Liputan6.com, Jakarta - Mata merah masih sering disepelekan, hanya dianggap sebagai kondisi umum akibat paparan debu atau terlalu sering menonton layar. Padahal, mata merah bisa menjadi tanda adanya penyakit yang mengintai penglihatan, uveitis.
Uveitis adalah suatu kondisi di mana terjadi peradangan di uvea, lapisan tengah bagian dalam mata, yang dimulai dari iris hingga ke koroid. Uveitis merupakan penyakit yang bisa menyerang berbagai usia.
Menurut Dokter Sub Spesialis Ocular Infection and Immunology, JEC Eye Hospitals and Clinics, Eka Octaviani Budiningtyas atau Vani, uveitis merupakan kondisi darurat, yang mana jika dibiarkan tanpa treatment bisa berujung pada komplikasi.
"Sebenarnya, ini merupakan kegawatan di mata ya. Sebenernya dia butuh early treatment, early diagnosis, agar kita bisa mencegah komplikasi yang sangat tidak kita inginkan, yaitu kebutaan," katanya dalam acara media 'Gangguan Retina dan Uveitis: Masalah Penglihatan yang Sering Terabaikan' pada Rabu, 27 September 2025.
Gejala Uveitis
Vani menyebut, penyakit uveitis terdiri dari tiga jenis, sesuai dengan tempat terkenanya. Uveitis anterior yaitu yang mengenai uvea bagian depan, uveitis intermediate yang mengenai uvea bagian tengah, uveitis posterior yang mengenai uvea bagian belakang, dan pan uveitis yang mengenai semua bagian dari depan hingga belakang.
Uveitis kerap tidak terdeteksi sejak awal karena gejalanya mirip dengan iritasi mata yang dianggap biasa. Menurut Vani, gejala utama yang harus diwaspadai adalah mata merah, nyeri saat terkena cahaya, melihat bintik hitam, dan penglihatan yang kabur.
1. Mata Merah
Ketika mata mengalami peradangan, beberapa tanda bisa muncul di mata. Vani mengatakan, salah satu tanda yang paling sering disadari munculnya adalah mata merah.
Lebih lanjut, Vani menjelaskan bahwa mata merah sendiri hanya sebuah sinyal bahwa telah terjadi peradangan di mata. Untuk mengetahui letak peradagannya, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Ketika peradangan mengenai retina, ini yang menyebabkan hilangnya penglihatan, karena jika peradangan parah, pendarahan bisa terjadi, lebih parah bisa menyebabkan retina lepas.
“Jadi kalau matanya merah kita jangan so tau nih. Oh mata saya merah nih karena kelilipan misalnya. Tentu bisa saja dia uveitis,” ujarnya.
2. Sensitif Cahaya atau Fotofobia
Selain mata merah, uveitis juga sering ditandai dengan sensitifitas terhadap cahaya atau yang disebut juga dengan fotofobia. Fotofobia adalah suatu kondisi di mana terjadi nyeri yang hebat di bagian mata ketika terkena cahaya.
“Yang paling khas lagi adalah fotofobia atau light sensitivity. Jadi kalau lihat cahaya, sakit banget,” ujar Vani.
3. Floaters
Gejala lain yang muncul akibat penyakit uveitis adalah munculnya bayangan hitam kecil yang bergerak di lapang pandang, yang dikenal sebagai floaters. Umumnya berlansung secara berulang.
“Di uveitis juga bisa ada floaters. Jadi kita lihat bayangan hitam terbang-terbang gitu kesana kemari, nah itu biasanya di dalamnya bisa terjadi ada peradangan,” kata Vani.
4. Penglihatan Buram
Selain itu, ada pula kasus uveitis tanpa mata merah, yang terjadi adalah pandangan seketika menjadi kabur. “Kalau misalnya uveitis itu tidak selalu merah. Kadang-kadang pasien datang dengan penglihatan buram, tapi tidak ada merahnya,” jelas Vani.
Penyebab Uveitis
Vani mengatakan, uveitis terjadi melalui berbagai penyebab yang mana penyebab tersebut perlu diidentifikasi melalui pemeriksaan ahli. Secara umum, terdapat empat penyebab terjadinya penyakit ini.
1. Infeksi
Faktor pemicu uveitis yang paling sering adalah infeksi, baik infeksi bakteri, virus, maupun parasit. “Infeksi yang paling sering bisa bakteri, virus, parasit. Sering dengar tokso? “Mata saya kena tokso” nah itu sebenarnya uveitis okular toksoplasmosis. Dia hanya sebagian kecil dari penyebab uveitis yang sering kita dengar,” jelas Vani.
2. Autoimun
Selain infeksi, penyakit autoimun juga disebut kerap menjadi pemicu uveitis. Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh justru menyerang jaringan sehat, termasuk mata. Beberapa penyakit autoimun yang bisa memicu uveitis antara lain lupus, sarkoidosis, hingga sindrom tertentu yang menyerang jaringan mata.
3. Trauma pada mata
Vani juga menjelaskan, trauma pada mata baik yang terjadi karena benturn maupun riwayat operasi sebelumnya, bisa memicu peradangan pada uvea. Misalnya, cedera akibat terbentur bola saat olahraga.
4. Idiopatik
Sebanyak 30 hingga 50 persen kasus uveitis di dunia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Kesimpulan bahwa penyebabnya yang idiopatik perlu melalui berbagai pemeriksaan untuk melihat apakah ada penyebab lain yang memicu penyakit tersebut.
“Itu setelah kita lakukan pemeriksaan, semua negatif, infeksi nggak ada, autoimun nggak ada. Kita masukinnya ke idiopatik,” sebut Vani.
Cara Menangani Uveitis
Uveitis memiliki penyebab yang beragam, sehingga penanganannya tidak bisa disamaratakan. Penanganan uveitis harus disesuaikan dengan penyebab dan tingkat keparahannya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur RS Mata JEC @ Menteng, Referano Agustiawan menegaskan, diagnosis sebagai langkah paling penting untuk menangani uveitis. “Diagnosis di sini sangat penting untuk menentukan langkah kita selanjutnya,” katanya.
Referano menyebut, penanganan kasus ini disesuaikan dengan penyebab penyakitnya. Prosedur pengobatan yang bisa dilakukan yaitu prosedur non-bedah maupun prosedur bedah.
“non-bedah sendiri bisa hanya dengan obat-obatan tetes, obat-obatan minun, kemudian infus sampai dengan operasi. Operasi bisa dilakukan dengan tindakan vitectomy, untuk membersihkan radang atau mengatasi komplikasi yang bisa terjadi akibat uveitis,” jelas Referano.
Pasien disarankan untuk tidak menunda mencari pertolongan begitu mengalami gejala uveitis. Refereno mengingatkan, untuk berhati-hati menggunakan obat-obatan alternatif yang malah bisa memperparah kondisi.
“Jadi, pengobatan alternatif seringkali membutuhkan biaya yang lebih besar daripada pengobaatan di dokter. Itu tantangan paling besar,” ujarnya.