Liputan6.com, Jakarta - Tidur dengan kipas angin menyala sering menjadi perdebatan. Beberapa orang percaya bahwa hal ini berbahaya dan dapat menyebabkan penyakit seperti pneumonia, terutama pada anak-anak. Namun, benarkah kipas angin bisa menjadi penyebab langsung penyakit ini?
Menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Respirologi, dr. Wahyuni Indawati, Sp.A(K), pneumonia atau infeksi saluran pernapasan tidak disebabkan langsung oleh kipas angin.
Penyakit ini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, atau jamur yang menyebar melalui droplet (percikan cairan) dari orang yang sakit.
Droplet ini dapat keluar saat seseorang berbicara, batuk, bersin, atau bahkan bernyanyi.
"Jika kita berada dekat dengan orang yang sedang sakit dan dia mengeluarkan droplet melalui batuk atau bersin, droplet tersebut bisa menular ke orang lain. Namun, jika orang yang sakit tersebut sudah tidak ada, droplet-nya biasanya tidak bertahan lama di udara, kecuali jika kondisinya memungkinkan," kata Wahyuni dalam sebuah kesempatan baru-baru ini.
Kondisi ruangan menjadi faktor penting dalam penyebaran droplet. Di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk, droplet yang sudah dilepaskan dapat bertahan lebih lama dan berpotensi menular. Dalam kasus seperti ini, kipas angin dapat berperan sebagai media yang menyebarkan droplet yang telah ada di ruangan.
"Bukan kipas anginnya yang menyebabkan penyakit, melainkan fungsinya yang bisa mempercepat penyebaran droplet di ruangan yang ventilasinya buruk," ujar Wahyuni.
Dengan kata lain, kipas angin hanya mempermudah pergerakan mikroorganisme, bukan sumber penyakitnya.
Oleh karena itu, Wahyuni menyarankan beberapa langkah guna mencegah penyebaran penyakit, terutama pada anak. "Jaga kebersihan ruangan, orang tua harus memastikan ventilasi udara baik, dan yang terpenting menghindari kontak langsung dengan orang yang sakit," tambahnya.
Pneumonia pada Anak Disebabkan Karena Apa?
Wahyuni menjelaskan bahwa pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru, organ vital tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida berlangsung. Jika jaringan ini rusak akibat infeksi, proses pernapasan terganggu, yang dalam kasus berat dapat berujung pada kematian.
Infeksi mikroorganisme adalah penyebab utama pneumonia pada anak. Lebih lanjut Wahyuni, mengatakan, bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab dominan, bertanggung jawab atas 50 persen kasus pneumonia pada anak.
Selain itu, kata Wahyuni, virus influenza B menyumbang sekitar 20 persen, sementara sisanya disebabkan oleh faktor lain,"Streptococcus pneumoniae memiliki lebih dari 100 serotipe. Di Indonesia, serotipe 3, 22F, dan 23F sering ditemukan dan dapat menyebabkan komplikasi berat."
Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi bakteri ini karena sistem kekebalan tubuh mereka masih berkembang, sementara perlindungan antibodi dari ibu mulai menurun seiring bertambahnya usia.
Selain itu, bakteri Streptococcus pneumoniae dapat hidup di nasofaring orang sehat tanpa menimbulkan gejala.
Kondisi ini disebut sebagai carrier. Di Indonesia, diperkirakan 40 s.d 60 persen orang sehat menjadi pembawa bakteri tersebut, yang dapat menularkan infeksi ke orang lain, termasuk anak-anak.
Apakah Gejala Khas Pneumonia?
Pneumonia kerap disalahartikan sebagai flu biasa atau selesma, terutama pada anak-anak. Meski gejalanya mirip dengan infeksi saluran pernapasan lainnya, seperti demam, batuk, dan napas cepat, ada tanda khas yang perlu diperhatikan.
Menurut Wahyuni, gejala yang membedakan pneumonia adalah adanya batuk yang disertai napas cepat atau sesak. "Hal ini perlu menjadi perhatian khusus," ujarnya.
Bagaimana Cara Mengetahui Nafas Cepat pada Anak?
Untuk mengetahui apakah anak mengalami napas cepat, orang tua bisa menghitung frekuensi napas anak dalam satu menit. Berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berikut adalah batas normal frekuensi napas:
- Kurang dari 2 bulan: ≤ 60 kali per menit
- Usia 1 tahun: ≤ 50 kali per menit
- Anak lebih besar: ≤ 40 kali per menit
"Jika napas anak melebihi angka tersebut, bisa jadi ini merupakan tanda pneumonia," tambahnya.
Tarikan Dinding Dada, Tanda Serius
Selain napas cepat, tanda lain yang perlu diwaspadai adalah tarikan dinding dada saat anak bernapas. Secara normal, dinding dada tidak akan tertarik ke dalam.
Namun, jika terlihat tarikan tersebut, ini menandakan adanya masalah pernapasan serius, seperti pneumonia.
Jika anak menunjukkan gejala-gejala ini, segera bawa ke dokter untuk pemeriksaan dan penanganan. "Penanganan yang cepat dan tepat dapat mencegah komplikasi serius," tegas dr. Wahyuni.
Orang tua perlu lebih peka terhadap gejala pneumonia untuk mencegah dampak buruk pada kesehatan anak. Jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan tenaga medis jika gejala tersebut muncul.