Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendukung pengembangan obat bahan alam (OBA) termasuk jamu yang dikenal sebagai warisan budaya Indonesia.
“Badan POM selaku otoritas pengawas di bidang obat tradisional mendukung pemanfaatan jamu ini dengan cara apa?” kata Deputi 2 BPOM, Mohamad Kashuri dalam peringatan Hari Jamu Nasional bersama Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) di Jakarta, Minggu (25/5/2025).
“Yang pertama, inovasi regulasi. Mendukung percepatan uji klinik yang mungkin selama ini masih mengalami hambatan. Kami siap, tidak hanya mendampingi tapi membantu apa yang terjadi,” tambahnya.
Dia menyampaikan, selama ini banyak produk herbal yang tidak berhasil menjadi produk komersial karena ternyata uji kliniknya tidak berdasarkan cara uji klinik yang baik. Sehingga, bukti yang didapatkan tidak sesuai dengan tujuan awal.
“Tentu ini tidak bisa kita terima. Oleh karenanya, kita siap melakukan pendampingan agar uji klinik tersebut bisa terlaksana dengan baik,” ujarnya.
Di era modern seperti saat ini, ramuan herbal tradisional dimodifikasi sedemikian rupa supaya tidak hilang ditelan zaman. Itulah yang dilakukan oleh warga Desa Nguter, Sukohardjo yang merupakan sentra pembuatan jamu. Berikut Berani Berubah Spesial Ha...
Dorong Industri Kolaborasi dengan Para Peneliti
Tak henti di penelitian, sambungnya, para industri juga perlu didorong agar mampu membuat produk mereka menjadi produk yang tak hanya aman, bermutu, tapi benar-benar memiliki efikasi yang memadai.
“Oleh karenanya, kami juga mendampingi dan mendorong para industri ini untuk kolaborasi dengan para periset dan akademisi untuk membuat penelitian ilmiah menjadi produk jadi.”
Jamu Bukan Sekadar Ramuan
Sebelumnya, Mohamad Kashuri mengatakan bahwa Hari Jamu Nasional yang jatuh pada 27 Mei merupakan kebangkitan warisan budaya.
“Jamu tidak sekadar ramuan tapi juga cerminan kearifan lokal yang memiliki bukti empiris secara turun-temurun hingga saat ini memiliki banyak bukti ilmiah. Oleh karenanya, obat tradisional ini menjadi semakin menarik kalau kita baca jurnal-jurnalnya,” katanya.
Jamu juga telah banyak dibicarakan dalam seminar, maka ia berharap agar warisan ini tak hanya menjadi objek dalam riset atau seminar tapi juga dapat diwujudkan menjadi karya bangsa.
“Jamu bukan masa lalu yang kita warisi tapi masa depan yang kita ciptakan bersama.”
Kashuri pun mengapresiasi PDPOTJI yang terus berupaya melakukan pengembangan obat tradisional. Menurutnya, kolaborasi antara PDPOTJI dengan para dokter adalah hal yang sangat krusial karena dapat menjembatani ilmu kedokteran modern dengan ilmu kekayaan obat bahan alam Indonesia.
Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Belum Maju
Lebih lanjut, Kashuri menyampaikan alasan di balik belum majunya Indonesia dalam aspek pengembangan obat bahan alam (OBA).
“Kenapa kita belum maju dalam pengembangan obat bahan alam atau yang kita sebut jamu ini? Karena sebagian kita masih menganggap kalau jamu itu hanya dijadikan substitusi obat kimia, tentu sangat sedikit yang bisa tersubstitusi. Bahkan tidak akan sebanding (tidak apple to apple).”
Belajar dari China, sambungnya, masyarakat di sana banyak menggunakan obat herbal sebagai komplemen (pelengkap) dalam pengobatan modern atau pengobatan kimia sintesis.
“Oleh karenanya Badan POM mendorong penggunaan jamu berbasis bukti, berbasiskan ilmu pengetahuan, tapi tetap mengangkat warisan budaya dan nilai-nilai luhur dari kekayaan alam Indonesia,” ucapnya.