Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan RI menekankan bahwa donor darah pada dasarnya gratis. Namun, biaya muncul pada tahap pengelolaan hingga distribusi.
Rangkaian prosedur seperti proses pemisahan komponen darah, pemeriksaan laboratorium, hingga penyimpanan membutuhkan standar keamanan yang ketat.
Direktur Pengembangan Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI, dr. Yanti Herman, M.H.Kes., mengatakan biaya yang dikenakan sebenarnya bukan harga darah, melainkan ongkos pengolahan.
"Yang ada biayanya itu adalah biaya pengolahannya, bukan darahnya. Dan, selama ini sudah masuk dalam paket pelayanan di rumah sakit, bahkan banyak yang ditanggung BPJS," katanya dalam talkshow 'Tren Donor Darah di Indonesia: Tantangan dan Harapan bersama Kepala UDD PMI Jakarta dan Ketua Umum PDTDI' di Gedung Etana, Jakarta Timur, pada Kamis, 18 September 2025.
Hal serupa diungkapkan juga oleh Ketua PMI DKI Jakarta, H. Beky Mardani, yang menyebutkan bahwa darah hasil donor tidak bisa langsung dipakai.
"Donor darah itu gratis, tapi darah yang didonorkan harus diolah dulu di laboratorium agar aman. Biaya itulah yang kemudian dikenakan, bukan harga darahnya," katanya.
Peran Kemenkes dalam Pengelolaan Darah
Meski demikian, PMI memastikan biaya tersebut sudah diatur oleh pemerintah dan tidak boleh berlebihan.
"Harganya sudah ditetapkan oleh Kementerian, jadi tidak boleh mahal-mahal. Bahkan bagi peserta BPJS, biaya ini sudah ditanggung," tambah Beky.
Melalui Unit Pelayanan Darah (UPD), berfokus pada pengelolaan darah agar aman dipakai pasien. Darah yang terkumpul diproses menjadi komponen berbeda, termasuk plasma yang bisa diolah menjadi obat turunan seperti albumin.
"Selama ini pembiayaan di rumah sakit masuk ke dalam paket, misalnya saat operasi sesar atau pasien perdarahan. Jadi pasien tidak membeli darah, melainkan membayar pengolahan," kata Yanti.
Saat ini, Indonesia masih mengirim plasma ke luar negeri untuk fraksionasi, namun pemerintah menargetkan pada 2026 sudah bisa mandiri memproduksi derivatif plasma sendiri.
Solusi Kemenkes untuk Tekan Biaya
Strategi jangka panjang Kemenkes untuk menekan biaya pengolahan darah, salah satunya dengan membangun fasilitas fraksionasi plasma di dalam negeri.
Selama ini, plasma hasil donor masih harus dikirim ke luar negeri untuk diproses, yang kemudian kembali ke Indonesia dengan harga lebih tinggi.
"Kita targetkan 2026 Indonesia sudah bisa mandiri memproduksi derivatif plasma sendiri. Kalau bisa mandiri kan lumayan, selama ini masih ditanggung BPJS," kata Yanti.
Dengan adanya pabrik fraksionasi, biaya pengolahan diharapkan lebih efisien dan akses pasien terhadap produk darah semakin terjangkau.