Hardiknas 2025, Pengamat Ungkap Kondisi Dunia Pendidikan Kedokteran Indonesia Saat Ini

12 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) jatuh pada 2 Mei 2025 atau tepat hari ini. Pada momen ini, pengamat manajemen kesehatan, dr. Puspita Wijayanti, MMRS., mengulas tentang kondisi pendidikan kedokteran dewasa ini.

“Bagaimana kondisi dunia pendidikan kedokteran Indonesia saat ini, Menurut pengamatan saya, pendidikan kedokteran Indonesia saat ini berada dalam persimpangan historis: antara kebanggaan terhadap jumlah lulusan yang meningkat dan kegelisahan akan kualitas serta etika sistemnya,” kata Puspita kepada Health Liputan6.com, Jumat (2/5/2025).

“Di satu sisi, kita melihat antusiasme tinggi anak muda untuk menjadi dokter. Tapi di sisi lain, sistem pendidikannya sering membebani peserta didik secara fisik, psikis, dan finansial,” tambahnya.

Menurut Puspita, hal ini mencerminkan kegagalan dalam membangun pendidikan dokter sebagai human capital investment alias investasi modal manusia.

“Paradoks ini mencerminkan kegagalan kita membangun pendidikan dokter sebagai human capital investment, bukan sekadar proses seleksi bertingkat dan birokratis,” katanya.

Lantas, apa saja hal yang perlu dibenahi dari sistem pendidikan kedokteran di Indonesia?

Belum selesai kasus dugaan pemerkosaan oleh dokter residen PPDS anestesi di Unpad dan pelecehan oleh dokter kandungan di Garut. Seorang dokter PPDS di Universitas Indonesia ditangkap polisi. Dokter gigi berinisial MAES itu diduga nekat merekam seoran...

3 Hal Mendesak yang Perlu Segera Dibenahi

Menurut Puspita, ada tiga hal mendesak yang tak bisa lagi diabaikan, yakni:

Kekacauan Peran Institusional

Pendidikan dokter di Indonesia masih terjebak dalam tarik ulur kewenangan antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan rumah sakit pendidikan.

“Peserta didik sering kali menjadi korban regulasi yang tumpang tindih. Bekerja di ruang klinis tanpa status hukum yang jelas, tanpa jaminan pedagogi yang layak.”

Tanpa kejelasan struktur dan perlindungan, mustahil membangun pendidikan dokter yang menjunjung etika, mutu, dan keadilan sosial.

Minimnya Perlindungan terhadap Peserta Didik

Masih marak praktik kekerasan, jam kerja eksploitatif, hingga ketidakpastian status.

“Mereka mahasiswa atau tenaga kerja medis? Ini adalah bentuk permasalahan sistemik dalam menjamin hak dasar peserta didik: rasa aman, layak, dan bermartabat.”

Absennya Peta Jalan Nasional

Hingga kini, Indonesia dinilai belum memiliki visi jangka panjang yang tegas.

“Apakah pendidikan kedokteran Indonesia ingin mencetak klinisi, pemimpin kesehatan masyarakat, peneliti, atau inovator?”

Tanpa arah yang terang, pendidikan dokter hanya bergerak reaktif, merespons krisis demi krisis, tanpa pijakan strategis untuk masa depan.

Berkaca dari Sistem Pendidikan Kedokteran di Negara Lain

Lebih lanjut, Puspita menyampaikan, dari Belanda, kita belajar soal sistem entrustable professional activities (EPA) yang menekankan kepercayaan dan tanggung jawab bertahap, bukan semata jam kerja.

“Dari Thailand dan Jepang, kita bisa meneladani integrasi rumah sakit pendidikan berbasis negara dengan regulasi yang tegas namun manusiawi.”

Dari Skandinavia, kita belajar bahwa well being peserta didik bukanlah ekstra, melainkan pondasi.

“Kita tidak perlu menyalin itu semua,  tapi harus berani membangun sistem yang relevan. Berpihak pada masyarakat, berbasis bukti, dan mengakar pada martabat profesi sejak hari pertama belajar hingga hari terakhir mengabdi,” ucap Puspita.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |