Liputan6.com, Jakarta - Sudah banyak dibicarakan bahwa pada World Health Assembly (WHA) bulan Mei yang lalu, Indonesia pindah dari WHO South East Asia Region (SEARO) atau WHO Asia Tenggara yang kantornya di New Delhi, ke WHO Western Pacific Region (WPRO) atau WHO Pasifik Barat yang kantornya di Manila.
Memang pengesahannya pada WHA bulan yang lalu, tapi prosesnya sudah panjang sejak tahun yang lalu.
Pemindahan seperti ini akan dibicarakan dulu di regional awal, dalam hal ini SEARO, dan lalu dibicarakan lagi di regional yang baru, dalam hal ini WPRO, baru lalu dibicarakan di WHO pusat di Jenewa.
Pada dasarnya semua regional WHO tentu melakukan kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat yang berjalan baik, sesuai bukti ilmiah terbaru (evidence-based).
Jadi, di regional mana pun satu negara berada, maka tidak akan terlalu banyak bedanya.
Keuntungan bagi Indonesia
Di WPRO, salah satu keuntungannya adalah karena kita bersama dengan 8 negara ASEAN lain, kecuali Thailand dan Myanmar yang tadinya sama-sama kita di SEARO.
Artinya, kerja sama WHO dan ASEAN jadi lebih mudah koordinasinya. Juga disebut bahwa dalam WPRO ada cukup banyak 'negara besar' di kawasan ini, serta juga orientasi ke negara-negara Pasifik Barat.
Di sisi lain, kalau di SEARO tadinya hanya ada 11 negara, sementara WPRO adalah 37 negara, sehingga kalau ada giliran tahunan (misalnya saja menjadi anggota WHO Executive Board, atau Wakil Ketua Sidang World Health Assembly, dan lain-lain) maka kita tinggal tunggu 11 tahun sekali.
Tapi dengan jadi anggota WPRO, maka kita harus tunggu setiap 38 tahun sekali. Juga, kalau ada tim teknis tertentu di WHO maka biasanya jumlah anggotanya berimbang dari setiap regional.
Bersaing Antar 11 Negara
Jadi, misalnya 1 atau 2 per regional, artinya kalau di SEARO maka kita bersaing antara 11 negara, sementara di WPRO bersaing antara 37 negara (termasuk Australia, New Zealand, Jepang, Korea, China, dan lain-lain).
Saya, sebelum kerja di WHO (waktu masih di Kemenkes), sering sekali jadi anggota berbagai tim kerja WHO, sementara yang dari negara WPRO sering kali diwakili negara-negara seperti Australia, New Zealand, Jepang, Korea, China, dan lain-lain di atas.
Perlu juga diperhatikan tentang bagaimana Flexible Fund yang akan kita tanggung di WPRO ini dibandingkan dengan SEARO, serta bagaimana pula kondisi dan status kantor perwakilan WHO di negara kita nantinya.
Punya Dampak bagi Kesehatan
Indonesia pernah menduduki pimpinan tertinggi WHO regional SEARO, yaitu Dr. Uton Rafei sebagai Regional Director WHO SEARO. '
Jadi, di WHO itu ada Direktur Jenderal di Jenewa, dan ada enam Regional Director di berbagai kawasan, seperti SEARO, WPRO, Amerika, Eropa, Afrika, dan Mediterania Timur.
Selain sebagai pimpinan puncak, maka juga ada beberapa orang WNI kita yang pernah menjadi Direktur di SEARO, katakanlah “semacam” pejabat eselon 1 di regional WHO.
Tentu kita harapkan agar prestasi ini dapat juga dirintis di kawasan baru WPRO, mudah-mudahan akan ada Regional Director dan beberapa Direktur WPRO yang berasal dari Indonesia. Hal ini punya dampak ganda.
Pertama, menunjukkan peran aktif kita dalam diplomasi kesehatan internasional dan kesehatan dunia.
Kedua, maka tentu punya dampak juga bagi kesehatan masyarakat bangsa kita.
Prof. Tjandra Yoga Aditama
Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018–2020