Masuk Angin, Penyakit atau Fenomena Budaya?

1 day ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Indonesia kerap menggunakan istilah masuk angin untuk menggambarkan kondisi badan yang kurang fit usai terpapar cuaca dingin atau kehujanan.

Padahal, dalam ilmu medis, tidak ada istilah masuk angin sebagai kategori penyakit. Masuk angin dipercaya sebagai gejala untuk penyakit lain seperti flu.

“Oleh karena itu, masuk angin merupakan sebuah fenomena budaya,” kata dosen antropologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A. dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Antropologi Kesehatan pada Selasa (10/6/2025) di Balai Senat UGM, Yogyakarta.

Atik menjelaskan, masuk angin menjadi sebuah fenomena antara bidang medis dan budaya. Hal ini yang kemudian menurut Atik disebut sebagai gangguan kesehatan dan dimaklumi oleh masyarakat Jawa dan selanjutnya masyarakat Indonesia secara luas.

Pada ranah budaya, masuk angin jatuh pada ranah magis atau sihir. Gejalanya yang tidak jauh berbeda dengan penyakit lain sehingga penderitanya tidak dapat melakukan kegiatan seperti biasanya.

Masyarakat Jawa sendiri mengenal tiga kategori masuk angin. Yakni masuk angin biasa, masuk angin berat, dan masuk angin kasep atau angin duduk.

Masuk angin biasa dianggap ringan dan pengidapnya masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari dengan lancar. “Gejalanya sendiri berupa kembung, panas, dan pegal-pegal,” ucap Atik mengutip laman UGM, Rabu (11/6/2025).

Atik menambahkan, jenis masuk angin ini dipercaya akibat kelelahan setelah bekerja.

Masuk angin sejatinya merupakan gejala awal dari penyakit pernapasan dan pencernaan.

Kategori Masuk Angin Berat

Sementara, kategori masuk angin berat terjadi ketika gejalanya tidak terlalu dirasakan oleh pengidapnya.

“Umumnya, pengidapnya sering sekali menunda makan, minum, dan istirahat karena berharap pekerjaannya akan diselesaikan dulu. Akibatnya muncul gejala-gejala tambahan seperti muntah dan mencret,” kedua gejala ini yang disebut Atik sebagai pembeda antara masuk angin biasa dan berat,” paparnya.

Selanjutnya, untuk jenis masuk angin yang terakhir adalah angin kasep atau angin duduk. Jenis ini muncul sebab masuk angin yang ada dibiarkan dan terlambat diatasi.

Gejala awalnya tidak diperhatikan sehingga sifatnya tampak mendadak dan membuat penderitanya dapat jatuh tersungkur dan merasa nyeri dada.

Angin Duduk Menurut Dokter

Angin duduk merupakan istilah yang sering digunakan masyarakat untuk menggambarkan kondisi nyeri dada.

Menurut  Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Dr. dr. Vito Damay, Sp.JP(K), M.Kes, AIFO-K, FIHA, FICA, FAsCC, angin duduk bukanlah istilah medis yang tepat, melainkan sebutan awam untuk angina pectoris. yakni kondisi ketika aliran darah ke otot jantung berkurang.

Lebih lanjut dr. Vito mengatakan bahwa banyak orang keliru menyamakan angin duduk dengan serangan jantung.

Padahal, penyebab angina adalah penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah koroner, sementara serangan jantung terjadi saat aliran darah benar-benar terhenti.

Memahami gejala dan istilah yang benar sangat penting untuk mencegah kesalahan dalam penanganan medis.

Macam-Macam Pengobatan Masuk Angin di Tengah Masyarakat

Ragam fenomena masuk angin ini kemudian memiliki jenis pengobatan yang beragam. Atik mencontohkan beberapa pengobatan yang dilakukan perorangan bisa berbeda seperti salah satu kasus keluarga yang mengobati balitanya yang masuk angin dengan menggosokkan kotoran sapi di perut anak tersebut.

Contoh lainnya ada pada salah satu petani pemilik sapi yang meminum minuman ringan (soft drink) untuk mengobati masuk angin. Namun, ada satu pengobatan yang bersifat komunal, yaitu kerokan yang bagi orang Jawa adalah pengobatan utama bagi masuk angin.

“Menggurat bagian-bagian tubuh dengan koin dan minyak gosok atau sejenisnya mampu menimbulkan rasa hangat,” terangnya. Sedangkan dalam dunia medis, kerokan dapat merusak kulit dan pembuluh darah.

Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Ade Median Ambari, masuk angin tidak dianjurkan diatasi dengan kerokan, karena kondisi itu merupakan gejala dari serangan jantung

"Ini sebenarnya merupakan gejala pompa jantung yang terganggu," kata Ade dalam keterangan lain.

Sementara di tengah masyarakat, kerokan menjadi hal yang biasa dilakukan dengan beberapa cara. Seperti dengan dimulai dari punggung bagian atas hingga pinggang atau posisi koin yang dimiringkan.

Atik menjelaskan bahwa kerokan yang dilakukan dengan rasa sakit justru tidak efektif. Sebaliknya, jika kerokan dilakukan dengan benar, maka dianggap akan membantu pembuluh darah lancar sekaligus meningkatkan suhu tubuh.

“Dengan demikian, prinsip pengobatan ini sesuai dengan prinsip pemikiran sehat-sakit dalam budaya Jawa (bukan medis),” ucapnya.

Foto Pilihan

Tim Gates Foundation yang diwakili Senior CMC Advisor Vaccine Development Rayasam Prasad mendapat penjelasan dari seorang staf saat meninjau Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Helath | Pilkada |