Liputan6.com, Jakarta - Jamu tak lagi sekadar minuman tradisional warisan leluhur. Sejak beberapa waktu terakhir, jamu telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Posisi jamu Indonesia pun semakin kuat di tengah tren global back to nature. Di balik pertumbuhan ini, dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi salah satu kunci penting dalam menjaga kualitas dan memperkuat daya saing industri jamu Indonesia.
Direktur Standarisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM Dian Putri Anggraweni mengatakan, BPOM bertugas memastikan produk jamu yang beredar aman, bermutu, dan bermanfaat.
"BPOM punya tugas mengawasi obat dan makanan di seluruh Indonesia, salah satunya adalah obat bahan alam atau yang mungkin kita kenal dengan obat tradisional," ujar Putri dalam Podcast KataBPOM, dikutip Senn (23/6).
"Di obat bahan alam ini kategorinya ada empat, kita punya jamu, obat herbal terstandar, kemudian ada fitofarmaka yang naik kelas, dan satu lagi adalah bahan alam lainnya," imbuh Putri.
Diketahui, hingga akhir 2024, BPOM RI telah menerima hampir 8.000 permohonan izin edar untuk obat bahan alam dan sekitar 82 persen atau 7.000 produk telah disetujui.
Guna memastikan produk bahan alam yang beredar di masyarakat aman, bermutu dan berkhasiat, Putri mengatakan salah satu upaya yang dilakukan pihaknya yakni mengawasi dari hulu ke hilir.
“Kami melakukan pengawalan dari hulu ke hilir. Mulai dari registrasi, pembinaan, sampai evaluasi produk yang beredar di pasaran,” tambah Putri.
BPOM juga mewajibkan pelaku usaha memiliki sertifikat CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik), sebagai jaminan bahwa produk dihasilkan melalui proses yang memenuhi standar keamanan dan khasiat.
Jamu Gendong Tidak Perlu Izin Edar, Tapi Tetap Harus Aman
Bagaimana dengan jamu gendong atau jamu racikan tradisional yang dijual langsung?
Menurut Putri, jamu semacam ini tidak memerlukan izin edar karena dibuat dan disajikan langsung ke konsumen. Namun demikian, aspek kebersihan dan kualitas produk tetap harus diperhatikan.
"Meskipun jamu gendong tidak butuh izin, pelaku usahanya tetap harus menjaga kebersihan, baik diri maupun produknya,” tegas Putri.
“Yang perlu izin edar adalah (jamu) yang dalam bentuk kemasan. Itu yang perlu izin edar (dari) Badan POM."
Peran Strategis GP Jamu dalam Edukasi dan Pendampingan
Ketua Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) Jony Yuwono menekankan pentingnya kolaborasi antara industri dan regulator.
“Kami berperan sebagai jembatan antara pelaku usaha dan BPOM. Seringkali kami memersikan sosialisasi kepada anggota-anggota kami, perusahaan-perusahaan jamu untuk bagaimana mereka bisa lebih memahami tentang berbagai peraturan dan standar yang diterapkan oleh BPOM,” ujar Jony dalam kesempatan yang sama.
GP Jamu secara rutin mengadakan webinar, pendampingan teknis, dan mendorong anggotanya untuk memenuhi standar produksi.
“Kami sangat mengapresiasi atas inisiatif dari BPOM dengan UPT-UPT di daerah seperti Jogja, Jawa Timur, Jawa Tengah, termasuk DKI Jakarta, yang aktif memberikan bimbingan dan mendampingi para pelaku (usaha) jamu untuk bisa menadapatkan sertifikasi CPOTB secara bertahap maupun secara full aspect,” lanjutnya.
Kesadaran Konsumen Terhadap Jamu Meningkat
Minat masyarakat terhadap jamu kian meningkat, terlebih sejak pandemi COVID-19.
“Menurut survei Riskesdas, lebih dari 60-70 persen penduduk Indonesia mengonsumsi jamu. Jadi cukup besar juga untuk daerah Jawa. Kalau secara nasional itu mungkin total 50 persen karena jamu konsentrasinya banyaknya di Jawa. Bagi orang Indonesia, jamu bukan sesuatu yang asing,” ungkap Jony.
Pandemi juga memicu kesadaran akan pentingnya daya tahan tubuh dan gaya hidup sehat.
“Awareness masyarakat dunia terhadap pemahaman untuk melawan berbagai penyakit yang akan datang ke depannya, daya tahan tubuh itu penting. Dan daya tahan tubuh itu tidak bisa didapatkan secara instan, tapi perlu dibangun dengan gaya hidup sehat, olahraga yang rutin, dan juga mungkin dengan asupan jamu untuk mendukung sebagai upaya promotive preventif agar bisa menahan serangan-serangan virus dan bakteria yang ada," jelas Jony.
Kesadaran masyarakat dunia untuk menjaga kebugaran dengan konsumsi bahan alami menurut Jony dapat dicermati dengan semakin maraknya isu wellness. Demikian juga dengan istilah "healing" yang menurutnya semakin popular dan berbeda dari "curing".
“Ada perbadaan antara 'curing' yaitu menyembuhkan dan 'healing' itu menyehatkan. Jadi kalau curing berkaitan dengan obat konvensional berhahan kimia yang berkaitan dengan eliminasi bakteri ataupun virus. Sedangkan kalua healing, menguatkan tubuh agar daya tahan tubuh kita bisa memerangi bakteri atau virus atau penyakit yang sudah ada," jelasnya.
Dengan kemunculan istilah-istilah tersebut, Jony menilai jamu Indonesia berada di posisi yang tepat.