Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) mengungkap fakta mengejutkan mengenai kondisi kesehatan anak-anak sekolah dasar (SD) di Jakarta.
Dari 500 anak yang diteliti, mereka menemukan bahwa anak-anak yang menderita anemia, terutama akibat kekurangan zat besi, berisiko tiga kali lipat lebih tinggi mengalami gangguan belajar, terutama dalam memori kerja (working memory).
Apa yang Dimaksud dengan Anemia Defisiensi Besi?
Anemia defisiensi besi terjadi ketika tubuh kekurangan zat besi yang cukup untuk memproduksi hemoglobin, protein penting dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.
Kekurangan zat besi tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tapi juga mempengaruhi fungsi kognitif anak-anak. Anak-anak yang mengalami anemia cenderung mudah lelah, lesu, dan kesulitan berkonsentrasi di kelas.
Direktur Eksekutif FKI, Prof. Nila F. Moeloek, menegaskan, temuan ini seharusnya menjadi perhatian serius.
"Anemia bukan hanya masalah kesehatan fisik, tapi juga gangguan pada fungsi kognitif. Anak dengan anemia cenderung memiliki skor memori kerja yang lebih rendah, yang berdampak langsung pada kemampuan mereka mengikuti pelajaran di sekolah," katanya dalam sebuah kesempatan di Jakarta.
Apa Fungsi Memori Kerja?
Memori kerja adalah komponen penting dalam proses belajar. Ini adalah kemampuan otak untuk menyimpan dan memproses informasi jangka pendek, yang penting untuk tugas-tugas sehari-hari seperti mengikuti instruksi, memahami materi pelajaran, dan menghafal informasi.
Jika memori kerja terganggu, anak-anak akan kesulitan untuk fokus, memproses informasi dengan baik, dan mengingat apa yang mereka pelajari.
Bagaimana Pemicu Dari Penyakit Anemia?
Menurut Koordinator Riset FKI, Dr. Ray Wagiu Basrowi, anak-anak yang mengalami anemia terbukti lebih rentan terhadap gangguan memori kerja. "Hampir 30 persen anak-anak yang kami teliti dengan anemia menunjukkan gangguan memori kerja," kata Ray.
Lebih lanjut, dia, menjelaskan,"Dampaknya, mereka kesulitan untuk berkonsentrasi dan menyimpan informasi saat belajar, yang akhirnya menghambat prestasi akademik mereka."
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa masalah anemia ini berakar dari kekurangan gizi yang masih banyak dialami oleh anak-anak Indonesia.
Lebih dari 28 persen anak yang diteliti tidak mendapatkan asupan energi yang cukup, dan 63 persen kekurangan karbohidrat, zat gizi penting untuk menyediakan energi bagi tubuh dan otak.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran, karena tanpa asupan gizi yang cukup, anak-anak akan kesulitan untuk berpikir, bermain, dan belajar di sekolah.
Apakah Status Gizi Mempengaruhi Anemia?
Prof. Nila Moeloek menambahkan,"Ini bukan hanya masalah kesehatan individu, tapi juga masalah sosial dan ekonomi. Jika kekurangan gizi dan anemia pada anak-anak ini tidak segera diatasi, kita akan melihat generasi yang terjebak dalam lingkaran kekurangan gizi dan pendidikan yang tidak memadai."
Apa Dampak Anemia Terhadap Prestasi Belajar?
Kondisi kurang gizi dan anemia ini tidak hanya memengaruhi prestasi akademik anak-anak di sekolah, tapi juga berdampak jangka panjang pada kehidupan mereka. Anak-anak yang mengalami gangguan memori kerja akan sulit mencapai potensi penuh mereka, baik dalam pendidikan maupun kehidupan sosial dan karier di masa depan.
"Jika kita tidak segera mengambil langkah untuk memperbaiki status gizi anak-anak ini, kita akan menghadapi masalah yang jauh lebih besar di kemudian hari. Generasi yang tidak sehat dan tidak berpendidikan dengan baik akan sulit bersaing di dunia global," kata Ray.
Solusi yang Mendesak: Program Gizi di Sekolah
Penelitian ini juga menekankan pentingnya program intervensi gizi yang menyeluruh dan berkelanjutan, terutama di sekolah-sekolah. Program makan siang bergizi bisa menjadi salah satu solusi efektif, selama makanan yang disediakan berkualitas dan dikonsumsi dengan baik oleh anak-anak.
"Setiap anak yang kekurangan gizi adalah kehilangan masa depan bangsa. Kita harus bertindak sekarang dengan program gizi yang tepat untuk memastikan generasi penerus kita sehat, cerdas, dan siap bersaing," ujar Prof. Nila Moeloek.