Liputan6.com, Jakarta - Hari Selasa pertama setiap bulan Mei diperingati sebagai Hari Asma Sedunia, artinya tahun 2025 ini jatuh pada 6 Mei 2025. Ada lima hal yang dapat disampaikan.
Pertama, data global menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 260 juta orang yang terdampak asma, dan bahkan penyakit ini berhubungan dengan terjadinya 450 ribu kematian setahun.
Jadi, dampaknya jelas cukup besar, baik di dunia maupun juga di negara kita. Belum lagi kalau dilihat dampaknya, karena serangan asma maka anak jadi tidak masuk sekolah, atau pekerja juga jadi tidak masuk kerja, dan/atau mengganggu produktivitasnya.
Kedua, penanganan penyakit asma pada dasarnya adalah dengan memberi dua jenis obat, yaitu pencegah (“controller”) dan pelega (“reliever”).
Obat pengontrol pada dasarnya berfungsi untuk mengatasi peradangan/inflamasi yang menyebabkan terjadinya asma, sehingga jelas fungsinya adalah untuk mencegah.
Sementara kalau serangan asma sudah terjadi karena tidak tercegah dengan baik, maka pada pasiennya harus diberikan obat pelega dengan tujuan agar saluran napas yang menyempit dapat jadi melebar kembali. Artinya, yang tadinya pasien mengeluh sesak maka jadi lega kembali.
Ketiga, karena asma adalah penyakit paru, maka cara pemberian obat asma terbaik adalah dengan memasukkannya ke dalam paru dengan cara dihirup oleh pasiennya. Untuk ini, maka digunakan alat yang namanya “inhaler”.
Jadi, format terbaik penanganan asma adalah dengan inhaler, bukan tablet, kapsul, atau sirup.
Keempat, karena itu tema Hari Asma Sedunia 2025 ini adalah “Make Inhaled Treatments Accessible for ALL”. Memang pada kenyataannya masih cukup banyak pasien asma yang tidak mendapat obat dalam bentuk inhaler, baik di dunia maupun juga di negara kita.
Kelima, yang secara khusus ditekankan adalah ketersediaan inhaler yang berisi obat kortikosteroid, karena peran utamanya sebagai obat pencegah.
Di Hari Asma Sedunia 2025 ini, saya sedang di New York, di hari-hari akhir musim semi sebagaimana terlihat di foto saya dengan bunga sakura di Prospect Garden, Brooklyn.
Di Amerika Serikat bahkan dilakukan “Asthma Awareness Month” sepanjang bulan Mei ini, jadi kegiatannya bukan hanya di tanggal 6 saja.
Saya sempat melihat di satu sekolah di New York yang ada poster yang saya foto bertuliskan “Jangan Merokok Dekat Sekolah, Paru-Paru Anak-anak Sedang Bekerja”, yang tentu maksudnya anak-anak sedang sekolah.
Di bawahnya ada tulisan lagi “Asthma Free School Zone”, jadi sejalan dengan Hari Asma Sedunia.
Di sisi lain, di New York udara tentu bersih, tetapi ada masalah lain bagi pasien asma, yaitu serbuk bunga (pollen) yang pada sebagian orang membuat jadi alergi.
Bahkan, ada seorang teman dokter di New York ini yang setiap musim semi selalu alerginya kambuh, sehingga harus pakai masker. Dia juga memikirkan untuk suntikan di hidung yang mungkin dapat membantu.
Semoga kita di Indonesia juga memberi perhatian penting pada pengendalian asma ini, yang tentu merupakan hal penting pula dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045.
Prof. Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI / Adjunct Professor Griffith University Australia dan Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia