10 Juni Memperingati Hari Media Sosial, Ini Ciri Ujaran Kebencian yang Sering Menyamar Jadi Kritik Sehat

2 days ago 15

Liputan6.com, Jakarta - Setiap tanggal 10 Juni, masyarakat Indonesia memperingati Hari Media Sosial. Momentum ini menjadi ajakan reflektif bagi semua pengguna internet untuk lebih bijak dalam menggunakan platform digital, terutama dalam menyampaikan pendapat dan kritik. 

Hari Media Sosial pertama kali dicetuskan pada tahun 2015 oleh Handi Irawan, seorang pengusaha asal Solo, Jawa Tengah, yang juga merupakan CEO Frontier Group. 

Inisiatif ini lahir dari kepedulian terhadap dampak media sosial terhadap masyarakat dan keinginan untuk mendorong penggunaan yang lebih positif dan bertanggung jawab. 

Tujuan utama dari peringatan ini adalah mendorong penggunaan media sosial yang lebih positif, konstruktif, dan bebas dari konten negatif, termasuk hoaks dan ujaran kebencian. 

Salah satu hal yang paling sering disalahartikan dalam komunikasi digital adalah perbedaan antara kritik sehat dan ujaran kebencian (hate speech).

Adakah ciri yang bisa dilihat guna membedakan kritik sehat dan ujaran kebencian? 

Kritik Sehat vs Ujaran Kebencian

Di era digital seperti sekarang, kritik mudah disampaikan siapa saja lewat media sosial. Sayangnya, tidak semua kritik bersifat membangun. Banyak ujaran kebencian yang terselubung dan sering disalahartikan sebagai kritik sehat. 

Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga dari Tigagenerasi, Ayoe Sutomo, menjelaskan bahwa kritik sehat dan ujaran kebencian memiliki perbedaan mendasar yang perlu dikenali, terutama oleh orang tua dan remaja. 

"Kalau kritik sehat itu niatnya membangun, memberikan perspektif baru terhadap suatu masalah, dan disampaikan dengan empati," kata Ayoe Sutomo saat berbincang dengan Health Liputan6.com pada Selasa, 10 Juni 2025.

Kritik Sehat: Tujuannya Membangun

Menurut psikolog yang juga penulis buku Sekolah untuk Anakku, kritik sehat memiliki ciri utama yaitu adanya niat baik untuk membantu orang lain berkembang. 

Biasanya kritik ini disampaikan dengan kalimat yang sopan, disertai data atau argumen yang jelas, dan tidak menyerang pribadi. 

"Biasanya kritik sehat juga menyertakan data tertentu untuk mendukung masukan yang diberikan. Tujuannya agar individu yang menerima input tersebut bisa menjadi lebih baik," jelas Ayoe. 

Empati menjadi kunci penting dalam menyampaikan kritik. Orang yang memberikan kritik sehat tidak hanya peduli pada isu, tetapi juga pada perasaan orang yang dikritik.

Ujaran Kebencian: Menyerang Pribadi, Bukan Masalah

Berbeda dengan kritik sehat, ujaran kebencian atau hate speech justru bersifat menyerang dan menjatuhkan. 

Ayoe menegaskan bahwa ujaran kebencian sering kali menyasar karakter pribadi, bukan substansi masalah.

"Kalau ujaran kebencian itu sifatnya menyerang, merendahkan martabat. Bahkan tidak jarang, yang diserang bukan isu, tapi karakter pribadi atau latar belakang keluarganya," ujarnya.

Hal ini tentu bisa berdampak buruk pada mental seseorang, terutama anak dan remaja yang masih dalam tahap perkembangan emosi. 

Serangan personal di media sosial bisa memicu stres, rasa rendah diri, bahkan trauma jangka panjang.

Kenapa Sering Tertukar?

Banyak orang masih kesulitan membedakan antara kritik yang membangun dan ujaran kebencian. 

Menurut Ayoe, hal ini bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran literasi digital dan etika komunikasi. 

"Sering kali orang mengira mereka sedang mengkritik, padahal yang mereka lakukan adalah menyerang dan menyakiti. Ini bukan sesuatu yang bisa kita bilang membangun," tegas Ayoe.

Sikap asal komentar tanpa empati atau tujuan jelas bukanlah bentuk kritik yang sehat, melainkan cerminan ujaran kebencian yang dibungkus opini.

Ayoe Sutomo mengingatkan bahwa orang tua perlu mendampingi anak-anak mereka dalam mengenali jenis komentar yang mereka terima maupun sampaikan di media sosial. Ajarkan anak untuk: 

  • Membedakan kritik dan serangan personal.
  • Merespons kritik sehat dengan terbuka.
  • Mengabaikan komentar yang bersifat merendahkan.

Hal ini akan membantu anak lebih percaya diri, sehat secara emosional, dan tidak mudah terpengaruh oleh komentar negatif. 

Foto Pilihan

Tim Gates Foundation yang diwakili Senior CMC Advisor Vaccine Development Rayasam Prasad mendapat penjelasan dari seorang staf saat meninjau Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Helath | Pilkada |