Jatuh Cinta Bisa Dalam Waktu Cepat, Tapi Cinta Sejati Butuh Waktu

5 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Cinta memang menjadi salah satu pengalaman manusia yang paling membingungkan. Menurut psikolog dan terapis hubungan, dokter Cheryl Fraser, perasaan jatuh cinta sebetulnya merupakan reaksi kimia otak yang bersifat sementara.

Falling in love adalah kondisi emosional dan biokimia yang intens. Hal ini merupakan campuran antara ketertarikan seksual dan keterikatan psikologis yang terasa nikmat, tapi sangat sementara,” jelasnya.

Dia, menjelaskan, ketika seseorang merasa klik dengan orang lain, sensasi itu nyata, tetapi belum tentu berarti cinta sejati.

“Tubuh dan pikiran Anda bereaksi terhadap orang itu. Anda memikirkannya terus-menerus, tapi ingat, mungkin pernah merasakan hal yang sama pada orang lain sebelumnya,” katanya.

Dia, menambahkan, perasaan intens di awal hubungan sering kali disamakan dengan cinta, padahal itu lebih mirip dengan ketergantungan atau obsesi yang dihasilkan oleh aktivitas kimia otak.

Meski begitu, para ahli sepakat bahwa tidak ada waktu pasti untuk jatuh cinta. Setiap orang memiliki ritme dan pengalaman yang berbeda. Yang penting bukan seberapa cepat perasaan itu muncul, tetapi seberapa dalam dua orang saling mengenal dan membangun keterikatan emosional yang tulus.

“Cinta itu dinamis. Ia punya banyak fase, wajah, serta pasang surut. Kita bisa jatuh cinta, keluar, lalu jatuh cinta lagi pada orang yang sama,” tambahnya.

Psikolog lain, Cortney S. Warren, menambahkan bahwa secara ilmiah, rasa jatuh cinta memang bisa muncul sangat cepat.

Hasil penelitian dari Syracuse University menunjukkan bahwa stimulasi otak bisa memunculkan sensasi cinta hanya dalam 0,2 detik setelah kontak visual pertama.

Namun, ia menegaskan bahwa sensasi itu lebih merupakan efek euforia dari hormon seperti dopamin, oksitosin, dan adrenalin, bukan cinta sejati.

Jatuh Cinta dan Perasaan di Awal Hubungan

Menurut Fraser, fase awal jatuh cinta bisa diibaratkan seperti “teler emosional.” Saat otak melepaskan hormon kebahagiaan, seseorang cenderung melihat pasangan dengan kacamata hati berbentuk cinta dan mengabaikan kekurangan mereka.

“Kita melihat sosok yang kita sukai dalam cahaya yang terlalu positif dan merasa sangat cocok, padahal belum tentu realistis,” katanya.

Penelitian juga menunjukkan bahwa otak orang yang sedang jatuh cinta menunjukkan pola aktivitas mirip dengan orang yang sedang kecanduan obat atau mengalami gangguan obsesif-kompulsif.

Karena itu, dia menyarankan agar tidak membuat keputusan besar, seperti menikah atau pindah kota ketika masih berada dalam fase euforia ini.

“Nikmati perasaan itu, tapi jangan buat keputusan hidup sampai Anda kembali sadar,” katanya.

Fase awal ini bisa berlangsung beberapa bulan hingga satu tahun, tergantung seberapa cepat seseorang mengenal karakter asli pasangannya. Ketika kabut hormon mulai menghilang, barulah seseorang dapat melihat hubungan dengan lebih jernih dan menentukan apakah cinta itu nyata atau hanya ketertarikan sementara.

Cinta Tumbuh dari Kedekatan Emosional

Cinta sejati lahir dari kedekatan emosional yang dibangun melalui waktu dan komunikasi yang terbuka.

Fraser menyinggung penelitian Arthur Aron tentang keterhubungan interpersonal yang menemukan bahwa dua orang bisa merasa lebih dekat setelah saling berbagi pikiran, harapan, dan pengalaman secara jujur.

“Ketika kita membuka diri, mengungkap sisi pribadi yang sebenarnya, rasa kedekatan itu tumbuh dan menjadi dasar cinta yang lebih nyata,” katanya. Artinya, cinta bukan hanya tentang intensitas awal, melainkan tentang proses mengenal satu sama lain secara mendalam.

Saat seseorang merasa aman untuk menunjukkan kekurangan dan tetap diterima, di situlah cinta sejati mulai terbentuk. Hubungan seperti ini cenderung lebih tahan lama karena dibangun di atas kepercayaan, bukan hanya gairah sesaat.

“Pertanyaan sebenarnya bukan kapan kita jatuh cinta, tapi kapan kita benar-benar saling mengenal dan diterima apa adanya,” tambahnya.

Fakta Ilmiah tentang Cinta pada Pandangan Pertama

Meski para ahli menilai cinta sejati butuh waktu, penelitian menunjukkan bahwa rasa tertarik bisa muncul sangat cepat.

Dalam survei Match terhadap lebih dari 5.000 lajang, 54 persen pria dan 44 persen wanita mengaku pernah mengalami cinta pada pandangan pertama. Hasil ini diperkuat oleh studi dari Stephanie Ortigue di Syracuse University, yang menemukan bahwa otak dapat memicu sensasi cinta hanya dalam 0,2 detik setelah melihat seseorang.

Namun, Warren menegaskan bahwa cinta pada pandangan pertama lebih tepat disebut sebagai reaksi kimia dan ketertarikan instan. Dia juga mengingatkan agar tidak salah menafsirkan fase bulan madu yang intens dengan cinta sejati.

“Pada fase awal hubungan, kita sering kali belum benar-benar mengenal pasangan. Yang kita tahu biasanya versi terbaik dari mereka,” katanya.

Karena itu, ia menyarankan untuk menikmati perasaan itu, tetapi tetap realistis dan waspada terhadap ilusi cinta kilat.

Butuh Waktu untuk Cinta yang Nyata

Baik Fraser maupun Warren sepakat bahwa cinta sejati tidak terbentuk dalam semalam. Ia membutuhkan waktu, pengalaman bersama, dan kejujuran emosional.

“Berikan waktu setidaknya satu tahun sebelum mengambil keputusan besar seperti bertunangan,” kata Fraser.

Menurutnya, dalam waktu tersebut, pasangan punya kesempatan melewati fase euforia awal dan melihat satu sama lain dengan lebih objektif. Dari situlah cinta yang matang dapat tumbuh bukan karena dorongan hormon, tapi karena pemahaman dan penerimaan mendalam.

“Perasaan gila di awal mungkin tidak bertahan selamanya, tapi itu bisa menjadi jembatan menuju cinta yang lebih dalam dan nyata,” tambahnya.

Para ahli sepakat, jatuh cinta memang bisa terjadi cepat, tapi menjadi cinta sejati adalah proses yang perlu dijaga, dikenali, dan dirawat seiring waktu.

Foto Pilihan

Tenaga kesehatan Siti Nurjanah (kiri) dibantu rekan-rekannya memberikan vaksin campak kepada seorang anak dalam kampanye vaksinasi campak dari rumah ke rumah menyusul wabah di Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur, Senin 8 September 2025. (AP Photo/Dita Alangkara)
Read Entire Article
Helath | Pilkada |