Liputan6.com, Jakarta - Jelang Hari Kesehatan Nasional 2024 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyerukan cita-cita untuk membangun kemandirian sistem kesehatan termasuk dalam penyediaan obat.
Menurut Dekan Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. apt. I Ketut Adnyana, M.Si., Ph.D., hal ini dapat diwujudkan terutama jika bahan obat alami dioptimalkan.
“Peluang atau potensi paling besar untuk kita mandiri atau tahan di bidang kesehatan khususnya farmasi adalah bahan alam. Kenapa? Karena sumber daya alam kita nomor satu dunia kalau kita gabung antara darat dengan laut,” kata I Ketut Adnyana dalam Health Innovation Festival di Jakarta Convention Center, Jumat (8/11/2024).
“Jadi, sangat mungkin kita mandiri dan tahan di bidang kefarmasian,” tambahnya.
Hal ini semakin didukung dengan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang tak kalah dengan SDM asing.
“Sudah dibuktikan, tadi salah satu staf kami mendapatkan penghargaan inovator marker untuk tanaman obat. Itu fungsinya untuk apa? Untuk melakukan standarisasi bahan alam kita supaya kualitasnya (memenuhi) standar, termasuk efikasi dan keamanannya.”
Di sisi lain, penyakit-penyakit yang banyak ditemui di tengah masyarakat Indonesia seperti stroke, kardiovaskular, diabetes umumnya dapat diredam dengan obat bahan alam.
“Jadi potensi yang sudah kita warisi sejak lama harus kita manfaatkan secara optimal dan sekolah farmasi ITB sangat mendukung untuk itu,” paparnya.
Obat herbal menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat Indonesia untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Beredar informasi mengenai rebusan daun jeruk nipis dan garam yang dapat menyembuhkan sakit gigi seumur hidup, fakta atau hoaks?
Obat Bahan Alam Bekerja di Hulu
I Ketut Adnyana juga menerangkan, obat bahan alam cara kerjanya berbeda dengan obat bahan kimia. Obat bahan alam cenderung bekerja di hulu.
“Obat alam bekerjanya di hulu, yaitu di preventif dan promotif. Jadi, mencegah terjadinya kondisi yang lebih parah dan meningkatkan kesehatan atau kebugaran kita, poinnya di sana.”
Maka dari itu, ia berharap masyarakat terus menggunakan bahan alami sebagai tradisi. Baik dalam bentuk teh atau kemasan praktis.
“Jadi kita tidak mudah sakit, sehatnya lebih lama.”
Semakin Lokal dari Hulu ke Hilir
Senada dengan I Ketut Adnyana, Presiden Direktur PT Dexa Medica V Hery Sutanto juga menyebut bahwa pemerintah ingin obat-obatan di Indonesia semakin lokal dari hulu ke hilir.
“Pemerintah ingin dari hulu ke hilir itu menggunakan sumber-sumber yang ada di Indonesia. Yang pasti ini akan memberikan efek domino ekonomi yang besar dari mulai para petani, supplier bahan baku, industri bahan baku alam, industri obat jadi bahan alam, itu harapannya semuanya akan dibangun,” kata Hery dalam kesempatan yang sama.
Sayangnya, saat ini masih banyak bahan alam yang masih diimpor sehingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mulai melakukan pengaturan terkait hal tersebut.
“Saat ini memang bahan alam pun banyak yang masih import, Badan POM sedang melakukan pengaturan nantinya industri-industri itu juga diminta untuk membeli bahan bakunya dari industri ekstraksi di Indonesia.”
“Mereka sudah membuat asosiasi untuk itu supaya industri ekstraksi dan industri obat alam bahan jadi bisa sama-sama berkembang,” papar Hery.
Terus Kembangkan Obat Asli Indonesia
Hery menambahkan, pihaknya juga terus memanfaatkan sumber-sumber asli Indonesia, baik dari bahan obat maupun penelitinya.
“Untuk obat modern asli Indonesia yang berbahan alam kita riset sampai menjadi fitofarmaka. Kita menggunakan semuanya asli Indonesia, diriset oleh orang Indonesia, dan kita sudah pasarkan di Indonesia dan mancanegara.”
“Sudah 100 persen dari Indonesia kalau yang fitofarmaka, kecuali mungkin kemasannya karena Indonesia masih belum bisa. Makanya TKDN (tingkat komponen dalam negeri) kita sudah di atas 80 persen bahkan ada yang 90 persen.”
Beberapa bahan asli Indonesia yang digunakan Dexa adalah meniran, cacing tanah, kayu manis, dan bahan-bahan lain yang dibeli dari petani lokal.