Liputan6.com, Jakarta - Cacing keluar dari mulut bocah Bengkulu, Khaira Nur Sabrina yang baru menginjak usia 1,8 tahun.
Warga Desa Sungai Petai, Kecamatan Talo Kecil, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu ini harus mendapat penanganan medis usai mengalami gejala cacingan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma Rudi Syawaludin mengatakan, saat ini balita tersebut dirawat secara intensif dengan analisis awal mengalami gejala gizi buruk serta penyakit cacing.
"Perlu penanganan khusus, selama ini kita intervensi gizi buruknya saja, ternyata ada gejala cacingan," ujar Rudi, Senin (15/9) mengutip Regional Liputan6.com.
Dinkes setempat sudah melakukan koordinasi lintas program dengan Puskesmas, dan dinas Sosial untuk membuat klasterisasi penanganan. Sebab setelah ditelusuri ternyata orangtua pasien adalah keluarga miskin dan tinggal di tempat yang tidak layak huni.
Dinkes Kabupaten Seluma tengah berupaya melakukan gerak cepat guna memperkuat klaster Integrasi Layanan Primer, terkait pemberian obat cacing dan juga dengan pemberian makanan tambahan kepada keluarga.
Tak hanya, Khaira, kakaknya yang baru menginjak usia 4 tahun juga diduga mengalami penyakit serupa.
"Ada indikasi kakaknya juga berkemungkinan terkena penyakit serupa. Berumur empat tahun dan juga dirawat," lanjut Rudi.
Ini merupakan kasus perdana terjadi di Kabupaten Seluma. "Saat ini masih ditangani tim medis RSUD Seluma dan akan dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap," ujarnya.
Sungguh ironi, seorang bocah berusia 3 tahun di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, meninggal dunia dengan kondisi tubuh yang dipenuhi cacing. Penanganan kesehatan bocah yang terkendala birokrasi membuat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi buka suara.
Tinggal di Rumah Tak Layak Huni
Dalam beberapa video viral yang beredar, diperlihatkan bahwa kediaman keluarga Khaira terbilang tak layak.
Rumahnya berdinding papan dan beralaskan tanah dengan kondisi yang berantakan. Sementara, dapurnya berada di belakang rumah dengan perapian yang terbuat dari susunan batu tanpa alat masak memadai.
Dapur itu terletak tepat di sebelah saluran air, seperti selokan atau parit buatan yang mengalirkan air bekas pakai dari jamban. Kamar mandi atau jambannya sendiri terletak kurang lebih satu meter dari dapur tersebut, dengan sanitasi yang kotor dan tak memadai.
Ingatkan pada Kasus Raya
Kasus Khaira dan kakaknya mengingatkan pada nasib malang yang menimpa bocah Sukabumi, Raya.
Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025 setelah mengidap kecacingan. Cacing tidak hanya hidup di usus, tapi juga berkembang biak hingga masuk ke organ vital, termasuk otaknya.
Sebuah video yang sempat viral bahkan memperlihatkan cacing berukuran besar ditarik keluar dari lubang hidungnya.
Terkait kasus Raya, Ahli Parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. dr. Saleha Sungkar, MS, Sp.Par.K menjelaskan bahwa cacingan bisa menyerang semua usia. Namun, kasus paling sering ditemukan pada anak-anak usia TK dan SD.
Menurut Prof. Saleha, cacing gelang (Ascaris lumbricoides) hidup di rongga usus. Cacing betina bertelur, dan telur ini dikeluarkan bersama feses saat anak buang air besar (BAB).
"Kalau BAB di toilet, telur cacing akan masuk ke septik tank dan mati. Tapi, jika BAB di tanah, telur bisa menetas dan berkembang menjadi larva dalam waktu sekitar tiga minggu," kata Prof. Saleha kepada Health Liputan6.com melalui aplikasi pesan singkat, Rabu, 20 Agustus 2025.
Cara Anak Terserang Cacingan
Jika anak bermain di tanah dan telur menempel di tangan, lalu memegang makanan, telur bisa ikut tertelan, lanjut Saleha.
Sesampainya di usus halus, telur menetas menjadi larva, menembus dinding usus, masuk ke pembuluh darah atau saluran limfe, kemudian mengalir ke jantung, paru-paru, dan akhirnya kembali ke usus halus.
"Di sana, larva berkembang menjadi cacing dewasa dalam waktu dua sampai tiga bulan," ujarnya.
Beberapa kebiasaan dapat meningkatkan risiko cacingan, antara lain:
- BAB sembarangan, misalnya di kebun, got, atau halaman rumah.
- Tidak mencuci tangan setelah bermain tanah, sebelum makan, atau sesudah BAB.
- Makanan tidak ditutup rapat sehingga mudah dihinggapi lalat, yang bisa menularkan telur cacing dari feses ke makanan.
Penyakit cacingan dapat dicegah sebelum parah, yakni dengan:
- Minum obat cacing setiap 6 bulan (albendazol 1 tablet atau pirantel pamoat).
- Memberikan edukasi kepada anak untuk tidak BAB sembarangan.
- Mencuci tangan dengan benar setelah memegang tanah, sebelum makan, dan sesudah BAB.
- Menjaga kebersihan makanan dengan menutup rapat agar tidak dihinggapi lalat.
Dengan langkah-langkah pencegahan ini, risiko cacingan pada anak dapat diminimalkan dan kesehatan mereka lebih terjaga.