Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang masih menganggap penurunan penglihatan sebagai hal wajar seiring bertambahnya usia. Padahal, jika dibiarkan tanpa pemeriksaan rutin, gangguan mata dapat berkembang menjadi kebutaan. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh lansia, tetapi juga anak-anak hingga usia produktif.
Menurut dr. Yeni Dwi Lestari, Sp.M(K) dari Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), data dari survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) menunjukkan bahwa kelompok usia di atas 50 tahun menjadi target utama karena lebih rentan terhadap gangguan penglihatan.
"Keliruan refraksi bukan hanya terjadi pada lansia, tapi juga anak baru lahir, usia sekolah, bahkan usia produktif. Di masa pandemi, peningkatan penggunaan gawai membuat gangguan penglihatan meningkat tajam," katanya.
Dia, menjelaskan, kelainan refraksi seperti rabun jauh (miopia) atau rabun dekat (hipermetropia) bisa berkembang menjadi kondisi serius bila tidak ditangani.
"Kalau sudah minus tinggi, di atas lima misalnya, risiko komplikasi akan meningkat termasuk penipisan dan lepasnya saraf retina yang bisa menyebabkan kebutaan," tambahnya.
Penyebab Gangguan Penglihatan pada Anak dan Lansia Berbeda
Menurut Yeni, penyebab gangguan penglihatan pada anak umumnya berasal dari kelainan refraksi, sedangkan pada lansia lebih banyak disebabkan oleh degenerasi akibat penuaan.
"Pada usia lanjut, gangguan penglihatan terbanyak adalah katarak, glaukoma, dan diabetic retinopathy. Tiga kondisi ini menjadi penyebab utama kebutaan pada lansia," katanya.
Meski begitu, kondisi seperti presbiopia atau mata tua juga umum terjadi dan masih bisa dibantu dengan kacamata baca.
"Sayangnya, masih banyak orang yang menganggap penglihatan buram di usia tua adalah hal biasa. Padahal, hal itu bisa dibantu agar tidak menurunkan kualitas hidup," jelasnya.
Deteksi Dini dan Pemeriksaan Rutin
Yeni menekankan bahwa kebutaan akibat penyakit mata sebenarnya bisa dicegah, asalkan dilakukan deteksi dini dan pemeriksaan mata secara teratur, terutama bagi mereka yang sudah berusia di atas 40 tahun.
"Pemeriksaan mata bukan cuma untuk menentukan ukuran kacamata, tapi juga memeriksa kondisi saraf mata dan retina. Ini penting agar gangguan yang berpotensi menyebabkan kebutaan bisa ditemukan sejak awal," katanya.
Dia juga mengingatkan bahwa skrining rutin dan edukasi publik berperan penting dalam menurunkan angka kebutaan.
"Kuncinya ada di kesadaran masyarakat. Kalau bisa dideteksi lebih awal, kita bisa mencegah banyak kasus kebutaan yang sebenarnya bisa dihindari," pungkasnya.