Cara Mengatasi Overstimulasi Otak Akibat Media Sosial pada Remaja

1 day ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Remaja zaman sekarang nyaris tak bisa lepas dari media sosial. Instagram, TikTok, hingga YouTube jadi konsumsi harian. 

Namun, di balik manfaatnya, media sosial juga bisa memicu overstimulasi otak yang berdampak negatif pada kesehatan mental dan perilaku remaja.

Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga dari Tigagenerasi dan Citra Ardhita Psy Services, Ayoe Sutomo, menjelaskan bahwa otak remaja secara neurologis belum siap menerima banjir informasi dari media sosial.

"Prefrontal cortex atau otak depan, yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan, pertimbangan moral, dan analisis jangka panjang, belum sepenuhnya matang pada remaja," kata Ayoe kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Selasa, 10 Juni 2025.

Kondisi ini membuat remaja rentan mengalami overstimulasi, yaitu kondisi saat otak terlalu banyak menerima rangsangan dalam waktu singkat, seperti notifikasi, video pendek, komentar, dan konten viral. 

Akibatnya, muncul gejala seperti gelisah, sulit fokus, kecemasan, bahkan perubahan perilaku.

Berikut adalah beberapa cara mengatasi overstimulasi otak akibat media sosial pada remaja, menurut Ayoe.

1. Batasi Waktu Akses Media Sosial

Remaja perlu dibiasakan mengatur waktu penggunaan media sosial, misalnya maksimal 1–2 jam per hari di luar jam belajar. Penggunaan fitur seperti screen time di smartphone bisa membantu membatasi durasi penggunaan aplikasi.

"Segala sesuatu yang berlebihan pasti berdampak negatif. Termasuk scrolling tanpa sadar yang bisa membuat remaja kehilangan fokus," ujar Ayoe.

2. Terapkan Digital Detox Secara Berkala

Lakukan puasa media sosial di hari-hari tertentu, misalnya akhir pekan atau setiap malam sebelum tidur. Detoks digital ini memberi waktu bagi otak untuk beristirahat dan memulihkan diri dari paparan konten berlebihan.

3. Kenali dan Atasi Gejala FOMO

Fear of Missing Out (FOMO) adalah rasa takut ketinggalan tren, kabar, atau aktivitas teman-teman di media sosial. Ini bisa membuat remaja terus-menerus memeriksa ponsel, merasa tidak cukup, dan membandingkan diri dengan orang lain.

"Kita punya kecenderungan untuk membandingkan diri. Kalau merasa tertinggal, maka nilai diri jadi ikut turun. Ini salah satu penyebab stres pada remaja," ujar Ayoe.

Orang tua dan pendidik bisa membantu remaja memahami bahwa kehidupan di media sosial tidak selalu mencerminkan kenyataan.

4. Arahkan Remaja ke Aktivitas Nyata

Libatkan remaja dalam kegiatan fisik dan sosial di dunia nyata, seperti olahraga, seni, organisasi, atau komunitas. Aktivitas-aktivitas ini membantu menyeimbangkan stimulasi otak dan membangun interaksi langsung yang sehat.

5. Tingkatkan Literasi Digital

Remaja perlu diajari untuk menganalisis dan memfilter informasi di media sosial. Literasi digital membantu mereka mengenali hoaks, konten berbahaya, dan tren yang tak sehat. Ini juga memperkuat kemampuan kognitif mereka dalam menghadapi banjir informasi.

6. Perkuat Hubungan Emosional di Rumah

Lingkungan rumah yang suportif berperan penting dalam menjaga keseimbangan emosi remaja. Orang tua sebaiknya meluangkan waktu untuk mendengarkan, berdiskusi, dan membangun rasa percaya, agar remaja tidak hanya mengandalkan media sosial untuk mengekspresikan diri. 

Foto Pilihan

Tim Gates Foundation yang diwakili Senior CMC Advisor Vaccine Development Rayasam Prasad mendapat penjelasan dari seorang staf saat meninjau Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Helath | Pilkada |