Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 9 Tahun 2025 (PerBPOM 9/2025) tentang Pedoman Kajian Risiko Keamanan dan/atau Mutu Obat dan Bahan Obat. Peraturan ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat sistem pengawasan obat di Indonesia, menyusul berbagai kasus cemaran dalam obat yang mengancam keselamatan publik.
Peraturan yang ditetapkan pada 23 April 2025 oleh Kepala BPOM, Prof. Dr. Taruna Ikrar, dan diundangkan pada 2 Mei 2025 ini menjadi acuan penting bagi industri farmasi dalam menilai potensi risiko dari produk obat dan bahan obat sebelum didistribusikan ke masyarakat.
“Peraturan ini disusun tidak hanya untuk menjamin perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk mendukung peningkatan daya saing industri farmasi nasional,” ujar Kepala BPOM, Prof. Taruna Ikrar, dikutip dari laman resmi BPOM.
Fokus pada Keamanan dan Mutu Produk Farmasi
Pedoman dalam PerBPOM 9/2025 menjelaskan kerangka kajian risiko yang menyeluruh terhadap aspek keamanan dan mutu, termasuk parameter kadar bahan aktif, bahan tambahan ( eksipien), hingga kebersihan dari cemaran berbahaya. Obat dan bahan obat wajib memenuhi standar yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia (FI) dan peraturan perundang-undangan lainnya, serta tunduk pada prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Hasil kajian risiko dari pelaku industri akan menjadi bagian dari syarat registrasi obat dan selanjutnya akan dievaluasi sebagai bagian dari pengawasan CPOB. Hal ini memperkuat upaya BPOM dalam memastikan bahwa hanya produk yang aman dan bermutu yang beredar di pasaran.
Antisipasi Risiko Cemaran dan Respons terhadap Kasus Sebelumnya
Salah satu elemen penting dalam peraturan ini adalah integrasi pedoman terdahulu, termasuk terkait cemaran nitrosamin—senyawa kimia yang dapat muncul dalam proses produksi dan diketahui berpotensi membahayakan kesehatan.
“Penyusunan pedoman ini juga merupakan bagian dari tindak lanjut terhadap kasus cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang sempat terjadi,” jelas Taruna.
“Dengan adanya pedoman ini, diharapkan seluruh pelaku industri farmasi dapat lebih proaktif dalam memastikan keamanan dan mutu produk yang menjadi tanggung jawabnya.”
Selain itu, pedoman ini juga mencakup prinsip penilaian risiko terhadap eksipien—komponen obat selain bahan aktif yang memainkan peran penting dalam efektivitas dan kestabilan obat. Ruang lingkupnya meliputi eksipien yang terdaftar dalam FI, suplemennya, maupun farmakope internasional lainnya.
Pendekatan Ilmiah dan Berbasis Risiko
BPOM menegaskan bahwa sistem pengawasan berbasis risiko akan terus dikembangkan. Pendekatan ini memungkinkan BPOM untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola potensi bahaya dengan lebih tepat sasaran, efisien, dan adaptif terhadap perkembangan teknologi serta globalisasi di bidang farmasi.
“Pendekatan ini juga mendorong industri farmasi untuk terus berinovasi dengan tetap menjaga kepatuhan terhadap standar keamanan dan mutu yang berlaku secara nasional maupun internasional,” tambah Taruna Ikrar.
Struktur Peraturan dan Akses Informasi
PerBPOM 9/2025 terdiri dari 6 pasal dan 3 lampiran yang mencakup:
- Pedoman kajian keamanan dan/atau mutu obat dan bahan obat terhadap cemaran nitrosamin.
- Pedoman kajian risiko mutu eksipien untuk produksi obat.
- Pedoman kajian risiko pengujian mikrobiologi bahan obat untuk produksi obat.
Dengan terbitnya peraturan ini, maka Peraturan BPOM Nomor 2 Tahun 2023 secara resmi dicabut. Meski demikian, ketentuan mengenai kajian nitrosamin dari peraturan lama tetap diadopsi dalam PerBPOM 9/2025 tanpa perubahan.