Gelombang Baru COVID-19 di Indonesia, Bagaimana Langkah Penanganannya?

1 day ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Lonjakan kasus COVID-19 di Asia, khususnya di sejumlah negara seperti Thailand, Singapura, Hong Kong dan India menjadi perhatian publik di Tanah Air. Indonesia juga tercatat mengalami peningkatan kasus COVID-19 sepanjang 2025, meskipun dalam skala yang masih terkendali.

Adanya kenaikan kasus COVID-19 diakui Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin selepas bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, 3 Juni 2025.

"Itu mengenai COVID, beliau tanya seperti apa. Saya sampaikan bahwa COVID itu memang terjadi kenaikan," ungkap Menkes Budi.

Budi menjelaskan, kenaikan kasus COIVD-19 di Tanah Air berasal dari virus yang tidak mematikan bila terinfeksi. "Kenaikan ini adalah varian-varian yang relatif tidak mematikan."

"Jadi, enggak usah terlalu dikhawatirkan supaya masyarakat tidak panik," ujar Budi.

Sepanjang tahun 2025, Kemenkes telah memeriksa 2.160 specimen dan 72 di antaranya terkonfirmasi positif COVID-19.

Diketahui, pada minggu ke-22 tahun 2025, 25-31 Mei, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat tujuh kasus COVID-19. Berdasarkan data resmi Infeksi Emerging Kemenkes RI, diketahui satu kasus telah dinyatakan sembuh dari infeksi SARS-CoV-2.

Ketujuh kasus COVID-19 yang terdeteksi oleh Kemenkes tersebut kini telah dinyatakan sembuh. Juru bicara Kemenkes Widyawati bahkan menyebut, tidak ada kematian dari kasus COVID-19 terkini di Indonesia.

"Itu (tujuh pasien positif COVID-19) data minggu lalu. Semuanya sudah sembuh. Varian ini tidak menimbulkan keparahan dan kematian," ujar Widyawati di Jakarta, Selasa (3/6), dilansir ANTARA.

Kenaikan Kasus di Negara Tetangga Jadi Alarm

Peningkatan kasus COVID-19 di negara tetangga seperti Thailand, Hong Kong dan Singapura pun mendapat perhatian sejumlha pihak. Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan, kasus COVID-19 yang merangkak naik di negara-negara tersebut bisa saja terjadi di Indonesia.

Menurutnya kenaikan kasus COVID-19 di sejumlah negara di Asia akibat subvarian terbaru Omicron bisa menjadi pola yang perlu diwaspadai.

"Nah, melihat pola ini, Indonesia tentu bepotensi mengalami peninbgkatan kasus serupa karena lalu lintas perjalanan internasional yang tinggi di ASEAN, kemudian keluar ASEAN dari Indonesia," jelasnya pada Health Liputan6.com, Kamis (5/6).

Ketika pandemi mereda, kata Dicky, Indonesia mulai ketergantungan pada pelaporan mandiri, sementara tes dan surveilans sudah melemah dibanding saat masa pandemi.

Di sisi lain, kepatuhan terhadap protokol kesehatan telah menurun drastis terutama di ruang publik yang padat.

“Artinya, kita tidak boleh menganggap remeh tapi juga tidak usah dan tidak perlu panik. Meskipun angka resmi saat ini rendah tapi ya sebetulnya kalau kasus infeksi bisa banyak. Tapi kan mayoritas tidak bergejala, kalaupun bergejala, sangat ringan,” jelasnya.

Ini adalah pola kenaikan kasus COVID-19 yang juga terjadi di negara-negara lain termasuk di kawasan ASEAN.

Kewaspadaan mengenai COVID-19 juga disampaikan pakar pulmonolgi sekaligus Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama, terlebih setelah adanya satu sekolah di Thailand yang kemudian memberlakukan pembelajaran jarak jauh karena wilayahnya terjangkit COVID-19.

"Peningkatan kasus COVID-19 di beberapa negara tetangga perlu kita amati dengan cermat. Tidak perlu panik, tetapi jelas harus waspada. Tidak bisa diabaikan begitu saja," ujar Prof Tjandra, yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Bahkan Tjandra mencermati COVID-19 tidak hanya meningkat di Asia, melainkan juga di Australia. Tjandra mengatakan, negeri kanguru itu tengah mencermati subvarian NB1.1.8.1, khususnya menjelang periode musim dingin.

"Australia kini mengantisipasi COVID-19 dalam memasuki musim dingin. Akhir pekan lalu saya sudah cukup kedinginan dengan suhu di bawah 15 derajat Celsius."

Risiko di Masyarakat Bisa Lebih Tinggi dari Kasus yang Tercatat

Mengenai kenaikan kasus COVID-19 di Tanah Air, Dicky menyebut, angka resmi bukan satu-satunya indikator. Tes yang sangat menurun membuat kasus COVID-19 yang tidak bergejala atau ringan tidak akan tercatat.

“Karena gejalanya mirip flu biasa, membuat masyarakat tidak melakukan tes COVID sehingga underreporting-nya juga tinggi. Hal lain juga karena surveilance genomic-nya terbatas, jadi varian baru mungkin sudah menyebar tanpa terdeteksi luas,” jelas Dicky.

Di sisi lain, jika ada peningkatan kasus masalah pernapasan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan, Dicky mengatakan bahwa itu bisa saja mencakup COVID-19.

“Di beberapa fasilitas kesehatan, misalnya ada lonjakan kasus ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) atau flu like syndrome, ini yang bisa jadi mencakup kasus COVID yang tidak teridentifikasi.”

“Jadi, respon saya, meskipun data Kemenkes menunjukkan kasus yang masih relatif rendah tapi risiko di masyarakat bisa lebih tinggi terutama di daerah padat dan di saat momen mobilitas tinggi seperti Idul Adha,” jelas Dicky.

Bagi kelompok usia muda, situasi ini tidak terlalu mengkhawatirkan, tapi yang perlu mendapat perlindungan ekstra adalah kelompok rentan seperti bayi dan lanjut usia (lansia), pungkasnya.

Antisipasi Saat Nonton Pertandingan Bola

Di tengah kabar peningkatan kasus COVID-19, Indonesia setidaknya menghadapi dua perhelatan besar yang melibatkan pertemuan banyak orang. Dua  perhelatan besar itu yakni gelaran pertandingan Timnas Indonesia vs China pada Kamis (5/6) petang dan Idul Adha 1446 Hijriah yang jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025. 

Sebagai antisipasi, Dicky membagikan cara pencegahan penularan COVID-19 ketika masyarakat berbondong-bondong menonton pertandingan sepakbola Indonesia vs China.

"Ada gelaran bola, Timnas Indonesia lawan China. Sebetulnya tidak masalah acara itu, hanya kita tidak tahu orang-orang mengidap masalah pernapasan apa, bukan hanya COVID atau influenza tapi TB (tuberkulosis) juga," kata Dicky.

"Jadi, kalau padat seperti itu, ya pakailah masker," tambah Dicky.

Menuju ke stadion, tak sedikit masyarakat yang menggunakan transportasi umum. Masyarakat diingatkan kembali untuk waspada penularan penyakit di tempat-tempat ramai dengan ventilasi buruk.

"Apalagi di transportasi umum, walaupun sulit menghindari kerumunan, kalau bisa ya hindari saja dulu, tunggu sampai agak lebih longgar,” ucapnya.

Di samping itu, kebiasaan membawa hand sanitizer juga menjadi hal yang sangat penting.

"Kebiasaan membawa hand sanitizer, mencuci tangan, itu sangat penting. Karena kan banyak fasilitas umum yang kita pegang," ujarnya.

Sementara, jika tubuh sedang dalam keadaan tidak fit, maka Dicky menyarankan untuk istirahat dan tidak memaksakan untuk pergi ke stadion.

"Kalau demam, batuk, pilek, atau enggak enak badan ya jangan paksakan hadir ke stadion, nonton aja di rumah. Stadion itu ramai, banyak yang bersorak segala macam, jadi kalau memang berisiko tinggi dan sedang sakit ya udah istirahat aja di rumah," kata Dicky.

Sementara itu, lima langkah antisipatif juga dibagikan Prof Tjandra dalam menyikapi kenaikan kasus COVID-19. 

Pertama, pemerintah harus meningkatkan surveilans epidemiologik dan genomik untuk mendeteksi jumlah kasus, kematian, serta varian yang beredar. 

"Kedua, vaksinasi tetap penting, terutama bagi kelompok berisiko tinggi. Idealnya satu tahun setelah vaksinasi terakhir," katanya.

Ketiga, dia mendorong adanya pemantauan intensif terhadap tren COVID-19 di negara tetangga, termasuk memperkuat kerja sama dengan ASEAN dan WHO. ACPHEED (ASEAN Center for Public Health Emergencies and Emerging Diseases) juga didorong untuk berperan lebih aktif. 

Keempat, masyarakat diimbau tidak lengah karena COVID-19 masih ada di sekitar kita.

Kelima, menjaga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah modal utama menghadapi lonjakan kasus, baik COVID-19 maupun penyakit lainnya. 

"Jangan panik, tapi kita harus tetap waspada. Lonjakan kasus di negara tetangga jelas tidak bisa diabaikan begitu saja," tegas Prof Tjandra. 

Kemenkes Terbitkan SE dan Siapkan Faskes

Menghadapi lonjakan kasus di sejumlah negara Asia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengambil langkah cepat dan terukur untuk mengantisipasi potensi lonjakan kasus di dalam negeri.

Melalui Surat Edaran (SE) Nomor SR.03.01/C/1422/2025 yang diterbitkan pada 23 Mei 2025, Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Murti Utami, menegaskan perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap kasus COVID-19, terutama di pintu-pintu masuk negara dan fasilitas kesehatan.

"Memasuki minggu ke-12 tahun 2025 sampai dengan saat ini, COVID-19 menunjukkan peningkatan di beberapa negara di kawasan Asia, yaitu Thailand, Hongkong, Malaysia, maupun Singapura," tulis Murti dalam SE tersebut.

Surat edaran ini ditujukan kepada Dinas Kesehatan, UPT Kekarantinaan Kesehatan, laboratorium kesehatan masyarakat, fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), serta para pemangku kepentingan. Tujuannya jelas: memperkuat pemantauan tren kasus dan kesiapsiagaan layanan medis terhadap penyakit potensial wabah seperti COVID-19, pneumonia, ILI (influenza-like illness), dan SARI (severe acute respiratory infection).

Kesiapan Fasilitas Kesehatan dan Sistem Pelaporan

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, mengungkapkan bahwa saat ini fasilitas kesehatan telah dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan kenaikan kasus. 

"Fasyankes kami siapkan sesuai SE yang sudah beredar," tegas Aji pada Rabu (4/6), dilansir Antara. 

Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya terus memantau dan memverifikasi tren kasus melalui pelaporan rutin dalam Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR). Termasuk di dalamnya pelaporan pneumonia, ILI, dan SARI yang bisa menjadi indikasi awal penyebaran COVID-19.

Imbauan ke Masyarakat: Perkuat Imunitas dan Etika Hidup Sehat

Kemenkes juga mengimbau masyarakat untuk kembali menerapkan gaya hidup sehat sebagai langkah pencegahan. Konsumsi makanan bergizi, istirahat cukup, olahraga rutin, serta kebiasaan mencuci tangan dengan sabun disebut sebagai langkah penting menjaga imunitas.

"Gunakan masker jika sedang flu atau berada dalam kerumunan massa, terapkan etika batuk dan bersin," pesan Aji. Jika kondisi tubuh memburuk, masyarakat diminta tidak menunda untuk segera mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat.

Terkait mobilitas internasional, Aji menyatakan bahwa saat ini belum ada kebijakan larangan perjalanan ke luar negeri. Namun, masyarakat diimbau untuk menunda perjalanan yang tidak mendesak.

"Kalaupun harus ke luar negeri, harus patuhi kebijakan atau prokes di negara tujuan," tambahnya.

Pengawasan Ketat di Pelabuhan Internasional

Di wilayah perbatasan, Balai Karantina Kesehatan (BKK) Tanjungpinang, Kepulauan Riau, telah meningkatkan pengawasan terhadap penumpang internasional. Kepala BKK Tanjungpinang, Robert Maison Saragih, mengatakan bahwa pihaknya mengandalkan teknologi thermal scanner di Terminal Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) untuk mendeteksi gejala demam sebagai salah satu indikasi awal COVID-19.

"Penumpang yang tiba langsung diarahkan petugas untuk melewati pemeriksaan suhu tubuh menggunakan thermal scanner di pintu kedatangan," ujarnya.

Penumpang dengan suhu tubuh di atas 37 derajat Celsius akan langsung diperiksa oleh tim medis. Jika menunjukkan gejala COVID-19, penumpang akan dirujuk ke rumah sakit terdekat. Para petugas juga dibekali alat pelindung diri (APD) dan masker untuk mencegah penularan.

Robert menambahkan, sejauh ini belum ditemukan penumpang yang terkonfirmasi COVID-19. Meski demikian, pengawasan tetap diperketat di berbagai titik masuk seperti Pelabuhan SBP dan Bandar Bentan Telani (BTT) di Bintan.

"Petugas kami selalu siaga karena sudah menjadi tanggung jawab BKK dalam mencegah penyebaran COVID-19, khususnya di Kepri," tegasnya.

Foto Pilihan

Tim Gates Foundation yang diwakili Senior CMC Advisor Vaccine Development Rayasam Prasad mendapat penjelasan dari seorang staf saat meninjau Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Helath | Pilkada |