Bukan Sekadar Bagi Makan, Program MBG Adalah Investasi Gizi untuk Masa Depan Anak Indonesia

16 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Program Makanan Bergizi (MBG) merupakan inisiatif pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk yang masih menjadi tantangan di negara ini. Program ini tidak hanya sekadar menyediakan makanan, tapi juga berfungsi sebagai investasi jangka panjang untuk masa depan anak-anak Indonesia. Dengan fokus pada peningkatan gizi, MBG diharapkan dapat mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Menurut ahli gizi yang sedang menempuh studi PhD di Cornell University, Mochammad Rizal, MS, RD, program ini sangat penting untuk mengatasi permasalahan gizi yang kompleks. 

"Permasalahan gizi yang ingin kita atasi saat ini bukan hanya tentang tinggi badan, tetapi juga kualitas hidup dan potensi ekonomi anak di masa depan," kata Rizal. Hal ini menunjukkan bahwa MBG memiliki dampak yang luas terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia di masa depan.

Indonesia saat ini menghadapi beban gizi ganda, yang mencakup masalah stunting, anemia, dan obesitas. Masalah ini terutama mengancam anak-anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Stunting tidak hanya berdampak pada tinggi badan, tapi juga berpengaruh pada kualitas hidup dan tingkat IQ anak. Oleh karena itu, MBG diharapkan dapat memberikan solusi yang efektif.

Tujuan dan Dampak Positif Program MBG

Program MBG memiliki tujuan utama untuk memastikan akses pangan bagi anak-anak dari keluarga menengah ke bawah. Jika dijalankan dengan konsisten dan menyajikan makanan bergizi berkualitas, program ini berpotensi memberikan dampak positif yang berkelanjutan.

"Dampak yang paling utama adalah peningkatan kesehatan dan gizi," kata Rizal. Dalam jangka pendek, peningkatan status gizi anak akan terlihat, seperti penurunan angka anemia.

Selain itu, anak-anak yang tumbuh sehat diharapkan akan melahirkan generasi yang bebas stunting di masa depan. Program ini juga diharapkan dapat memotivasi anak untuk semangat datang ke sekolah. 

Dengan perut yang terisi makanan bergizi, konsentrasi belajar siswa diharapkan meningkat, sehingga dapat mendongkrak produktivitas rantai pasok pangan lokal.

Tantangan Implementasi di Lapangan

Namun, implementasi MBG di lapangan tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kebiasaan makan anak-anak yang terbiasa mengonsumsi makanan olahan tinggi gula, garam, dan lemak. 

"Menu MBG yang ideal justru berisiko tinggi tidak dihabiskan, sementara menu berbasis makanan olahan justru mengalihkan tujuan utama pemenuhan gizi dari program ini," kata dia. Agar perubahan perilaku makan sehat di sekolah dapat terukur, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi rutin.

Sekolah diharapkan mencatat jumlah makanan yang tidak habis, melaporkan makanan yang tidak layak konsumsi, serta setiap kejadian tak terduga seperti insiden keamanan pangan.

Ketentuan ini telah diatur dalam Panduan Implementasi Program MBG di Satuan Pendidikan yang disusun oleh Kemendikdasmen tahun 2025.

Integrasi dengan Edukasi Gizi

Peran ahli gizi dalam program ini sangat penting untuk memastikan keseimbangan gizi dan keamanan pangan. Namun, beban kerja di lapangan masih menjadi tantangan.

"Rasio satu ahli gizi untuk memantau 3.000 hingga 4.000 porsi sangat berat dan bisa meningkatkan risiko insiden keamanan pangan," kata Rizal.

Dia menyambut baik kebijakan baru yang membatasi produksi maksimal 2.000 porsi pada setiap Satuan Penyediaan Pangan Bergizi (SPPG). "Regulasi baru ini merupakan langkah perbaikan yang baik," tambahnya.

MBG juga perlu diintegrasikan dengan edukasi gizi kepada anak dan keluarga. Ahli gizi berperan penting dalam memberikan pemahaman tentang pola makan sehat. "Ini program baru sehingga masih banyak tantangan yang perlu dibenahi, termasuk memberikan masukan yang baik sangat dibutuhkan," ujarnya.

Dengan kolaborasi yang baik, implementasi yang tepat, serta monitoring yang ketat, MBG memiliki potensi besar untuk menciptakan generasi emas Indonesia 2045 yang sehat, cerdas, dan produktif.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |