Kesepian Itu Ternyata Membunuh Lansia

1 month ago 24
Update Warta Live Pagi Jitu

Liputan6.com, Jakarta - Kesepian pada lansia bukan sekadar perasaan sedih biasa. Dalam dunia medis, kondisi ini sudah dianggap sebagai ancaman serius yang dapat mempercepat penurunan kesehatan, bahkan memperpendek usia.

Hal ini ditegaskan oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Geriatri sekaligus Pembina Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PP PERGEMI), Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, FINASIM.

"Kesepian itu membunuh," ujar Prof. Siti dengan tegas saat membahas dampak isolasi sosial pada lansia.

Menurut Prof. Siti, kesepian pada lansia bukan hanya menyebabkan gangguan psikologis seperti depresi, tetapi juga berdampak buruk secara fisik.

Salah satu kondisi yang sering menyertai kesepian adalah malanutrisi. Lansia yang merasa kesepian cenderung kehilangan selera makan dan motivasi untuk merawat diri.

"Makan bersama itu kegiatan sosial. Begitu nggak ada teman, malas makan," kata kepada Health Liputan6.com di sela-sela acara 'Restoractive Fest 2025 Hadirkan Bakti Sepanjang Usia untuk Dukung Lansia Indonesia Hidup Sehat dan Aktif' di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat pada Rabu, 28 Mei 2025. 

Lebih jauh, kesepian juga berkaitan erat dengan peningkatan risiko gangguan kognitif seperti demensia atau kepikunan.

"Orang-orang yang kesepian itu cepat banget mengalami kepikunan. Kesedihan, kesepian, loneliness itu menyebabkan orang menjadi depresi, kemudian menjadi demensia," tambah Prof. Siti.

Kunjungan Rutin Bantu Jaga Kesehatan Lansia

Hasil studi menunjukkan bahwa dua pertiga lansia tetap ingin tinggal bersama keluarga. Namun, baik tinggal di rumah maupun di komunitas lansia seperti panti wreda, yang paling penting adalah kehadiran dan perhatian dari keluarga.

"Kunjungan rutin membuat lansia merasa tetap disayangi dan kesehatannya tetap terjamin," ujar Prof. Siti.

Dia menyarankan agar keluarga menjadwalkan kunjungan seminggu sekali secara bergantian, apalagi jika memiliki lebih dari satu anak.

Menurutnya, kunjungan ini tidak harus berupa kegiatan besar. Ngobrol, bercerita, atau sekadar menemani jalan-jalan sudah sangat berarti.

Aktivitas tersebut mampu merangsang fungsi kognitif dan memperkuat ikatan emosional.

"Ngobrol saja, ngajak jalan. Ngobrol, cerita-cerita itu penting," tambah Prof. Siti

Teknologi Membantu tapi Bukan Pengganti

Di era digital, banyak keluarga mengandalkan telepon atau video call untuk tetap terhubung. Meski bermanfaat, Prof. Siti menegaskan bahwa komunikasi digital tidak bisa sepenuhnya menggantikan pertemuan fisik.

"Telepon atau video call bisa, tapi itu tidak bertemu secara fisik. Itu tetap dibutuhkan," ujarnya.

Kombinasi antara kunjungan langsung dan komunikasi digital menjadi langkah ideal untuk menjaga kesehatan mental dan fisik lansia, serta mencegah rasa sepi yang berkepanjangan.

Hunian Ramah Lansia Jadi Solusi Alternatif

Selain peran keluarga, keberadaan hunian yang ramah lansia juga menjadi solusi penting. Hunian semacam ini harus mampu menciptakan komunitas di mana lansia bisa berinteraksi dan merasa nyaman.

Namun, menurut Prof. Siti, fasilitas seperti ini masih sangat terbatas di Indonesia. Dia mendorong agar hunian lansia yang terjangkau dan dikelola secara humanis segera dikembangkan.

"Model hunian lansia yang berkualitas dan terjangkau masih sangat minim. Padahal itu bisa jadi solusi praktis dan manusiawi," ujarnya.

Foto Pilihan

Tim Gates Foundation yang diwakili Senior CMC Advisor Vaccine Development Rayasam Prasad mendapat penjelasan dari seorang staf saat meninjau Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Helath | Pilkada |