Liputan6.com, Jakarta - Kental manis kerap dianggap sebagai susu yang baik jika dikonsumsi anak-anak. Anggapan ini timbul dan seolah tertanam di benak para ibu sejak lama akibat termakan promosi dan iklan.
Di 2025, anggapan seperti ini masih berkembang di tengah masyarakat termasuk pada sejumlah ibu di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Hal ini terungkap dalam acara edukasi dan pendampingan gizi yang diselenggarakan Majelis Kesehatan (Makes) PP Aisyiyah, beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan ini, Perwakilan Puskesmas Pamijahan, Abdul Rojak mencoba menggali pemahaman 24 ibu beserta balitanya terkait produk kental manis dengan memperlihatkan iklan. Sebanyak 24 ibu yang memiliki balita menyebut produk kental manis boleh dikonsumsi anak karena pengaruh iklan.
“Sebagian besar ibu mengatakan kalau produk kental manis yang diiklankan, artinya boleh dikonsumsi anak,” kata Abdul dalam keterangan pers dikutip Sabtu (10/5/2025).
Ibu-ibu tersebut juga masih kurang paham soal kandungan gula yang tinggi dalam kental manis. Bahkan, masih ada ibu yang menambahkan gula pada seduhan kental manis.
“Sebagian besar ibu-ibu mengatakan ada kental manis di rumahnya dan ada ibu-ibu yang menambah seduhan kental manis dengan gula,” ucap Abdul.
Penghapusan kata "susu" pada produk susu kental manis sedang marak diperbincangkan. Sebelumnya, BPOM mengingatkan untuk tidak menyetarakan produk kental manis dengan produk susu sesungguhnya.
Masih Ada Posyandu yang Beri Kental Manis sebagai Hadiah
Salah satu peserta edukasi, Bella Saphira (25) mengakui ia tidak tahu bahwa kental manis tidak boleh diseduh sebagai susu untuk anak.
Edukasi tentang gizi dan terutama jenis-jenis susu yang baik untuk anak sangat minim di lingkungannya. Karena itu, sejak usia 8 bulan, ia sudah memberikan seduhan kental manis sebagai minuman susu untuk sang anak.
“Enggak ada yang ngasih tahu, malahan sekarang ke Posyandu dikasihnya kental manis,” ucap Bella. Lebih lanjut, ia menjelaskan setiap kali ke Posyandu, anaknya ditimbang berat badan dan diukur lingkar kepala.
“Habis ditimbang di Posyandu baru dikasih makanan. Boleh milih apa saja, biasanya ada kental manis satu renceng sama bubur bayi,” jelasnya.
Kesalahan Penggunaan Kental Manis Rugikan Kesehatan Bayi
Kesalahan penggunaan kental manis sebetulnya sudah mengemuka sejak 2018. Bermula dari seorang bayi berusia sembilan bulan meninggal akibat gizi buruk.
Pihak keluarga mengaku, sang bayi mengonsumsi kental manis sejak usia dua bulan. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, sejumlah media melaporkan temuan balita dengan gangguan gizi dan kesehatan karena konsumsi kental manis sebagai minuman susu.
Pengaturan mengenai konsumsi, label dan promosi kental manis akhirnya diatur melalui Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah lima tahun untuk label maupun iklan promosinya.
Aturan Takaran Saji Kental Manis Menurut BPOM
BPOM juga mengesahkan Peraturan BPOM No. 26 tahun 2021 yang mengatur tentang perubahan takaran saji.
Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gr. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15 – 30 gr. Namun, sosialisasi mengenai peraturan ini dinilai tidak optimal. Akibatnya, hingga saat ini masih banyak ditemukan kesalahan konsumsi kental manis yang dijadikan sebagai minuman susu untuk anak.
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan periode 2024, dr. Lovely Daisy, M. K. M., mengakui salah konsumsi kental manis masih menjadi pekerjaan rumah. Ini terjadi karena kesalahan pola pikir di masyarakat sejak lama. Padahal, kental manis memiliki kandungan gula yang tinggi dan tidak tepat menjadi asupan gizi anak di masa pertumbuhan.
“Masyarakat sering salah mengartikan kental manis sebagai pengganti susu. Padahal isinya sebagian besar adalah gula. Ini harus diluruskan. Kental manis bukan sumber protein,” jelas Lovely Daisy dalam keterangan pers.
Ia berpendapat, sosialisasi penggunaan kental manis perlu lebih digencarkan lagi. Salah satu metode yang dapat dioptimalkan adalah penyebaran informasi melalui buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
“Kita sudah punya buku Kesehatan Ibu dan Anak atau bu KIA yang diberikan kepada ibu hamil. Buku KIA berisi informasi tentang Kesehatan ibu hamil sampai anak berusia enam tahun. Di dalamnya juga ada informasi tentang makanan balita sejak usia enam bulan sebagai pendamping ASI,” ujar Lovely.