Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) memprioritaskan lima jenis kanker untuk ditangani.
Kelima jenis itu adalah kanker payudara, kanker serviks, kanker paru-paru, kanker kolorektal, dan kanker pada anak-anak.
“Kanker anak, meskipun hanya 3-5 persen dari total kasus, tapi sangat dapat disembuhkan dengan diagnosis, pengobatan dan dukungan yang tepat,” kata Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan, Kemenkes RI, dr. Azhar Jaya, S.H, SKM, MARS, saat membuka Summer Course 2025 di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (14/7/2025).
Menurutnya, kanker pada anak memiliki tingkat kesembuhan hingga 80 persen di negara-negara berpenghasilan tinggi. Namun, di negara-negara berpenghasilan menengah, tingkat kesembuhannya tidak mencapai angka tersebut karena akses layanan penanganan kanker yang terbatas.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerataan layanan rujukan akan terus dioptimalkan melalui jaringan kanker nasional dengan target cakupan 100 persen kabupaten/kota pada tahun 2027.
Percepatan peningkatan cakupan layanan rumah sakit rujukan untuk empat penyakit katastropik utama, dengan visi 34 provinsi memiliki minimal satu rumah sakit tingkat paripurna/utama. Dan 514 kabupaten/kota memiliki minimal satu rumah sakit tingkat madya.
“Dengan target 50 persen kabupaten/kota sebelum tahun 2025 dan 100 persen sebelum tahun 2027,” kata Azhar Jaya.
Kanker Payudara, umumnya terjadi pada kaum perempuan. Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengembangkan kanker payudara, seperti usia, riwayat keluarga, mutasi genetik, sejarah pribadi kanker payudara, paparan r...
Upaya Pemerataan Layanan Kanker di Indonesia
Azhar menambahkan, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan mitra lokal dan global guna mewujudkan perawatan kanker yang merata di Tanah Air.
“Supaya penanganan kanker menjadi lebih tepat dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia di mana pun,” harapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FK-KMK UGM, Dr. Ahmad Hamim Sadewa, Ph.D., menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif lintas profesi dalam menghadapi tantangan penanganan kanker yang begitu kompleks.
“Kita melihat bahwa yang namanya kolaborasi interprofesional behavior, interprofessional collaboration itu menjadi satu hal yang sangat krusial bagi kita. Tidak mungkin dokter saja, atau perawat saja yang bekerja untuk kebaikan pasien,” ujarnya.
Menurutnya, penanganan pasien kanker idealnya melibatkan tim dari berbagai profesi, mulai dari dokter, perawat, psikolog, apoteker, hingga ahli gizi.
Pendekatan ini telah diterapkan di lingkungan FK-KMK UGM dan RSUP Dr. Sardjito sebagai model interprofessional team untuk penanganan kasus kanker secara menyeluruh.
Pendekatan Integratif dalam Penanganan Kanker
Hal senada disampaikan Ketua Panitia Summer Course, dr. Dyah Ayu Mira Oktarina, Ph.D, Sp.KK.
Dia menyampaikan pentingnya pendekatan integratif dalam penanganan kanker. Menurutnya, penanganan kanker harus dilakukan secara berkelanjutan.
Perawatan integratif tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga sistem dan disiplin ilmu. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi satu sama lain untuk mewujudkan manajemen perawatan integratif secara mendalam.
Ketua Tim Internasionalisasi FK-KMK UGM, dr. Dwi Aris Agung Nugrahaningsih, M.Sc., Ph.D., menyampaikan bahwa tema kanker dipilih karena masih menjadi tantangan utama di Indonesia, terutama karena perbedaan akses layanan kesehatan antara daerah terpencil dan perkotaan.
“Tantangan lebih besar dibandingkan negara maju yang negaranya satu peta. Kami ingin peserta Summer Course ini bisa mendiskusikan dan membandingkan praktik baik dari negara lain,” ujarnya.
Program Summer Course diselenggarakan oleh FK-KMK bersama Fakultas Farmasi, Fakultas Psikologi dan Fakultas Kedokteran Gigi UGM.
Kegiatan bertajuk Manajemen Kanker Integratif: Peta Jalan Menuju Hasil yang Lebih Baik digelar selama dua minggu. Dan diikuti delapan institusi nasional serta sepuluh institusi internasional, termasuk dari Jerman, Taiwan, Thailand, dan negara ASEAN lainnya.
Kegiatan diisi sesi presentasi, kunjungan lapangan, diskusi kelompok, hingga praktikum laboratorium.