7 Kebiasaan Kurang Tidur yang Sering Diabaikan, Bisa Picu Stroke hingga Jantung

1 month ago 27

Liputan6.com, Jakarta Kurang tidur kerap dianggap sebagai persoalan sepele yang bisa ditebus dengan tidur lebih lama di akhir pekan, padahal berbagai penelitian menunjukkan bahwa pola tidur yang berantakan memiliki dampak serius bagi kesehatan tubuh. Menurut Lidia dan Kahtan (2015) dalam jurnalnya berjudul Hubungan Kualitas Tidur dan Kejadian Stroke Iskemik di Bangsal dan Poliklinik Saraf RSUD Dokter Abdul Aziz Singkawang, gangguan kualitas tidur dipandang sebagai faktor potensial penyebab terjadinya stroke.  

Saat seseorang berulang kali tidur larut atau tidak mendapatkan kualitas tidur yang baik, sistem kardiovaskular bekerja lebih keras tanpa kesempatan pemulihan optimal. Kondisi inilah yang perlahan menambah risiko penyakit kronis yang bisa berujung pada serangan jantung atau stroke.

Fenomena begadang hingga pagi, paparan layar gawai tanpa henti, konsumsi kafein dan alkohol menjelang malam, hingga pola tidur yang tidak konsisten semakin umum ditemui dalam keseharian masyarakat modern. Semua kebiasaan ini membentuk pola kurang tidur yang berulang dan pada akhirnya memengaruhi tekanan darah, keseimbangan hormon, serta fungsi pembuluh darah. Jika tidak segera dikoreksi, risiko gangguan kesehatan serius akan meningkat tanpa disadari.

Artikel ini mengurai secara rinci tujuh kebiasaan yang paling sering membuat orang kekurangan tidur, bagaimana kebiasaan tersebut mengganggu mekanisme tubuh, serta dampak jangka panjang yang bisa memicu stroke hingga penyakit jantung. Setiap poin dijabarkan secara kronologis, mulai dari aktivitas sebelum tidur hingga pola tidur yang salah kaprah, agar pembaca dapat lebih waspada dan mulai memperbaiki kebiasaan malam hari mereka.

1) Minum Kafein, Nikotin, atau Alkohol Setelah Sore Hari Mengusir Kantuk Alami

Kebiasaan mengonsumsi kopi, teh berkafein, minuman energi, rokok, atau alkohol di jam menjelang malam kerap dianggap membantu rileksasi, padahal sebenarnya zat-zat tersebut justru merangsang sistem saraf dan menunda rasa kantuk alami. Efek stimulasi yang muncul membuat detak jantung lebih cepat, tekanan darah tetap tinggi, dan tubuh gagal masuk ke fase istirahat yang tenang sehingga durasi tidur berkurang secara signifikan.

Tidur yang terganggu akibat stimulan membuat fase pemulihan jantung dan pembuluh darah tidak berjalan maksimal, menyebabkan tubuh tidak mendapatkan manfaat restoratif dari tidur. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menumpuk menjadi faktor risiko serius yang membebani kesehatan kardiovaskular. Tanpa disadari, kebiasaan kecil seperti minum kopi larut malam bisa menggeser jam tidur alami tubuh dan memicu gangguan kesehatan.

Apabila berlangsung terus-menerus, pola tidur yang terpotong ini membuat tubuh mengalami stres kronis yang ditandai dengan peningkatan hormon kortisol dan tekanan darah tinggi. Kombinasi tersebut merupakan jalan pintas menuju gangguan pembuluh darah yang menjadi penyebab utama stroke maupun serangan jantung.

2) Makan Berat Terlalu Larut Memicu Refluks dan Tidur Terganggu

Makan dalam porsi besar ketika sudah mendekati waktu tidur sering menimbulkan masalah pencernaan seperti refluks asam lambung yang membuat tidur tidak nyenyak. Ketika perut masih sibuk mencerna makanan, tubuh tetap berada dalam kondisi aktif sehingga tidak bisa sepenuhnya beristirahat, akibatnya kualitas tidur berkurang drastis.

Refluks asam lambung yang muncul berulang kali membuat tidur sering terputus di tengah malam, sehingga total durasi tidur menurun. Kondisi ini bukan hanya mengurangi rasa segar di pagi hari, melainkan juga memicu gangguan metabolik yang pada akhirnya berhubungan dengan kesehatan jantung. Pola ini perlahan memengaruhi daya tahan tubuh sekaligus menambah beban kerja organ vital.

Akibat tidur yang tidak pulih, sistem perbaikan sel dan jaringan yang biasanya aktif di malam hari tidak berjalan optimal. Jika hal ini dibiarkan, maka tubuh kehilangan kesempatan alami untuk memperbaiki pembuluh darah sehingga risiko stroke dan penyakit jantung semakin meningkat.

3) Menatap Layar Hingga Menit Terakhir Mengacaukan Hormon Tidur

Paparan cahaya biru dari gawai seperti ponsel, laptop, dan televisi satu jam sebelum tidur diketahui menekan produksi melatonin, yaitu hormon utama yang mengatur rasa kantuk. Akibatnya, jam tidur seseorang terus bergeser dan waktu istirahat yang seharusnya cukup menjadi terpangkas.

Kebiasaan ini tidak hanya menunda jam tidur, tetapi juga membuat siklus tidur-bangun menjadi kacau. Saat siklus ini terganggu, tubuh sulit memasuki fase tidur dalam yang penting untuk regenerasi sel dan pemulihan energi, sehingga kualitas tidur secara keseluruhan menurun. Dalam jangka panjang, hal ini memperbesar risiko tekanan darah tinggi dan peradangan kronis.

Jika siklus tidur tidak terkendali, seseorang bisa terjebak dalam lingkaran begadang–bangun siang yang terus berulang. Kondisi ini berbahaya karena tubuh kehilangan ritme alami yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jantung dan otak, sehingga risiko penyakit kardiovaskular meningkat secara nyata.

4) Begadang Berulang Mengerek Tekanan Darah dan Menipiskan Jam Tidur

Begadang yang dilakukan secara berulang tidak hanya mengurangi jam tidur tetapi juga meningkatkan tekanan darah akibat tubuh kehilangan waktu pemulihan harian. Tekanan darah yang terus-menerus tinggi menjadi faktor risiko utama bagi penyakit stroke dan jantung.

Selain itu, tidur singkat membuat sistem kekebalan tubuh melemah karena proses perbaikan sel tidak berlangsung maksimal. Tubuh yang lelah sepanjang hari menjadi lebih rentan terhadap stres, obesitas, dan diabetes yang semuanya merupakan pemicu gangguan kardiovaskular. Begadang juga menurunkan konsentrasi dan produktivitas yang akhirnya memengaruhi kualitas hidup.

Kebiasaan ini jika berlangsung lama membuat tubuh menumpuk “utang tidur” yang tidak mudah ditebus hanya dengan tidur lebih lama di akhir pekan. Pada akhirnya, risiko serangan jantung dan stroke meningkat karena pembuluh darah terus-menerus berada dalam kondisi tegang tanpa kesempatan untuk benar-benar rileks.

5) Jam Tidur-Bangun Tidak Konsisten (Social Jetlag) Membebani Jantung

Tidur dengan jam yang tidak konsisten, misalnya tidur sangat larut di akhir pekan lalu bangun pagi di hari kerja, menciptakan kondisi yang dikenal sebagai “social jetlag”. Ketidakselarasan ini membuat tubuh seperti mengalami perbedaan zona waktu setiap minggu, sehingga ritme sirkadian terganggu.

Gangguan ritme ini berdampak pada regulasi hormon, metabolisme, serta sistem kardiovaskular. Meskipun durasi tidur terlihat cukup, ketidakteraturan jam tidur-bangun terbukti berkaitan dengan peningkatan risiko kejadian penyakit jantung dan stroke. Tubuh menjadi lebih sulit menyesuaikan pola pemulihan karena jam biologisnya kacau.

Jika hal ini terjadi dalam jangka panjang, efeknya setara dengan kurang tidur kronis. Pembuluh darah tidak mendapatkan waktu istirahat yang konsisten, tekanan darah cenderung tidak stabil, dan fungsi jantung terganggu. Kondisi ini menjadikan social jetlag sebagai kebiasaan yang perlu dihindari.

6) Mendengkur dan Sleep Apnea yang Dibiarkan Memicu Hipoksia Otak

Mendengkur keras bukan sekadar gangguan tidur biasa karena bisa menjadi tanda sleep apnea, yaitu kondisi di mana pernapasan berhenti berulang kali saat tidur. Setiap kali napas terhenti, tubuh mengalami kekurangan oksigen yang memicu lonjakan tekanan darah secara tiba-tiba.

Kondisi hipoksia berulang ini menimbulkan stres pada pembuluh darah otak serta jantung, menyebabkan elastisitas pembuluh menurun dan risiko stroke meningkat. Tanpa pengobatan, sleep apnea juga membuat tidur tidak nyenyak sehingga tubuh selalu merasa lelah di siang hari.

Jika tidak ditangani, sleep apnea berkontribusi pada gangguan kardiovaskular yang serius. Penundaan untuk melakukan pemeriksaan medis hanya akan membuat risiko semakin menumpuk dan sulit dikendalikan di kemudian hari.

7) Tidur Berlebihan Secara Rutin Juga Berkaitan dengan Risiko

Tidur terlalu lama setiap malam ternyata tidak lebih baik daripada kurang tidur, karena beberapa studi menunjukkan kaitannya dengan meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke. Tidur berlebihan dapat mengganggu metabolisme dan membuat tubuh merasa lemas meskipun sudah beristirahat panjang.

Selain itu, pola tidur berlebihan biasanya menunjukkan kualitas tidur yang buruk, misalnya karena gangguan tidur yang tidak terdiagnosis. Hal ini membuat tubuh tetap tidak mendapatkan pemulihan yang optimal meskipun durasinya panjang.

Mengejar tidur balas dendam di akhir pekan juga bukan solusi, karena justru memperparah ketidakteraturan pola tidur. Yang paling penting adalah menjaga jadwal tidur-bangun tetap konsisten dengan durasi 7–8 jam setiap malam.

People Also Ask (5 Q&A)

1) Berapa jam tidur ideal untuk orang dewasa agar menekan risiko stroke?

Idealnya orang dewasa membutuhkan 7–8 jam tidur setiap malam dengan kualitas yang baik dan jadwal tidur-bangun yang konsisten.

2) Apakah kurang tidur satu-dua malam langsung memicu stroke?

Kurang tidur dalam satu-dua malam belum langsung memicu stroke, tetapi jika terjadi berulang kali akan menimbulkan efek kumulatif yang meningkatkan risiko.

3) Apakah tidur berlebihan juga berbahaya bagi jantung dan otak?

Ya, tidur berlebihan secara rutin dikaitkan dengan meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke sehingga durasi tidur yang seimbang lebih dianjurkan.

4) Bagaimana tanda sleep apnea yang harus diwaspadai?

Tanda sleep apnea antara lain mendengkur keras, napas terhenti berulang saat tidur, kantuk berlebihan di siang hari, dan tekanan darah tinggi.

5) Kapan sebaiknya mencari pertolongan medis terkait kualitas tidur?

Segera periksa ke dokter jika mengalami dengkuran keras, napas sering terhenti saat tidur, atau rasa kantuk berat yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

Foto Pilihan

Murid sekolah dasar diperiksa mulut dan giginya saat kegiatan Cek Kesehatan Gratis (CKG) di SD Prestasi Global, Depok, Jawa Barat, Senin (4/8/2025).
Read Entire Article
Helath | Pilkada |