Liputan6.com, Jakarta Aritmia adalah gangguan irama jantung yang menyebabkan jantung berdetak tidak beraturan. Bisa terlalu cepat (takikardia) ataupun terlalu lambat (bradikardia).
Aritmia dapat terjadi pada siapapun termasuk bayi. Bahkan, saat masih di dalam kandungan, dokter obgyn bisa menemukan jika ada yang mencurigakan dari detak jantung bayi.
“Dari USG biasanya kan dicek tuh denyut jantungnya bayi, kalau biasanya 100 detak dalam semenit, kemudian jadi 80, biasanya dokter obgynya sudah tahu dan mengarahkan kepada dokter jantung anak,” kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah konsultan intervensi jantung dan aritmia Eka Hospital BSD, Ignatius Yansen, dalam temu media di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Dia menambahkan, hingga kini belum ada skrining aritmia massal pada semua bayi di Indonesia.
“Selama ini skrining secara massal tidak ada, belum ada. Jadi, biasanya hanya berdasarkan pemeriksaan karena setiap bayi yang baru lahir kan pasti dicek sama dokter anak. Jadi kalau melahirkan itu pasti ada dokter kandungannya, ada dokter anaknya,” kata Ignatius kepada Health Liputan6.com saat ditemui di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Dokter anak akan memeriksa kondisi bayi dan jika ada kelainan jantung maka akan dirujuk ke dokter jantung. Misalnya, jika ada murmur (bunyi tak normal di jantung) dan kelainan jantung bawaan.
“Tapi memang kalau skrining massal belum ada atau tidak ada, jadi kalau lahirnya sama dukun beranak yang enggak ada dokter anaknya ya enggak ada (pemeriksaan aritmia).”
Penelitian terbaru: satu buah alpukat per hari ternyata dapat membantu menjaga kesehatan jantung. Informasi selengkapnya bisa kamu simak dalam Fimela Update edisi kali ini!
Angka Harapan Hidup Bayi yang Tak Terdiagnosis Aritmia
Bayi yang lahir di dukun beranak tanpa bantuan dokter anak tidak mendapat pemeriksaan awal termasuk soal kelainan jantung.
Lantas, jika bayi tersebut mengalami aritmia tapi tidak terdiagnosis sejak awal, seberapa tinggi angka harapan hidupnya?
“Ya untungnya gangguan irama jantung yang fatal itu sebenarnya jumlahnya sangat-sangat kecil, hanya di bawah 1 persen,” kata Ignatius.
Meski begitu, aritmia berpotensi menghambat perkembangan bayi.
“Denyut jantung normal bayi harusnya 140 (detak per menit), dengan aritmia bisa jadi 70 sampai 80, akibatnya bayi tidak bertumbuh, mengganggu perkembangan.”
Orangtua Harus Aware
Dengan kata lain, gangguan perkembangan atau pertumbuhan pada bayi salah satunya bisa disebabkan oleh aritmia.
Seharusnya, lanjut Ignatius, saat orangtua melihat masalah pertumbuhan buah hati, maka segera periksa ke dokter. Dalam pemeriksaan itu, seharusnya diketahui penyebab gangguannya termasuk jika karena aritmia.
“Saat mengganggu pertumbuhan terus dibawa ke dokter anak kan harusnya ketahuan, akan diperiksa. Kecuali memang orangtuanya enggak aware sama sekali, berat badannya rendah, apa segala macam juga enggak aware. Tapi kalau aware harusnya diperiksakan,” jelas Ignatius.
Apakah Anak dengan Aritmia Perlu Nutrisi Khusus?
Sebaliknya, jika aritmia pada anak berhasil terdiagnosis, apakah ada pantangan nutrisi atau asupan makan yang dapat dikonsumsinya?
“Penyakit aritmia ini berbeda dengan penyakit koroner, kalau penyakit koroner ada pantangan segala macam. Penyakit aritmia rata-rata sih setelah (tindakan) ablasi itu memang tidak ada pantangan lagi.”
“Yang penting hidup secara sehat. Misalnya dia telah menjalani penanganan aritmia, tapi dia memiliki darah tinggi, apa masih perlu minum obat darah tinggi? Ya tetap perlu. Jadi dia pantang makan asin-asin bukan karena aritmianya, tapi karena darah tingginya,” pungkasnya.