Liputan6.com, Jakarta - Kedutan pada leher dapat memiliki kaitan dengan kondisi jantung, meski tak dapat langsung disimpulkan demikian.
“Sebetulnya kalau gejala atau keluhan leher berkedut secara langsung dikaitkan dengan suatu kondisi masalah jantung tertentu atau spesifik sih tidak ya,” kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, Susetyo Atmojo, kepada Health Liputan6.com, Senin (5/5/2025).
“Tetapi memang kalau pasien mengalami leher berkedut yang berulang, frekuen, khususnya bagi mereka yang leher berkedut dan disertai risiko kardiovaskular, bisa jadi ada benang merah antara kondisi kardiovaskuler yang mendasari atau yang dimulai lebih awal terus menjadi keluhan yang kita sebut sebagai keluhan non spesifik,” tambahnya dalam Seminar Awam dan Penapisan Dini Gagal Jantung di Puskesmas Palmerah, Jakarta.
Dokter yang akrab disapa Setyo menambahkan, rata-rata keluhan akibat penyakit jantung adalah sesak napas, nyeri dada, dan berdebar.
“Tapi kalau leher berkedut itu kan sebenarnya keluhan yang mungkin jantung, mungkin tidak, itu kita sebut sebagai keluhan nonspesifik. Setiap keluhan nonspesifik yang didasari adanya faktor risiko kardiovaskuler, tidak ada salahnya dilakukan skrining.”
Skrining atau penapisan direkomendasikan untuk mencari tahu kondisi jantung, apakah ada masalah atau tidak pada jantung.
Penelitian terbaru: satu buah alpukat per hari ternyata dapat membantu menjaga kesehatan jantung. Informasi selengkapnya bisa kamu simak dalam Fimela Update edisi kali ini!
Penyakit Tidak Menular Penyebab Kematian Kedua Tertinggi
Sebelumnya disampaikan, RSJP Harapan Kita mengambil langkah proaktif dalam menanggapi tingginya angka prevalensi dan kematian akibat gagal jantung di Indonesia.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 dan studi kohort penyakit tidak menular tahun 2011-2021, penyakit jantung tercatat sebagai penyebab kematian kedua tertinggi setelah penyakit serebrovaskuler. Dengan gagal jantung sebagai salah satu kontributor utama.
Lebih dari 5 persen populasi Indonesia dilaporkan mengidap gagal jantung, sebuah fenomena "gunung es" yang menjadi beban kesehatan signifikan dengan angka kematian mencapai 50 persen dalam lima tahun setelah diagnosis dan tingkat rawat inap ulang yang tinggi.
Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Soal Gagal Jantung
Menyikapi kondisi ini, RSJPD Harapan Kita menggelar Seminar Awam dan Penapisan Dini Gagal Jantung yang ditujukan bagi masyarakat umum di sekitar wilayah Palmerah, Jakarta Barat.
Kegiatan yang juga diselenggarakan dalam rangka Heart Failure Awareness 2025 ini, bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap gejala awal gagal jantung.
Sekaligus menyediakan akses skrining dini melalui pemeriksaan pertanda biologis (biomarker) bagi kelompok populasi berisiko tinggi, seperti penyandang hipertensi dan diabetes untuk mempertajam diagnosis gagal jantung terutama di faskes primer.
“Tingginya angka kejadian gagal jantung dan rawat inap ulang karena gagal jantung menjadi perhatian serius bagi kami. Upaya pencegahan gagal jantung pada populasi berisiko sangat dibutuhkan untuk menekan beban kesehatan nasional,” ungkap dr. Muhadi, Sp. PD, KKV, M. Epid, Direktur Medik dan Keperawatan RSJPD Harapan Kita.
Manajemen Gagal Jantung Belum Merata
Senada dengan hal tersebut, dr. Rarsari Soerarso, Sp. JP (K) dari Pokja Gagal Jantung PERKI menambahkan bahwa belum meratanya standar manajemen gagal jantung termasuk penapisan dini gagal jantung sehingga mendorong Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) melalui Kelompok Kerja (Pokja) Gagal Jantung untuk bekerja sama dengan RSJPD Harapan Kita.
Puskesmas Kecamatan Palmerah dipilih sebagai lokasi pertama inisiasi kegiatan penapisan gagal jantung ini. Inisiatif ini menjadi penting mengingat pemeriksaan biomarker sebagai skrining dini gagal jantung saat ini masih tergolong mahal dan umumnya hanya tersedia di rumah sakit besar.
Penapisan dini yang diadakan oleh RSJPD Harapan Kita memberikan kemudahan akses bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan deteksi awal penyakit ini. Dengan adanya skrining gagal jantung diharapkan pasien gagal jantung stadium awal yang tadinya tidak terdeteksi akan dapat ditangani lebih awal sehingga mendapatkan pengobatan yang tepat dan menghindari terjadinya gagal jantung lanjut yang membutuhkan tata laksana pengobatan yang kompleks, mahal dan sulit misalnya seperti transplantasi.
Sebagai bentuk kolaborasi lintas institusi, kegiatan ini juga didukung oleh Pokja Gagal Jantung PERKI, Puskesmas Kecamatan Palmerah Jakarta Barat, RSAB Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais.
“Sinergi antar institusi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat, mendorong deteksi dini, dan mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat gagal jantung di Indonesia,” pungkas Rarsari.