Menkes Budi Punya Target Tingkatkan Porsi Belanja Kesehatan agar 90 Persen Ditanggung Asuransi, Ini Alasannya

1 day ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, memiliki target meningkatkan porsi belanja kesehatan agar 90 persen ditanggung oleh asuransi. Menkes Budi mengatakan bahwa asuransi adalah satu-satunya instrumen yang dapat meminimalisasi risiko kesulitan finansial yang dihadapi masyarakat.

"Ini penting, karena asuransi adalah satu-satunya instrumen yang dapat spread the risk lintas populasi dan lintas waktu, sehingga meminimalisir risiko kesulitan finansial (financial hardship) yang dihadapi masyarakat," kata Budi dalam acara bertajuk 'Kerja Sama Pengembangan Inovasi Sistem Pembiayaan Kesehatan Nasional' di Jakarta pada 13 November 2025.

Dia, menambahkan, pembiayaan kesehatan yang adil dan berkelanjutan termasuk dalam agenda transformasi kesehatan. Guna mencapai target ini, kolaborasi menjadi hal yang amat penting.

"Pilar pembiayaan kesehatan yang adil, efektif, efisien, dan berkelanjutan adalah salah satu agenda transformasi kesehatan kita. Pemerintah tidak dapat membangun sistem ini sendirian. Kemitraan pemerintah-swasta dibutuhkan untuk memperkuat sistem kesehatan kita untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia," ujar Budi.

Kemenkes, melalui Pusat Pembiayaan Kesehatan, pada tanggal 13 November 2025 mengambil langkah lebih lanjut untuk memperkuat sistem pembiayaan kesehatan nasional. Dengan menandatangani kemitraan strategis dengan Roche Indonesia, salah satu perusahaan farmasi dan diagnostik global yang dikenal dengan inovasinya di bidang onkologi dan oftalmologi.

Pengembangan Model Inovasi Pembiayaan dalam JKN

Perjanjian ini berfokus pada Pengembangan Model Inovasi Pembiayaan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebuah sistem yang dirancang untuk mendukung program JKN.

Kemitraan pemerintah dan swasta ini bertujuan memastikan layanan yang lebih efisien dan berkelanjutan, sebagai langkah penting untuk membangun ekosistem pembiayaan kesehatan yang kolaboratif di Indonesia.

Berdasarkan Laporan Kinerja Kemenkes 2024, belanja kesehatan di Indonesia mencapai Rp 614,5 triliun pada 2023, tumbuh sebesar 8,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari jumlah tersebut, skema pembayaran pribadi atau out-of-pocket mendominasi sebesar 28 persen atau sekitar Rp 175,5 triliun.

Kemudian, yang kedua terbesar adalah BPJS Kesehatan sebesar 27,1 persen, dengan belanja kesehatan sebesar Rp 166,4 triliun, sementara asuransi swasta mencapai Rp 30 triliun.

Data ini menunjukkan bahwa beban pembiayaan kesehatan masyarakat masih tinggi, sehingga perlu diperkuat sistem pembiayaan yang lebih inklusif.

Selaraskan Program JKN dengan Peran Asuransi Kesehatan Swasta

Dalam forum publik "Quo Vadis Koordinasi Manfaat di Indonesia" ini, hadir para pemangku kepentingan utama, termasuk regulator, perwakilan industri asuransi, dan penyedia layanan kesehatan.

Forum membahas tantangan dan peluang kemitraan antara penyelenggara jaminan dan penyedia layanan kesehatan, sebagai sebuah mekanisme penting untuk menyelaraskan program JKN dengan peran pelengkap dari asuransi kesehatan swasta.

Perjanjian kemitraan ini ditandatangani oleh:

  • Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan, Ahmad Irsan A Moeis;
  • Presiden Direktur Roche Indonesia, Sanaa Sayagh; dan
  • Direktur Roche Indonesia Divisi Diagnostik, Lee Poh Seng.

Penandatanganan disaksikan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar.

"OJK memandang peran asuransi swasta sebagai komplementer yang sangat penting. Untuk itu, kami sedang menyiapkan Peraturan OJK (POJK) baru untuk penguatan ekosistem asuransi kesehatan," ujar Mahendra.

"Tujuan regulasi ini adalah untuk memperkuat tata kelola dan prinsip kehati-hatian, memperjelas mekanisme Koordinasi Manfaat (CoB) antara penyelenggara publik dan swasta, serta mendorong inovasi produk. Tujuan akhirnya adalah menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang efisien, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan," tambahnya.

Dorong Penerapan Sistem CoB

Kemitraan ini merupakan salah satu keluaran utama dari forum publik tersebut, yang bertujuan mengumpulkan rekomendasi kebijakan dan meningkatkan komitmen bersama antara pemerintah dan swasta untuk memperkuat pembiayaan kesehatan nasional.

Salah satu area yang menjadi fokus dalam kemitraan ini adalah penerapan CoB, sebuah mekanisme dalam sistem pembiayaan kesehatan yang digunakan ketika seorang pasien memiliki lebih dari satu polis asuransi kesehatan.

Melalui CoB, setiap perusahaan asuransi memiliki tanggung jawab pembayaran yang ditetapkan secara jelas, di mana satu polis ditetapkan sebagai pembayar utama (primary payer) dan yang lainnya sebagai pembayar kedua (secondary payer). Sistem ini memastikan pembayaran klaim tidak melebihi 100 persen dari tagihan medis, sekaligus mencegah duplikasi klaim dan kelebihan pembayaran.

Di Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan regulasi turunannya telah mengatur koridor pengelolaan pertanggungan antara asuransi kesehatan nasional wajib (JKN), yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) swasta.

Peluang utamanya terletak pada perluasan pilihan pertanggungan bagi masyarakat dan menciptakan pasar untuk produk-produk asuransi yang inovatif. Namun, tantangan masih ada dalam memastikan keaktifan serta cakupan kepesertaan, menyelaraskan sistem pembayaran, memperkuat koordinasi antar pembayar, dan pencegahan kasus pertanggungan ganda.

Komitmen Pihak Swasta

Mewakili sektor swasta, Roche Indonesia, akan mendukung visi pemerintah demi sistem pembiayaan kesehatan nasional yang lebih kuat.

Menurut Sanaa Sayagh, perjanjian mengenai inovasi CoB ini merupakan langkah nyata untuk memastikan pasien di Indonesia mendapatkan akses yang lancar dan berkelanjutan terhadap layanan kesehatan yang mereka butuhkan.

“Melalui kolaborasi ini, kami berkomitmen untuk turut menciptakan solusi yang memperkuat seluruh ekosistem kesehatan."

Melengkapi pandangan tersebut, Lee Poh Seng, menyoroti peran diagnostik dalam efisiensi pembiayaan.

"Sebagai mitra terpercaya dalam transformasi kesehatan, kami memandang diagnostik sebagai pondasi sistem yang efektif. Deteksi dini adalah kunci untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, sekaligus menekan beban anggaran jangka panjang," ujar Lee Poh Seng.

"Dalam konteks CoB, diagnosis yang akurat mengubah perawatan reaktif menjadi pencegahan proaktif, sehingga mengurangi biaya tak perlu bagi BPJS maupun asuransi swasta. Kami mengapresiasi inisiatif CoB ini sebagai kemitraan cerdas antara pemerintah dan pihak swasta untuk memberikan akses kesehatan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkasnya.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |