BPJS Kesehatan Tak Selalu Menanggung Kanker Stadium Lanjut, Kenali Pentingnya Deteksi Dini

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, mengajak untuk memeriksa kanker payudara sedini mungkin. Hal ini berkaitan dengan BPJS yang disebut tidak dapat menanggung biaya kemoterapi pada kanker stadium lanjut.

"Makin dini, bahkan katanya stadium nol itu malah murah banget. Maksudnya akan ada BPJS yang nanggung, jadi pembiayaannya juga akan semakin murah. Karena kalau sudah yang stadium lanjut obat kemoterapinya normal ya, bahkan nggak ditanggung oleh BPJS," ujarnya dalam acara diskusi Forum Ngobras ‘Pendekatan Multidisiplin dalam Perawatan Kanker Payudara di Stadium Lanjut’ pada Selasa, 28 Oktober 2025.

Dia, menambahkan, pemeriksaan kanker payudara di usia dini juga menjadi upaya memutus siklus. Menurutnya, siklus ini dapat terjadi karena adanya peningkatan jumlah antrean BPJS seiring bertambahnya pula pasien kanker payudara stadium lanjut.

Dalam kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, DR.dr. Andhika Rahman, SpPD-KHOM, beberapa obat dapat ditanggung BPJS dengan catatan masih pada stadium awal. Jika penyakit sudah berisiko tinggi, terutama pada kanker payudara yang memerlukan operasi, kemoterapi, hingga radiasi, BPJS belum bisa menanggungnya.

Andhika menjelaskan bahwa untuk mendapatkan diagnosis dini, pasien dapat memprosesnya baik dengan BPJS maupun asuransi swasta.

Lebih lanjut, dia memaparkan perbedaan diantara keduanya. Secara garis besar, perbedaan BPJS dan asuransi swasta terletak pada proses administrasi. Ini menjadi salah satu hambatan perempuan Indonesia dalam keterlambatan pemeriksaan kanker payudara.

Dia menjelaskan bahwa sebagian besar asuransi swasta memerlukan waktu yang banyak dalam proses administrasi. Hal ini tentu menjadi kesempatan bagi sel kanker yang belum terdeteksi kian berkembang.

Sedangkan BPJS, waktu administrasinya lebih pendek tapi tetap harus memerhatikan tingkatan kanker karena setiap tingkat dan pengobatannya berbeda.

"Untuk sekelas ke RSCM itu butuh waktu dan butuh biaya yang besar untuk seorang pasien yang ada kegiatan. Seperti itulah yang terjadi. Sehingga memang edukasi dari berbagai asuransi, apakah dia edukasi melalui teman-teman survivor atau dari media-media seperti perusahaan sekarang ini sangat penting. Karena menurut saya, benjolan kecil saja bisa berarti banyak," ujarnya.

Andhika menyebutkan bahwa ada cara alternatif bagi perempuan untuk mendeteksi kanker payudara. Cara ini bertujuan agar hambatan-hambatan yang dihadapi perempuan Indonesia bisa berkurang, seperti ketiadaan waktu senggang atau hambatan finansial.

Dia merekomendasikan perempuan Indonesia untuk melakukan program SADARI atau Pemeriksaan Payudara Sendiri. Pemeriksaan ini baiknya dilakukan setelah selesai menstruasi, karena payudara sudah tidak dikontrol oleh hormon.

Dengan kondisi seperti itu, benjolan yang menjadi tanda utama kanker payudara akan terlihat bahkan terasa jika dipegang. Dia, melanjutkan, setelah benjolan terdeteksi, pasien bisa melakukan SADANIS atau Pemeriksaan Payudara Secara Klinis oleh Tenaga Kesehatan.

"Jika digabungkan dengan SADANIS yang namanya periksa payudara klinis, itu 80 persen akan menyempitkan sel kanker berat, menyempitkan kanker yang advance," ujarnya.

Andhika menegaskan bahwa pemeriksaan kanker payudara pada usia dini sangat penting. Meski hambatannya selalu ada, banyak cara-cara lain yang dapat ditempuh untuk menjadi sehat. Semuanya berawal dari kesadaran diri sendiri.