit, garam, dan bahan-bahan yang lain. Tapi nggak ada yang untuk perasa atau kaldu jamur dan sebagainya itu nggak ada.”

Lantas, apakah kerupuk gurita ini bisa disebut kudapan sehat?

“Kalau versi kita, dengan proses tidak hanya dari bahan yang kita gunakan, yang kita seleksi juga, dengan prosesnya kita semaksimal mungkin untuk higienis ya. Itu dari kita bisa bilang sehat. Namun, kita nggak boleh klaim sebelum kita masuk ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).”

“Namun sudah bisa dibilang ini higienis dan siap edar karena kita sudah ada (sertifikasi) halal dan PIRT (Produksi Pangan Industri Rumah Tangga). Untuk BPOM-nya kan lebih ke gizi, dan itu kita dalam proses,” ucapnya sambil berharap proses pengurusan izin BPOM dapat rampung tahun ini.

Upaya Afrita mengolah sumber pangan melimpah yang kurang diminati menjadi sesuatu bernilai jual membuahkan hasil baik. Sejak aktif mengolah gurita pada 2024 awal, kini produknya mulai banyak peminat.

Melalui usaha ini, ia ingin memberdayakan perempuan dan nelayan. Ada empat karyawan perempuan yang diberdayakan dalam kelompok usaha ini. Sementara, para nelayan dapat menjual hasil tangkapannya ke Afrita dengan harga yang sesuai sehingga menguntungkan kedua belah pihak.

Kiprah Afrita tak lepas dari dukungan Dompet Dhuafa. Ia disokong dari sisi edukasi hingga mesin-mesin dan peralatan produksi.

“Jadi Dompet Dhuafa hadir di Grup Gurita ini dari 2023, dari awal kita coba pemberdayaan terkait gurita, di mana gurita itu kita jadikan tumis gurita. Namun, setelah riset yang panjang jadi ada perubahan, menjadi kerupuk gurita,” kata Manajer Program Dompet Dhuafa Aceh, Mulya dalam kesempatan yang sama.

Pada akhir 2023, pemberdayaan kerupuk gurita mulai diriset dan di awal 2024 mulai produksi. Dan dukungan pun diberikan pihak Mulya termasuk dari segi alat-alat.

“Alat pemotong, kukusan, kompor, dan lain sebagainya sehingga Alhamdulillah dari awalnya manual sekarang sudah pakai mesin,” tambah Mulya.

Dalam kesempatan itu, hadir pula relawan alias volunteer Dompet Dhuafa, Ainindya Saskhita yang turut mencicipi kerupuk gurita produksi Makpulo.

“Aku tidak merasakan ada micin atau apapun, itu orisinil dari guritanya, karena gurita itu kan rasa aslinya gurih ya, jadi itu benar-benar gurih dari guritanya,” kata perempuan yang akrab disapa Anin.

“Dan ini cocok banget buat anak-anak, buat camilan, buat makan dan sebagainya itu enak banget,” tambahnya.