4 Cara Lindungi Kulit dari Paparan Mikroplastik yang Picu Percepatan Penuaan

22 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik.

Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova mengungkapkan penelitian yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota, yang terbentuk dari degradasi limbah plastik melayang di udara akibat aktivitas manusia.

"Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka," kata Reza melalui keterangan tertulis, melansir Antara, Jumat 17 Oktober 2025.

Terkait adanya mikroplastik pada air hujan di Jakarta, dermatolog Arini Astasari Widodo membagikan empat tips melindungi kulit dari paparan mikroplastik. Keempat cara itu adalah:

Jaga Skin Barrier

Langkah pertama adalah menjaga integritas sawar kulit (skin barrier), karena kulit yang sehat merupakan pertahanan terbaik.

“Gunakan sabun lembut tanpa SLS (Sodium Lauryl Sulfate), rutin memakai pelembap dengan kandungan ceramide atau niacinamide, dan hindari sabun antiseptik keras yang dapat merusak lapisan pelindung alami kulit,” kata Kepala Departemen Dermatologi Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA), Jakarta Barat dalam keterangan tertulis, dikutip pada Minggu (2/11/2025).

Rutin Bersihkan Kulit

Kedua, biasakan membersihkan kulit setelah terpapar hujan atau debu kota, karena mikroplastik dapat menempel pada keringat dan minyak kulit. Mencuci wajah dan tubuh dengan air bersih serta sabun ringan dapat membantu mengurangi akumulasi partikel tersebut.

Gunakan Pakaian Pelindung dan Tabir Surya

Ketiga, gunakan pakaian pelindung dan sunscreen (tabir surya) saat aktivitas luar ruangan. Sunscreen tidak hanya mencegah efek UV, tetapi juga berfungsi sebagai lapisan tambahan yang mengurangi kontak langsung partikel dengan kulit.

Kurangi Penggunaan Plastik

Selain itu, di tingkat masyarakat luas, penting untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mendukung kebijakan pengelolaan limbah plastik, karena akar masalah hujan mikroplastik berasal dari polusi plastik yang terus meningkat di lingkungan.

Dampak Paparan Mikroplastik pada Kulit

Sebelumnya, disampaikan bahwa hujan mengandung mikroplastik yang terserap lewat luka di kulit berpotensi memicu peradangan kronik ringan.

Menurut Arini, secara umum kulit sehat memiliki lapisan pelindung berupa stratum corneum yang cukup efektif menahan partikel besar seperti mikroplastik. Namun, pada kondisi tertentu misalnya pada kulit yang kering, luka, terbakar matahari, atau memiliki penyakit kulit kronik seperti dermatitis atopik, barier kulit menjadi lebih mudah ditembus.

Studi eksperimental pada kulit hewan dan jaringan manusia menunjukkan bahwa nanoplastik dengan ukuran di bawah 100 nanometer dapat menembus lapisan epidermis dan mencapai dermis superfisial, di mana partikel ini dapat berinteraksi dengan sel imun seperti makrofag dan limfosit.

“Reaksi ini dapat menimbulkan peradangan kronik ringan yang dalam jangka panjang berpotensi mempercepat penuaan kulit atau memicu munculnya hiperpigmentasi pascainflamasi,” katanya.

Selain itu, beberapa polimer plastik dapat melepaskan reactive oxygen species (ROS) saat terkena sinar UV, sehingga memperburuk kerusakan DNA pada sel kulit.

“Jadi, meski efek langsungnya mungkin tidak segera tampak, paparan berulang dan kronik terhadap mikroplastik berpotensi menyebabkan gangguan kulit jangka panjang,” kata Arini.

Dermatotoksikologi Baru

Arini juga menanggapi soal fenomena hujan mengandung mikroplastik yang terjadi belakangan ini.

“Fenomena hujan mikroplastik memang sangat mengkhawatirkan, karena menunjukkan bahwa polusi plastik kini tidak hanya mencemari laut dan tanah, tetapi juga sudah masuk ke atmosfer dan dapat turun bersama hujan.”

“Artinya, partikel mikroplastik kini menjadi bagian dari udara yang kita hirup dan lingkungan yang bersentuhan langsung dengan kulit setiap hari,” katanya.

Dari sisi dermatologi lingkungan, ini adalah bentuk dermatotoksikologi baru, paparan jangka panjang dari partikel yang tidak terlihat mata, namun berpotensi menimbulkan efek biologis pada kulit.

Penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa mikroplastik berukuran di bawah 10 mikrometer (micro- dan nanoplastics) dapat menempel di permukaan kulit, menembus lapisan kulit yang rusak, dan memicu reaksi peradangan kronik.

“Jadi, kita perlu mulai melihat isu mikroplastik bukan hanya sebagai masalah lingkungan, tetapi juga masalah kesehatan publik, termasuk bagi organ kulit yang menjadi garda terdepan perlindungan tubuh kita,” ujarnya.

Alasan Mikroplastik Berbahaya

Arini menjelaskan, mikroplastik bukan hanya partikel plastik murni, tapi juga membawa berbagai bahan kimia tambahan dari proses produksinya. Di dalam partikel mikroplastik, terdapat zat aditif toksik seperti phthalates, bisphenol A (BPA), polyaromatic hydrocarbons (PAHs), diethylhexyl phthalate (DEHP), serta logam berat seperti kadmium, merkuri, dan timbal.

Dari sisi kulit, bahan-bahan ini bersifat irritan dan sensitisasi kuat. Artinya, mereka bisa menyebabkan dermatitis iritan kontak atau dermatitis alergi kontak, terutama pada individu dengan kulit sensitif atau riwayat eksim atopik. Partikel-partikel kecil ini juga dapat membawa polutan udara lain seperti jelaga dan ozon, yang memperparah stres oksidatif pada kulit, memicu penuaan dini, kerusakan kolagen, dan penurunan fungsi sawar kulit (skin barrier dysfunction).

“Yang paling berbahaya sebenarnya bukan hanya partikel plastiknya, tetapi kombinasi antara partikel mikroplastik dan bahan kimia toksik yang melekat di permukaannya, karena keduanya bekerja sinergis merusak sel kulit dan mempercepat proses inflamasi,” ucapnya.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |