Benarkah Sisa Sabun pada Busa Cuci Piring Justru Berbahaya? Begini Penjelasan Ilmiahnya

3 weeks ago 10

Liputan6.com, Jakarta Spons cuci piring selalu identik dengan kebersihan karena fungsinya menghilangkan minyak, lemak, dan sisa makanan yang menempel di piring maupun alat masak, namun di balik tampilannya yang penuh busa ternyata ada fakta mencengangkan bahwa benda kecil ini justru dapat menyimpan koloni mikroba berbahaya. Dikutip dari jurnal berjudul Microbiome Analysis and Confocal Microscopy of Used Kitchen Spongesiset karya Egert, M., et al (2017), laporan kesehatan rumah tangga dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa spons dapur adalah salah satu benda dengan beban mikroba tertinggi karena sifatnya yang berpori, sering terpapar nutrien dari sisa makanan, dan jarang benar-benar dikeringkan sempurna.

Fenomena ini membuat para ahli higienitas rumah tangga memberi perhatian khusus, sebab perilaku sederhana seperti menyimpan spons dalam keadaan masih berbusa atau merendamnya dalam wadah berisi larutan sabun sisa ternyata bukanlah langkah bijak. Sebaliknya, kondisi ini memperburuk kelembapan dan menjadikan spons sebagai sarang kuman yang mampu menyebarkan penyakit melalui kontaminasi silang antaralat makan maupun permukaan dapur. Potensi penularan ini diperkuat ketika spons digunakan untuk berbagai peralatan berbeda, mulai dari panci bekas daging mentah hingga gelas, karena bakteri bisa berpindah dengan sangat cepat.

Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana proses kontaminasi terjadi pada spons, mengapa sisa sabun bisa memperparah kondisi tersebut, apa saja dampak kesehatannya, metode disinfeksi yang terbukti secara ilmiah, hingga tanda-tanda kapan spons harus diganti. Berikut selengkapnya:

1. Dimana Kontaminasi Dimulai: Pori Spons Menjebak Sisa Makanan

Spons dapur memiliki struktur berpori yang sengaja dirancang agar mudah menghasilkan busa dan membersihkan noda membandel, namun desain ini pula yang membuat partikel makanan kecil tertinggal di sela-selanya sehingga menciptakan habitat sempurna bagi bakteri. Ketika spons digunakan untuk mencuci piring atau alat masak, lemak, protein, dan karbohidrat dari sisa makanan masuk ke pori-pori dan sulit dibilas sempurna dengan air mengalir. Hasilnya, mikroorganisme memiliki sumber nutrisi yang konsisten untuk bertahan hidup bahkan setelah proses pencucian selesai.

Lingkungan dapur yang hangat mempercepat perkembangan mikroba, sementara tekstur spons yang fleksibel memberi ruang bagi bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu lapisan pelindung yang membuat mereka semakin sulit dibasmi. Dalam hitungan jam, jumlah mikroba bisa meningkat drastis sehingga spons yang terlihat bersih ternyata sudah menyimpan koloni kuman dalam jumlah besar. Hal ini diperburuk ketika spons digunakan berulang kali tanpa pengeringan yang memadai, karena kelembapan tinggi merupakan faktor vital bagi pertumbuhan bakteri.

Dengan kondisi tersebut, spons bukan lagi sekadar alat pembersih, melainkan sumber kontaminasi silang yang bisa memindahkan mikroba berbahaya ke berbagai permukaan dapur dan peralatan makan. Bakteri seperti Escherichia coli, Salmonella, hingga Staphylococcus aureus dapat hidup dan berkembang di dalam spons, sehingga risiko keracunan makanan atau infeksi saluran pencernaan meningkat secara signifikan tanpa disadari oleh penghuni rumah.

2. Mengapa Sisa Sabun Memperparah: Busa Bukan Sterilizer, Melainkan Penahan Lembap

Banyak orang beranggapan bahwa menyisakan busa sabun di spons akan membuat spons tetap steril, padahal yang terjadi justru sebaliknya karena busa sabun yang tertinggal bercampur dengan partikel minyak dan makanan yang belum sepenuhnya hilang. Campuran ini kemudian menempel pada pori-pori dan mempertahankan kelembapan spons lebih lama, yang menjadi kondisi ideal untuk bakteri bertahan hidup. Dengan kata lain, residu sabun bukanlah pembunuh kuman, melainkan penghambat pengeringan yang memperburuk masalah kebersihan.

Praktik umum lainnya adalah merendam spons dalam wadah berisi cairan sabun yang sudah dipakai, dengan harapan larutan tersebut mampu membunuh kuman secara terus-menerus. Faktanya, larutan sabun yang telah bercampur dengan sisa minyak justru berubah menjadi media nutrisi tambahan bagi mikroorganisme sehingga spons yang direndam malah menjadi lebih kotor. Kebiasaan seperti ini tidak hanya gagal melindungi dapur dari kontaminasi, tetapi juga mempercepat pertumbuhan koloni bakteri di dalam spons.

Masalah utamanya bukan pada sabun sebagai bahan pembersih, melainkan pada kesalahan cara penyimpanan spons setelah digunakan. Spons yang disimpan dalam keadaan berbusa akan sulit kering, sehingga siklus kelembapan tinggi terus berulang. Akibatnya, spons tidak pernah benar-benar bersih, meskipun terlihat penuh busa, dan justru menjadi ancaman tersembunyi yang dapat memindahkan bakteri ke alat makan berikutnya yang dicuci.

3. Dampak Kesehatan: Dari Kontaminasi Silang hingga Gangguan Pencernaan

Spons yang sudah terkontaminasi bakteri dalam jumlah besar dapat menimbulkan bahaya serius karena menjadi perantara kontaminasi silang antarperalatan dapur. Ketika spons yang sama digunakan untuk membersihkan panci, talenan, dan piring, maka mikroba dari bahan makanan mentah dapat berpindah dengan cepat ke peralatan lain yang langsung bersentuhan dengan makanan matang. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya keracunan makanan, terutama bila piring atau sendok garpu yang terkontaminasi tidak dibilas dengan air bersih secara menyeluruh.

Biofilm yang terbentuk pada pori spons juga membuat mikroorganisme menjadi lebih tahan terhadap pencucian biasa. Bakteri dalam biofilm dilapisi oleh zat lengket yang membuat mereka sulit diluruhkan hanya dengan bilasan air atau sabun, sehingga mereka tetap bertahan meski spons terlihat bersih dari luar. Akibatnya, bau apek sering muncul sebagai tanda awal pertumbuhan mikroba, yang seharusnya menjadi peringatan bagi pengguna untuk segera mensterilkan atau mengganti spons.

Gangguan kesehatan yang dapat muncul akibat penggunaan spons kotor antara lain diare, kram perut, muntah, dan gejala infeksi pencernaan lainnya. Rumah tangga dengan anak kecil, lansia, atau individu dengan daya tahan tubuh lemah memiliki risiko lebih tinggi karena paparan bakteri dari spons yang tidak higienis dapat dengan cepat memicu gejala penyakit. Karena itu, memahami risiko kesehatan dari spons cuci piring adalah langkah penting dalam menjaga kebersihan dapur secara keseluruhan.

4. Langkah Disinfeksi yang Terbukti: Microwave, Larutan Klorin, dan Siklus Panas

Sejumlah penelitian laboratorium menemukan bahwa metode pemanasan dengan microwave merupakan salah satu cara paling efektif untuk membunuh mikroba dalam spons. Spons yang sudah dibasahi kemudian dipanaskan selama satu hingga dua menit pada daya tinggi terbukti mampu menurunkan jumlah bakteri secara drastis, asalkan spons bebas logam dan proses dilakukan dengan pengawasan. Dengan teknik ini, beban mikroba dapat berkurang signifikan sehingga spons tetap bisa digunakan lebih lama dengan risiko yang lebih rendah.

Selain microwave, larutan pemutih berbasis klorin juga dikenal ampuh dalam menembus biofilm dan merusak sel bakteri. Merendam spons dalam larutan pemutih terukur selama beberapa menit sebelum dibilas bersih merupakan metode yang mudah dilakukan di rumah. Larutan klorin bekerja lebih efektif dibanding sekadar air sabun karena sifat oksidatifnya yang kuat mampu menghancurkan struktur sel bakteri maupun jamur.

Metode lainnya adalah mencuci spons dalam mesin cuci piring yang menggunakan suhu tinggi pada siklus pencucian dan pengeringan. Kombinasi panas dan deterjen mampu menurunkan jumlah mikroba secara signifikan, meski efektivitasnya tergantung pada jenis spons. Apa pun metodenya, kebiasaan mengeringkan spons setelah digunakan tetap menjadi langkah utama untuk mencegah spons kembali menjadi lembap dan sarang kuman.

5. Kapan Harus Ganti dan Cara Pakai yang Benar: Interval, Tanda, dan Sisi Spons

Meski berbagai metode disinfeksi dapat memperpanjang umur spons, penggantian rutin tetap diperlukan agar kebersihan tetap terjaga. Idealnya, spons diganti setiap satu hingga dua minggu sekali, atau segera jika sudah mengeluarkan bau tidak sedap, berubah warna, atau terasa lembek saat diperas. Tanda-tanda tersebut menandakan bahwa biofilm bakteri sudah terbentuk dalam jumlah besar sehingga spons tidak lagi layak digunakan meskipun tampak bersih dari luar.

Selain memperhatikan interval penggantian, cara menggunakan spons juga berpengaruh terhadap tingkat kebersihan. Sisi kuning atau halus sebaiknya digunakan untuk permukaan sensitif dan sebagai pembawa busa, sementara sisi hijau atau kasar digunakan untuk noda membandel. Pemakaian yang sesuai akan mengurangi kerusakan serat spons sehingga tidak cepat lembap, serta memudahkan proses pengeringan setelah dipakai.

Penting pula untuk memisahkan penggunaan spons berdasarkan fungsi, misalnya spons khusus untuk piring, spons berbeda untuk panci, dan jangan gunakan spons dapur untuk area non-dapur seperti kamar mandi. Setelah dipakai, spons harus dibilas hingga busa hilang, diperas kuat, dan diletakkan di tempat terbuka agar cepat kering. Dengan cara ini, risiko pertumbuhan mikroba bisa ditekan sehingga dapur lebih aman dan higienis.

People Also Ask (5 Q&A)

1) Seberapa sering spons cuci piring harus diganti?

Idealnya setiap 1–2 minggu sekali, atau lebih cepat bila spons sudah bau, berubah warna, atau terasa lembek.

2) Apakah sabun cuci piring otomatis membunuh kuman di spons?

Tidak, sabun hanya membantu meluruhkan kotoran tetapi tidak menghilangkan bakteri jika spons tetap lembap.

3) Cara mensterilkan spons yang paling efektif di rumah?

Basahi spons lalu panaskan 1–2 menit di microwave, atau rendam dalam larutan pemutih sebelum dibilas bersih.

4) Lebih higienis mana, spons atau sikat?

Sikat atau scrubber silikon lebih cepat kering sehingga cenderung lebih higienis, tetapi tetap harus dibersihkan rutin.

5) Apakah aman merendam spons dalam larutan sabun agar tetap steril?

Tidak disarankan karena larutan sabun sisa justru menjadi media pertumbuhan bakteri akibat campuran minyak dan makanan.

Foto Pilihan

Murid sekolah dasar diperiksa mulut dan giginya saat kegiatan Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SD Prestasi Global, Depok, Jawa Barat, Senin (4/8/2025).
Read Entire Article
Helath | Pilkada |