Liputan6.com, Jakarta Antibiotik merupakan obat yang dikonsumsi untuk melawan infeksi akibat bakteri. Sebagian besar antibiotik harus berdasarkan resep dokter sehingga bisa ditentukan jenis, frekuensi dan durasi konsumsi.
Namanya anak-anak bisa muncul hal-hal tak terduga. Salah satunya muntah tak lama sesudah mengonsumsi antibiotik. Padahal kita ketahui bersama bahwa mengonsumsi obat antibiotik harus teratur untuk mendapatkan hasil optimal.
Jika terjadi kondisi seperti ini, apakah perlu mengulang konsumsi antibiotik? Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Profesor Edi Hartoyo mengatakan bahwa hal ini tergantung dari seberapa banyak yang dimuntahkan anak.
"Tergantung muntah, kalau semua isi perut muntah sekitar 15 menit sesudah makan antibiotik itu berarti kan belum diabsorpsi oleh tubuh. Maka perlu diulang lagi," kata Edi menjawab pertanyaan Health Liputan6.com pada saat sesi daring pada Selasa, 10 Desember 2024.
Edi menjelaskan bahwa ketika seseorang mengonsumsi obat oral, maka bakal masuk ke dalam lambung untuk diabsorpsi atau diserap. Hal ini butuh waktu.
Setelah terjadi absorpsi baru obat tersebut akan diedarkan ke pembuluh darah menuju jaringan yang dituju. Misalnya pada pasien menigitis maka sasaran obat antibiotik itu otak sementara pada demam tifoid yang dituju adalah usus.
Kalau Gumoh, Perlu Konsumsi Obat Lagi atau Tidak?
Jika anak muntah hanya sedikit atau sekadar gumoh, tidak perlu memberikan antibiotik lagi. Menurut Edi, kondisi ini terjadi karena cairan yang keluar hanyalah sedikit dan kemungkinan besar obat yang telah diminum tidak ikut terbuang. Obat yang sudah masuk ke dalam tubuh biasanya telah mulai diserap oleh sistem pencernaan, sehingga tidak perlu mengulang dosisnya.
Namun, jika orang tua merasa ragu atau khawatir, disarankan untuk mengamati kondisi anak dan berkonsultasi dengan dokter. Ini penting agar pengobatan tetap efektif tanpa risiko kelebihan dosis.
Jangan Sembarangan Konsumsi Antibiotik
Penggunaan antibiotik serampangan bisa membahayakan kesehatan lantaran bisa terjadi resistensi --suatu kondisi ketika antibiotik tidak lagi efektif dalam membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh--.
Maka dari itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran dari Universitas Lambung Mangkurat mengatakan agar masyarakat bijak dalam mengonsumsi antibiotik dengan memperhatikan dua hal berikut:
1. Harus diduga kuat disebabkan bakteri
"Antibiotik ini diperlukan untuk infeksi yang karena bakteri. Kalau virus itu tidak perlu antibiotik, parasit tidak perlu juga," katanya.
2. Perhatikan dosis, interval, lama pemberian dan jenis antibiotik serta perlu evaluasi.
Jangan asal-asalan mengonsumsi antibiotik. Apalagi menyimpan stok obat antibiotik. Sayangnya, data Riset Kesehatan Dasar pada 2013 menunjukkan 86,1 persen masyarakat menyimpan antibitok di rumah tanpa resep dokter
"Kadang saya di ruang prakek, ada orangtua yang menyampaikan bahwa anak panas enggak turun-turun, lalu orangtuanya menyampaikan bahwa anak sudah dikasih antibiotik. Padahal itu tidak ada resep dokter," kata Edi.
"Padahal konsumsi antibiotik ini perlu pengawasan ketat," lanjutnya.