Liputan6.com, Jakarta - Guna mencegah kekerasan seksual di lingkungan pendidikan dokter spesialis, Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) menerapkan sistem pengawasan berlapis.
Seperti disampaikan Direktur RSA UGM Dr dr Darwito, S.H.Sp.B. Subsp.Onk (K), keberadaan dosen dan dokter penanggung jawab pasien (DPJP) sebagai pengawas utama menjadi kunci memastikan proses pembelajaran tidak hanya aman secara fisik, melainkan juga secara etis dan profesional.
"Semua kegiatan pendidikan dipantau oleh DPJP," ujar Darwito, dilansir ANTARA.
CCTV di Lingkungan Rumah Sakit
Selain itu, RSA UGM juga telah memasang kamera pengawas (CCTV) di berbagai titik strategis di lingkungan rumah sakit.
Sistem pemantauan tersebut, menurut Darwito sangat penting guna memastikan seluruh aktivitas terekam dan dapat diawasi dengan baik.
"Kehadiran sistem pemantauan ini menjadi instrumen penting dalam mencegah potensi pelanggaran dan memastikan transparansi dalam interaksi yang terjadi di lingkungan rumah sakit," ujarnya.
Pisahkan Residen Laki-Laki dan Perempuan
RSA juga menerapkan pengaturan sistem jaga yang memisahkan residen laki-laki dan perempuan untuk meminimalkan potensi kerentanan sekaligus menjaga kenyamanan seluruh peserta didik.
"Kami usahakan tidak ada pencampuran shift jaga antara laki-laki dan perempuan," ucapnya.
Supervisi Bertahap
Adapun dalam pelaksanaan pendidikan klinis, RSA UGM menerapkan sistem supervisi bertahap bagi para dokter residen. Tahapan tersebut mulai dari merah, kuning, hingga hijau. Masing-masing tahap memiliki batas kewenangan tindakan medis yang hanya dapat dilakukan di bawah pengawasan DPJP.
Lebih jauh Darwato menjelaskan, "Tahap merah belum boleh memegang pasien. Kuning boleh, tapi masih dibimbing. Hijau baru bisa mandiri. Semua tahap dalam pengawasan DPJP."
Bagian dari Materi Pembekalan
Meski saat ini belum ada pelatihan khusus yang berdiri sendiri menegenai kekerasan seksual, Darwito memastiakn materi telah disisipkan dalam sesi awal pendidikan.
Topik semacam kekerasan seksual, perundungan, dan penyalahgunaan wewenang diberikan sebagai bagian dari pembekalan awal residen.
"Semua residen di sini menandatangani kontrak bahwa mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang. Kalau melanggar, ya dikembalikan ke fakultas," ujar Darwito.
Apabila kekerasan seksual terjadi di luar lingkungan rumah sakit dan di luar jam pendidikan, Darwito menegaskan, hal tersebut menjadi ranah hukum. Namun, jika terjadi di dalam rumah sakit sebagai bagian dari proses pendidikan, institusi wajib bertindak.
"Kalau itu pidana murni, ya itu urusan negara. Tapi, kalau terjadi dalam proses pendidikan di rumah sakit, kami bisa beri sanksi akademik, termasuk mengeluarkan. Institusi wajib bertindak jika tempat kejadiannya di sini. Tapi, kalau di luar dan di luar jam pendidikan, itu bukan wewenang rumah sakit," tegasnya.
Komitmen RSA UGM Jaga Pendidikan Kedokteran
Menurut Darwito, penguatan sistem pengawasan ini merupakan bagian dari komitmen RSA UGM dalam menjaga marwah pendidikan kedokteran yang tidak hanya mencetak dokter spesialis yang kompeten secara klinis, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai etik, norma, dan hukum.
Refleksi atas kasus kekerasan seksual oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Bandung, kata dia, menjadi momen penting bagi RSA UGM untuk memperkuat sistem pendidikan yang tidak hanya menghasilkan dokter yang kompeten, tetapi juga bermartabat.