Liputan6.com, Jakarta Banyak bukti ilmiah menunjukkan bahwa gangguan tidur kerap menyerang wanita pada usia paruh baya. Salah satu faktor nya yakni sudah masuk siklus hidup yang disebut dengan perimenopause.
Direktur Program Menopause dan Penuaan Sehat di Stanford Medicine, Dr. Karen Adams, mengatakan bahwa gangguan tidur yang disebabkan oleh perimenopause ini umumnya terjadi pada wanita di usia 40-an.
Karen mengatakan gejala gangguan tidur merupakan masalah yang sangat mengganggu wanita di masa penurunan hormon estrogen ini.
“Mungkin ini merupakan gejala yang paling menyusahkan,” kata Karen mengutip Channel News Asia, Rabu (16/7/2025).
Gangguan tidur yang sering dialami wanita pada masa transisi dari menstruasi menuju menopause ini antara lain seperti insomnia (kesulitan tertidur nyenyak) dan terbangun dalam kondisi berkeringat pada dini hari.
Karen Adams menyatakan bahwa kondisi terbangun dan berkeringat pada dini hari saat perimenopause, terjadi karena adanya perubahan hormon dalam tubuh.
Kondisi Tubuh Saat Perimenopause
Karen mengatakan perubahan hormon pada masa perimenopause dan menopause mengganggu kemampuan tubuh dalam mengatur suhu. Hal ini menyebabkan tubuh mengalami sensasi panas mendadak yang disebut hot flashes sehingga berkeringat di malam hari yang dapat mengganggu kualitas tidur.
Direktur Pusat Kesehatan Wanita Mayo Clinic di Jacksonville, Florida, Stephanie Faubion, menyatakan bahwa pada siklus ini, wanita rentan mengalami gangguan kecemasan dan depresi.
Gangguan kecemasan dan depresi tersebut, disebut sebagai salah satu faktor penyebab wanita usia perimenopause mengalami gangguan tidur.
“Wanita biasanya menghadapi banyak hal yang harus dilakukan selama masa perimenopause. Termasuk mengurus anak atau orang tua yang lanjut usia, serta mengatasi tekanan pekerjaan dan daftar tugas yang panjang,” ujar Stephanie Faubion.
“Masalah-masalah ini saja sudah bisa membuat mereka sulit tidur, lalu kurang tidur dapat memperburuk semuanya, menciptakan siklus yang tak berujung,” lanjutnya.
Langkah-Langkah Memiliki Kualitas Tidur yang Baik
Gejala perimenopause yang dialami oleh wanita berbeda-beda, sehingga cara mengatasinya pun bisa berbeda. Beberapa kebiasaan ini dapat diterapkan untuk mengurangi gejalanya, antara lain:
- Tidur dan bangun di waktu yang sama setiap hari
- Menghindari konsumsi kafein dan alkohol menjelang jam tidur
- Memastikan kamar tidur bersuhu sejuk dan gelap
- Melakukan olahraga rutin selama 150 menit setiap minggu
- Melakukan latihan kekuatan tubuh dua kali dalam seminggu
Bila cara-cara di atas masih belum membantu menangani gejala perimenopause, penting untuk menjadwalkan sesi konsultasi dengan dokter ahli perimenopause.
“Temukan tenaga medis yang ahli di bidang menopause. Tidak semua dokter umum bahkan obgyn dilatih untuk menangani gejala perimenopause dan menopause,” ungkap Karen Adams.
Menjalani Terapi Hormon dan Alternatif Lainnya
Gangguan tidur pada masa perimenopause bisa disebabkan oleh keringat malam yang muncul karena adanya reaksi hormon dalam tubuh, di mana kadar hormon estrogen menurun.
Menurut dokter Stephanie Faubion, terapi hormon dapat menjadi solusi untuk mengatasi hot flashes. Terapi ini dilakukan dengan pemberian hormon estrogen dan progesteron melalui pil, plester, maupun gel.
Pada tahun 2002 sebuah studi menunjukkan bahwa terapi hormon pernah dikaitkan dengan risiko kanker payudara dan penyakit jantung, banyak penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapi hormon aman dan efektif untuk mengatasi hot flashes, kekeringan pada vagina, dan perubahan mood pada wanita di bawah usia 60 tahun.
Dr. Stephanie Faubion mengatakan, alternatif lain untuk mengatasi hot flashes selain terapi hormon adalah mengonsumsi obat-obatan.
Obat seperti fezolinetant (Veozah) disebut dapat mengurangi gejala hot flashes yang mengganggu kualitas tidur.
Selain mengatasi hot flashes, Dr. Stephanie Faubion juga menyatakan bahwa terapi hormon dapat membantu tidur lebih nyenyak dengan mengurangi gejala depresi.
Jika gangguan tidur disebabkan oleh depresi, Dr. Karen Adams menyarankan pengobatan alternatif lainnya, seperti terapi bicara dan konsumsi obat antidepresan.
Jangan Mengonsumsi Obat Tidur Bebas
Obat tidur yang dijual bebas kerap menjadi pilihan cepat untuk mengatasi gangguan tidur. Namun, obat tidur tidak dirancang untuk penggunaan jangka panjang.
Suzanne Bertisch menekankan bahwa zat-zat yang terkandung dalam obat tidur bebas tidak dapat menangani gangguan tidur dan perubahan hormon secara efektif.
Menurutnya, dibandingkan mengonsumsi obat tidur, ia lebih menyarankan untuk menemui dokter spesialis agar mendapatkan penanganan yang tepat dan menyeluruh.