Liputan6.com, Jakarta - Jika anak didiagnosis hipertensi, bukan berarti langsung diberi obat. Spesialis Anak dari RS Cipto Mangunkusumo dr Reza Pahlevi, Sp.A(K) menjelaskan, penanganan hipertensi pada anak dilakukan dengan perubahan gaya hidup terlebih dahulu.
"Berbeda dengan orang dewasa, pada anak kita akan mulai dengan perubahan gaya hidup terlebih dahulu,” kata dr. Reza dalam talkshow bersama Kementerian Kesehatan, dikutip Selasa (17/6).
Perubahan gaya hidup tersebut meliputi:
- Mengatur pola makan, khususnya mengurangi asupan garam dan gula
- Menjaga berat badan ideal, terutama jika anak mengalami obesitas
- Memastikan anak cukup tidur, minimal 8 jam sehari
- Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga rutin
- Mengelola stres, karena stres juga bisa memicu tekanan darah tinggi
Perubahan gaya hidup ini dievaluasi selama 2–4 minggu. Jika tekanan darah tidak juga menurun, barulah dipertimbangkan pemberian obat-obatan dengan dosis dan jenis yang sesuai untuk anak.
Jenis Obat untuk Hipertensi Anak
Jika memang dibutuhkan, obat-obatan seperti golongan ACE inhibitor (misalnya captopril) atau ARB bisa menjadi pilihan awal. Bila ada kondisi penyerta seperti pembengkakan, dokter mungkin akan meresepkan obat diuretik seperti furosemid.
Obat tekanan darah tinggi lainnya yang bisa digunakan adalah calcium channel blocker seperti amlodipine atau beta-blocker.
“Namun, pemberian obat selalu bertahap dan sesuai kondisi klinis anak,” tambah dr. Reza.
Pada kondisi darurat atau krisis hipertensi, seperti tekanan darah di atas 180/120 pada remaja, dokter bisa memberikan obat yang bekerja cepat, bahkan lewat infus jika diperlukan.
Pentingnya Pemeriksaan Tekanan Darah Secara Berkala
Idealnya, pemeriksaan tekanan darah pada anak dilakukan sejak usia 3 tahun ke atas, minimal sekali dalam setahun. Terutama jika anak punya riwayat lahir premature, berat badan lahir rendah, atau memiliki risiko lain. Pemeriksaan harus dilakukan setiap kali kunjungan ke dokter.
Pemeriksaan tekanan darah rutin ini penting sebagai Langkah skrining. Namun, jika ditemukan tekanan darah tinggi dalam satu kali pemeriksaan, belum tentu anak langsung didiagnosis hipertensi.
Anak perlu diperiksa ulang dalam kondisi tenang dan setelah istirahat minimal lima menit. Pemeriksaan ulang ini bertujuan menghindari hasil positif palsu akibat stres atau aktivitas fisik sebelum pemeriksaan.
“Biasanya diperlukan dua hingga tiga kali pemeriksaan untuk memastikan diagnosis,” jelas dr. Reza.
Bila tekanan darah tetap tinggi secara konsisten, maka barulah anak dinyatakan mengalami hipertensi. Salah satu alat yang bisa membantu diagnosis lebih akurat adalah ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring), yaitu alat pengukur tekanan darah 24 jam yang bisa dibawa pulang.
Perhatikan Asupan Makanan Anak
Untuk mencegah hipertensi sejak dini, penting bagi orangtua untuk memperhatikan pola makan anak. Asupan gula sebaiknya tidak lebih dari 10% dari total kalori harian. Sedangkan garam, untuk anak usia 1–3 tahun hanya boleh sekitar 2 gram per hari (sekitar ¼ sendok teh).
Masalahnya, banyak anak justru mendapat garam berlebih dari makanan olahan seperti camilan asin, makanan instan, kecap, saus, dan makanan cepat saji. Gula berlebih pun banyak berasal dari minuman manis dalam kemasan. Karena itu, orang tua harus lebih jeli membaca label kandungan gizi pada makanan dan minuman anak.
Cegah Sejak Dini Lewat Gaya Hidup Sehat
Pencegahan tetap menjadi langkah terbaik. Selain pola makan sehat, pertumbuhan dan perkembangan anak juga perlu dipantau secara rutin.
Idealnya, berat badan dan tinggi badan anak diperiksa minimal sekali setahun, bahkan setelah usia balita. Ini untuk mencegah obesitas, yang menjadi salah satu pemicu utama hipertensi pada anak.
Olahraga juga tak kalah penting. Anak sebaiknya berolahraga minimal 30 menit sehari untuk menjaga kebugaran, menurunkan berat badan, serta melepaskan stres. Tidur yang cukup juga berperan besar, bukan hanya untuk mencegah hipertensi tapi juga untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal.