Liputan6.com, Jakarta Tuberkulosis masih menjadi salah satu tantangan kesehatan di Indonesia. Upaya menemukan kasus terus dilakukan agar bisa pasien jalani pengobatan sehingga penularan pun berhenti.
Berdasarkan estimasi global, Indonesia diperkirakan memiliki 1,09 juta kasus TBC setiap tahun. Data terbaru temuan kasus pasien tuberkulosis sudah mencapai 601.375. Angka itu merujuk pada data Sistem Informasi TBC per 28 September 2025.
Angka ini menurun dibanding tahun 2024 yang bisa menemukan pasien tuberkulosis hingga 856.420 kasus (78 persen). Berdasarkan estimasi global, Indonesia diperkirakan memiliki 1,09 juta kasus TBC setiap tahun
Meski begitu, dalam hal pengobatan pada tahun ini cenderung stabil yakni di kisaran 90 persen seperti tahun 2024. Tepatnya 542.724 pasien tuberkulosis telah memulai pengobatan atau sekitar 90 persen dari kasus yang ditemukan seperti mengutip keterangan resmi Kemenkes yang dirilis Senin, 20 Oktober 2025.
Kemenkes mengakui target penemuan kasus belum sepenuhnya tercapai. Namun,laju pengobatan dan keberhasilan terapi tetap menunjukkan tren positif.
Pencegahan Tuberkulosis
Selain menemukan dan mengobati pasien tuberkulosis, upaya pencegahan juga dilakukan. Termasuk upaya penemuan kasus TBC laten. Ini adalah kondisi infeksi bakteri TBC yang "tidur" di dalam tubuh tanpa menunjukkan gejala apa pun dan tidak menular.
Terapi Pencegahan TBC dengan TPT
Selain itu, upaya lain dengan pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT). Kemenkes mengungkapkan hingga akhir September 2025, 143.284 orang telah menjalani TPT.
Angka ini meningkat signifikan dibanding 79.008 orang pada tahun sebelumnya.
Mengutip laman Stop TB, tujuan pemberian TPT adalah untuk mencegah terjadinya sakit TBC sehingga dapat menurunkan beban TBC.
Kelompok yang perlu TPT:
- Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
- Kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi bakteriologis yakni pada anak usia di bawah 5 tahun, anak usia 5-14 tahun, remaja dan dewasa (usia di atas 15 tahun)
- Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif. Misalnya pada pasien immunokompremais seperti pasein kanker atau yang bakal jalani transplantasi organ. Bisa juga warga binaan pemasyarakatan, petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak militer.
Wamenkes Benny: Eliminasi TBC Perlu Kolaborasi Lintas Sektor
Salah satu langkah Indonesia untuk mempercepat eliminasi tuberkulosis dengan memperkuat kolaborasi lintas sektor. Hal ini disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Benjamin Paulus Octavianus yang juga dokter spesialis paru.
Kolaborasi ini melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Kementerian Sosial, serta TNI dan Polri.
“TBC bukan hanya soal penyakit, tapi juga soal sosial dan lingkungan. Banyak pasien tinggal di rumah yang lembab, minim ventilasi, atau tanpa cahaya matahari. Maka kita harus kerja bersama lintas kementerian, dari perbaikan rumah, sanitasi, sampai jaminan sosial bagi pasien,” jelas Benny pada temu media di Kantor Kemenkes Jakarta, Jumat, 17 Oktober 2025.
Selain itu, Benny menegaskan bahwa pasien TBC tidak boleh distigma atau dijauhi karena penyakit ini dapat disembuhkan sepenuhnya dengan pengobatan yang tepat.
“Pasien TBC sensitif obat itu 95 persen dari total pasien. Setelah dua minggu sampai satu bulan minum obat, kumannya sudah mati dan dia tidak menular lagi. Jadi tidak ada alasan untuk memecat pekerja yang sedang berobat. Kami akan koordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan agar hal ini dijaga,” paparnya.