Bipolar vs Skizofrenia: Pahami Perbedaannya agar Tak Salah Tangkap!

1 month ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Gangguan Bipolar (GB) dan Skizofrenia, dua kondisi kesehatan mental serius, seringkali disalahpahami. Meskipun sama-sama memengaruhi pikiran, suasana hati, dan perilaku, keduanya memiliki perbedaan mendasar yang perlu dipahami.

Perbedaan ini krusial, terutama dalam mendiagnosis dan merawat, khususnya pada anak-anak dan remaja yang gejalanya mungkin kurang terlihat. Kesalahpahaman bisa berakibat fatal, menunda penanganan yang tepat dan berdampak buruk pada kualitas hidup penderitanya.

Faktor Risiko Skizofrenia: Lebih dari Sekadar Genetik

Skizofrenia, gangguan mental kronis yang mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan berperilaku, memiliki faktor risiko yang kompleks. Bukan hanya genetik, tetapi juga faktor lingkungan dan perkembangan otak berperan penting.

Komplikasi sejak lahir (perinatal) juga menjadi faktor risiko yang signifikan. Bayi yang mengalami kesulitan saat lahir atau kekurangan oksigen berpotensi lebih tinggi terkena Skizofrenia.

Selain itu, kelainan struktur otak (neurodevelopmental) juga dikaitkan dengan peningkatan risiko Skizofrenia. Faktor lingkungan seperti stres, trauma, dan paparan zat-zat tertentu juga dapat memicu munculnya gangguan ini.

Kondisi Kronis pada Anak-anak dan Remaja: Deteksi Dini Sangat Penting

Baik Gangguan Bipolar maupun Skizofrenia dapat muncul di usia muda, bahkan pada anak-anak dan remaja. Ini menjadi tantangan tersendiri karena gejalanya seringkali sulit dibedakan dari perilaku remaja yang umum.

"Tantangan kesehatan mental seperti GB dan skizofrenia, yang dulunya dianggap hanya menyerang orang dewasa, kini juga memengaruhi anak-anak dan remaja dengan tingkat yang mengkhawatirkan," ungkap Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, mengutip ANTARA.

Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting. Pengenalan gejala sejak awal dapat membantu intervensi tepat waktu dan mencegah dampak negatif yang lebih serius pada perkembangan anak dan remaja.

Penanganan yang tepat, termasuk terapi medis dan psikososial, sangat krusial untuk membantu anak-anak dan remaja dengan GB atau Skizofrenia. Dukungan keluarga dan lingkungan juga tak kalah penting.

Gejala Utama: Membedakan Bipolar dan Skizofrenia

Gangguan Bipolar ditandai oleh perubahan suasana hati yang ekstrem, berayun antara episode mania (suasana hati sangat meningkat, mudah marah, energi berlebihan) dan episode depresi (suasana hati sangat tertekan, kehilangan minat, pikiran untuk bunuh diri).

Sementara itu, Skizofrenia melibatkan gangguan pada proses berpikir, persepsi, dan isi pikiran. Gejala meliputi halusinasi (mendengar atau melihat hal yang tidak nyata), delusi (keyakinan yang salah dan tidak masuk akal), bicara dan perilaku yang tidak teratur.

Skizofrenia juga ditandai dengan gejala negatif seperti kurangnya motivasi dan ekspresi emosi (gejala negatif). Perbedaan ini jelas menunjukkan perlunya diagnosis yang akurat oleh profesional kesehatan mental.

Perbedaan Penanganan: Terapi yang Tepat Sasar

Penanganan Gangguan Bipolar dan Skizofrenia memerlukan pendekatan yang berbeda. GB seringkali ditangani dengan kombinasi terapi obat-obatan mood stabilizer dan psikoterapi.

Sedangkan Skizofrenia biasanya membutuhkan antipsikotik untuk mengelola gejala positif seperti halusinasi dan delusi. Psikoterapi juga penting untuk membantu pasien mengembangkan mekanisme koping.

Kedua kondisi ini memerlukan penanganan jangka panjang dan dukungan yang komprehensif dari keluarga, lingkungan, dan tenaga profesional kesehatan mental. Kepatuhan terhadap pengobatan sangat penting untuk keberhasilan terapi.

Mengatasi Stigma dan Meningkatkan Kesadaran

Stigma terhadap gangguan jiwa masih menjadi hambatan besar dalam penanganan GB dan Skizofrenia. Kurangnya pemahaman masyarakat seringkali membuat penderita enggan mencari bantuan.

Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kedua kondisi ini. Dengan memahami perbedaan dan karakteristik masing-masing gangguan, kita dapat membangun empati dan mendukung proses pemulihan para penyintas.

"Dengan penanganan yang tepat, anak dan remaja dapat belajar mengelola perubahan suasana perasaan mereka agar bisa menjadi pulih dan menjalani kehidupan yang tetap produktif di tengah masyarakat," tambah Prof. Tjhin.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |