Ada 51 Aduan Malpraktik, Ketua Komisi IX DPR RI Singgung soal Beban Kerja Dokter

6 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerima 51 aduan malpraktik sepanjang 2023-2025.

Terkait hal ini, Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene mengatakan, semua pihak perlu memahami bahwa ketika seorang pasien datang ke rumah sakit, maka ia pasrah dengan apapun yang akan dilakukan dokter sebagai tenaga medis (named) dan tenaga kesehatan (nakes).

“Pasien itu, setelah dia menyerahkan dirinya kepada yang Maha Kuasa, yang kedua Tuhannya adalah dokter, ketika mereka sakit. Itu mereka menyerahkan penuh, sudah pasrah apapun yang mau dilakukan (dokter),” kata Felly dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (2/7/2025).

Dia pun memberi contoh kasus malpraktik yang dilaporkan ke Komisi IX DPR RI. Seorang pasien datang ke dokter, lalu setelah konsultasi diputuskan untuk operasi. Sayangnya, ada kelalaian dalam proses operasi yakni dua jarum tertinggal di dalam tubuh pasien.

“Akhirnya dilaksanakan lagi operasi pengangkatan jarum tersebut. Saya mau bilang, ini kerugian pasien luar biasa, dia butuh kesembuhan tapi malah tambah penyakit baru,” kata Felly.

Belajar dari kasus ini, Felly meminta adanya perlindungan dari semua pihak dan perlunya perbaikan dalam aspek tata kelola dan beban kerja dokter.

Rumah sakit langsung memecat dokter yang bersangkutan dan Liu berencana menggugat ganti rugi rumah sakit itu sebesar 2 juta yuan.

Masalah Beban Kerja Dokter

Di hadapan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Felly menyampaikan bahwa masalah beban kerja perlu menjadi perhatian.

Para dokter kerap tak hanya praktik di satu rumah sakit, usai tugas di satu rumah sakit mereka melanjutkan pekerjaan di tempat lainnya.

“Pertama mungkin tata kelola ini Pak Menteri penting, dari beban kerja. Para dokter ada saja yang lalai, keluar sebelum waktunya (dari rumah sakit inti) karena di luar sana rumah sakit swasta sudah menunggu, ini terjadi, real, ini masalah beban kerja saya bilang, karena dia juga ada praktik di tempat lain,” jelas Felly.

Aduan Pasien Tidak Didengar

Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Budi Gunadi menjelaskan soal alur pengaduan pasien yang merasa dirugikan akibat malpraktik.

Menurutnya, pasien dan keluarga bisa mengadu ke pihak rumah sakit dan berjenjang ke atas hingga ke Majelis Disiplin Profesi (MDP).

“Pasien dan keluarga kalau merasa dirugikan itu bisa mengadu dan mengadunya itu yang nomor satu yang didorong adalah alternatif penyelesaian sengketa. Jadi, setiap kali ada dugaan malpraktik maka mereka kita dorong untuk mengambil alternatif penyelesaian sengketa,” ujar Budi.

Namun, jika masalah tak dapat diselesaikan di alternatif ini, maka kasusnya dapat naik secara berjenjang. Baik melalui pimpinan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), pemerintah daerah (pemda), pemerintah pusat, dan akhirnya ke MDP.

Fakta di lapangan menurut Felly masih ada pasien yang kesulitan dalam menyampaikan aduan.

“Ini salah siapa, kemudian pengurusannya seperti apa? Keluarga ini sudah ke mana-mana, yang tadi Pak menteri jelaskan memang bisa diselesaikan di rumah sakit di mana kelalaian terjadi,” ucap Felly.

“Tapi kenyataannya tidak selesai, sampai dia mengadu ke mana-mana dia menganggap tidak didengar, sampai mereka mengadu ke Komisi IX,” ujarnya.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |