Liputan6.com, Jakarta Per 23 Mei 2025 Indonesia masuk dalam World Health Organization (WHO) Kawasan Pasifik Barat (Western Pacific Region/WPRO). Sebelumnya Indonesia masuk dalam kawasan Kawasan Asia Tenggara (South-East Asia Region/SEARO) bersama India, Thailand dan negara lainnya.
Keputusan itu Indonesia masuk dalam WPRO disahkan secara konsensus oleh seluruh negara anggota WHO pada sesi Sidang World Health Assembly (WHA) ke-78 di Jenewa, Swiss.
Ahli Global Health Security, Dicky Budiman, mengatakan pindahnya Indonesia dari kawasan SEARO menjadi WPRO memilliki implikasi historis, politis, teknis dan operasional yang sangat signifikan.
Salah satu yang menjadi sorotan Dicky adalah negara-negara yang masuk dalam WHO WPRO memiliki tata kelola kesehatan yang lebih maju. Sebut saja Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru. "Ini tentu membuka peluang kolaborasi teknis, inovasi, dan juga pembelajaran kebijakan," kata Dicky dalam pesan suara ditulis Jumat, 30 Mei 2025.
Sebagai negara dengan penduduk yang besar, Indonesia juga bisa memperkuat dalam negosiasi di isu-isu global seperti perubahan iklim dan penyakit menular yang lintas batas.
Namun, Dicky kembali mengingatkan bahwa di WPRO kebanyakan negara sudah memiliki sistem kesehatan yang sangat mapan.
"Indonesia perlu meningkatkan kualitas representasi supaya tidak jadi pengikut pasif dala forum teknis maupun diplomasi," katanya.
Tantangan Lain, Disonansi Politik dengan Negara-Negara ASEAN
Dicky mengatakan perpindahan kawasan dari SEARO ke WPRO memiliki tentangan lain yakni risiko fragmentasi diplomasi di regional ASEAN.
"Perpindahan ini dapat menimbulkan disonansi diplomatik dalam konteks kerja sama ASEAN dalam kesehatan yang masih mayoritasnya itu berada di SEARO untuk ASEAN ini," tutur Dicky.
4 Saran Dicky usai Indonesia Masuk WHO WPRO
Di masa transisi Indonesia pindah dari kawasan WHO SEARO ke WPRO, Dicky menyarankan beberapa hal agar perpindahan ini bisa berjalan mulus dan bermanfaat.
1. Bangun Tim Diplomasi Kesehatan yang Tangguh
Dalam masa transisi, Dicky menyebut bahwa Indonesia harus segera menempatkan diplomat kesehatan dan teknokrat terbaik di WPRO."
Ini untuk memastikan kepentingan nasional tetap kita tetap kuat di WPRO, kalau enggak ya kelibas kita," tuturnya.
2. Jaga Kerja Sama dengan SEARO
Meski sudah masuk kawasan Pasifik Barat, penting untuk menjaga kerja sama regional dengan negara-negara yang masuk dalam WHO SEARO.
Apalagi Indonesia dan negara-negara SEARO punya isu kesehatan yang sama seperti tuberkulosis, kusta dan kesehatan berbasis komunitas.
"Bisa lewat mekanisme kerja sama bilaterl atau ASEAN. Jangan tinggalkan hubungan teknis dengan SEARO," tutur Dicky.
3. Percepat Adaptasi Sistem Monitoring dan Evaluasi Kesehatan
Pemerintah perlu segera menyelaraskan indikator sistem pelaporan program kesehatan supaya sesuai dengan struktur WPRO. Supaya tidak kehilangan momentum pelaporan misalnya SDGs.
4. WPRO untuk Akselerasi Transformasi Kesehatan
Mayoritas anggota WPRO merupakan negara maju. Maka, Dicky menyarankan agar perpindahan Indonesia dari SEARO ke WPRO sebagai memontum loncatan atau lompatan (leapfrogg) sistem kesehatan digital. Mulai dari inovasi alat diagnostik hingga strategi pelayanan primer berbasis data.