Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah kosmetik abal-abal kerap menawarkan hasil instan yang terkesan overclaim atau klaim berlebihan.
Fenomena overclaim dalam industri kosmetik menjadi perhatian utama bagi masyarakat, khususnya akademisi. Overclaim, yang didefinisikan sebagai klaim produk tanpa dasar ilmiah, seperti “memutihkan kulit dalam tiga hari” atau “mengencangkan kulit dalam satu kali pemakaian,” telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap produk kosmetik lokal. Situasi tersebut memberikan keuntungan bagi produk kosmetik impor.
Menurut Deputi 2 Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Mohamad Kashuri, overclaim bukan tentang ketidaksesuaian kadar bahan dengan komposisi yang didaftarkan.
“Jika kadarnya tidak sesuai dengan yang dicantumkan, maka bukan termasuk dalam kategori overclaim. Namun termasuk produk yang tidak sesuai dengan komposisi yang didaftarkan,” kata Kashuri dalam seminar bertajuk Di Balik Glamor Kosmetik: Mengungkap Klaim Palsu dan Bahaya Tersembunyi yang digelar oleh Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad), Jatinangor, Sabtu, 16 November 2024.
Kashuri menambahkan, regulasi terkait klaim kosmetik diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 22 Tahun 2022. Di mana semua klaim produk harus didukung oleh data ilmiah dan uji klinis yang valid sebelum mendapatkan izin edar.
BPOM Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat mengamankan 1.284 kosmetik ilegal berbahaya. Kosmetik ilegal tersebut disita dari beberapa salon kecantikan dan gerai penjual kosmetik.
Pentingnya Pengawasan Setelah Produk Dipasarkan
Kashuri pun menegaskan pentingnya pengawasan pasca-pasar untuk memastikan produk yang telah beredar tetap memenuhi standar.
“Maka dari itu, dibutuhkan kolaborasi mulai dari industri atau pelaku usaha, masyarakat, hingga akademisi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh akademisi adalah membantu mencerdaskan masyarakat Indonesia,” jelas Kashuri mengutip laman Unpad, Sabtu (23/11/2024).
Dalam kesempatan itu, Dekan Fakultas Farmasi Unpad Prof. Dr. apt. Ajeng Diantini, M.Si., mengatakan bahwa di tengah perkembangan industri kosmetik yang semakin pesat, penting untuk memastikan bahwa kosmetik yang digunakan aman dan sesuai dengan klaim khasiatnya.
“Karena ada juga pengusaha yang melakukan kecurangan untuk menarik konsumen,” jelas Ajeng.
Kontribusi dalam Kemajuan Industri Kosmetik
Berbagai masalah yang ada mendorong Fakultas Farmasi Unpad untuk terus berupaya dalam memfasilitasi dan berkontribusi dalam kemajuan industri kosmetik saat ini. Baik melalui program pendidikan maupun program masyarakat.
Fakultas Farmasi Unpad juga melakukan berbagai aktivitas pemeriksaan terhadap kosmetik yang beredar di pasaran, yang biasa dilakukan oleh industri.
“Melalui seri seminar dan webinar ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilih produk kosmetik yang aman dan sesuai dengan klaim yang teruji secara ilmiah,” harap Ajeng.
“Fakultas Farmasi Unpad berkomitmen untuk terus mendukung pengawasan dan pengembangan industri kosmetik di Indonesia melalui edukasi, riset, dan kolaborasi antara akademisi, industri, dan masyarakat,” tambahnya.
Kosmetik dengan Cara Penggunaan yang Salahi Aturan
Selain overclaim, masalah yang kerap didapat di lapangan terkait kosmetik adalah cara penggunaan yang menyalahi aturan.
Misalnya, kosmetik yang digunakan dengan cara disuntik dengan jarum atau microneedle.
Menurut BPOM, produk yang didaftarkan sebagai kosmetik tapi diaplikasikan dengan menggunakan jarum atau microneedle tidak diperbolehkan penggunaannya.
Sebagai upaya menyisir produk nakal, BPOM melakukan pengawasan peredaran kosmetik secara intensif pada periode September 2023 sampai dengan Oktober 2024.
Dari pengawasan tersebut terungkap temuan 16 produk kosmetik yang digunakan atau diaplikasikan selayaknya obat dengan menggunakan jarum maupun microneedle.
“Tren penggunaan produk yang didaftarkan sebagai kosmetik namun diaplikasikan dengan menggunakan jarum yang marak beredar berhasil diungkap BPOM dan perlu ditertibkan,” kata Kepala BPOM RI Taruna Ikrar pada Senin (11/11/2024).
Sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetik, produk kosmetik didefinisikan sebagai bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia. Seperti epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar, atau gigi dan membran mukosa mulut.
Kosmetik berfungsi untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, memperbaiki bau badan, melindungi dan memelihara tubuh pada kondisi baik.
Oleh karena itu, produk yang digunakan dengan jarum atau microneedle maupun injeksi tidak termasuk ke dalam kategori kosmetik.
Produk yang digunakan dengan cara injeksi haruslah steril dan diaplikasikan oleh tenaga medis. Kosmetik bukanlah produk steril dan secara umum dapat digunakan oleh siapapun tanpa bantuan tenaga medis serta tidak dimaksudkan untuk memberikan efek di bawah lapisan kulit epidermis.
Oleh sebab itu, meskipun produk ini telah terdaftar sebagai kosmetik, tapi tetap melanggar peraturan dan membahayakan kesehatan penggunanya.