Liputan6.com, Jakarta - Dunia yang semakin cepat berubah menuntut anak-anak untuk memiliki lebih dari sekadar kecerdasan akademik. Menurut Psikolog Anak dan Remaja Anastasia Satriyo, M.Psi, resiliensi, kemampuan untuk bertahan dan bangkit dari tantangan, menjadi kunci utama dalam membentuk anak-anak yang "jenius" di era modern.
Dalam acara talkshow "From Childhood to Career: The Power of Lifelong Learning", Anastasia menjelaskan bahwa konsep kecerdasan tak lagi hanya berpatokan pada IQ (Intellectual Quotient). Di masa kini, kecerdasan harus mencakup kemampuan beradaptasi, ketahanan mental, dan soft skills agar anak dapat berkembang di tengah perubahan yang begitu cepat.
"Banyak yang berpikir bahwa genius hanya tentang IQ. Padahal di zaman sekarang, kita justru sangat membutuhkan kemampuan beradaptasi, resiliensi emosi, dan soft skill," ujar Anastasia.
"Itu yang akan membuat seseorang bisa menjadi 'jenius' versi zaman now," jelas Anas dalam talkshow pada rangkaian acara grand opening cabang ke-3 Gentem Center di Neo Soho, Jakarta Barat, Rabu (12/2).
Ia juga menyoroti fenomena "strawberry generation", istilah yang kerap digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang rapuh menghadapi tekanan. Menurutnya, kebalikan dari generasi ini adalah anak-anak yang memiliki daya lenting—seperti bola basket yang jatuh tetapi bisa melambung kembali.
Kemudahan Era Digital dan Tantangan Baru dalam Tumbuh Kembang Anak
Dalam mendampingi proses tumbuh kembang anak, Anas mengatakan, orangtua perlu menyadari bahwa dirinya pun perlu kesiapan mental dan kematangan emosional. Terlebih di era digital seperti saat ini, penting bagi orangtua untuk memberi bekal skill atau keterampilan yang tepat bagi anak.
Perkembangan teknologi membuat hidup semakin mudah, tetapi di sisi lain, juga membawa dampak yang perlu diwaspadai. Anak-anak kini tumbuh di era di mana segala sesuatu bisa diperoleh secara instan—mulai dari makanan, informasi, hingga pertemanan di dunia maya. Hal ini, jika tidak diimbangi dengan critical thinking dan pemahaman sosial, bisa menjadi bumerang.
Anak Harus Memahami Konteks Sosial yang Berbeda-Beda
"Segala sesuatu yang mudah pasti ada side effect-nya," kata Anastasia. "Sekarang informasi mudah diakses, tapi apakah anak-anak bisa memilah mana yang benar dan mana yang tidak? Apakah mereka tidak mudah percaya begitu saja dengan informasi yang belum terverifikasi?"
Ia mencontohkan banyaknya kasus remaja yang dengan mudah berkenalan dengan orang asing di platform digital tanpa memverifikasi identitasnya. Di sinilah, menurut Anastasia, pentingnya lifelong learning yang tak hanya berfokus pada akademik, tetapi juga keterampilan hidup, pemahaman sosial, dan daya kritis sejak usia dini.
"Dunia semakin global. Anak-anak harus bisa memahami konteks sosial yang berbeda-beda. Di Indonesia, cara bersosialisasi bisa berbeda dengan di Belanda, Singapura, atau Vietnam. Kalau mereka tidak punya kemampuan ini, mereka akan kesulitan beradaptasi di lingkungan yang lebih luas," tambahnya.
Lifelong Learning, Lebih dari Sekadar Akademik
Anastasia menegaskan bahwa pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning) bukan hanya soal akademik, tetapi juga mencakup pengalaman nyata yang membentuk karakter anak. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dibanding kompetisi, terutama di usia dini.
"Dulu saya pernah berdiskusi dengan rekan dari Jerman yang menonton film Laskar Pelangi. Dia heran karena anak-anak di Indonesia sejak kecil lebih sering diajarkan untuk berkompetisi, bukan berkolaborasi. Padahal di negara-negara maju, anak-anak hingga usia 7-8 tahun lebih banyak diajarkan cara berkomunikasi dan bekerja sama daripada sekadar mengejar juara," ungkapnya.
Hal ini sejalan dengan visi Gentem, Curioo, dan Wall Street English sebagai learning center yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar holistik, mulai dari usia dini hingga dewasa. Dengan pendekatan yang lebih luas, anak-anak tidak hanya diajarkan akademik, tetapi juga keterampilan berpikir kritis, public speaking, hingga kemampuan berdiskusi yang efektif.
Gentem Indonesia Lifelong Learning Group
Gentem Indonesia Lifelong Learning Group merupakan pusat pendidikan terintegrasi berbasih konsep "lifelong learning", mendukung pembelajaran sejak usia dini hingga dewasa. Gentem Center menghadirkan brand-brand pendidikan ternama seperti Wall Street English, CuriooKids, dan Indies. Layanan pendidikan yang disediakan dipersonalisasi sehingga dapat mendukung tumbuh kembang dan bakat tiap-tiap individu.
Kehadiran Gentem Center di Neo Soho Mall diharapkan dapat memberi dampak positif bagi masyarakat di wilayah Jakarta Barat. Seperti disampaikan Founder Gentem Indonesia Lifelong Learning Group Kish Gill, keberadaan pusat belajar tersebut akan dapat menjadi pendorong perubahan positif.
"Melalui dukungan yang memfokuskan pada potensi pengemabangan profesional dan CuriooKids yang memfokuskan pada potensi anak-anak sejak dini, kami percaya Gentem Center akan menjadi pendorong perubahan positif bagi generasi saat ini dan masa depan," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Sebelumnya Gentem Center telah lebih dulu hadir di Cikarang dan Bintaro.