Liputan6.com, Jakarta Pengamat kebijakan kesehatan Dicky Budiman mengatakan perlu kajian mendalam dan komprhensif dari berbagai aspek terkait wacana yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tentang dokter umum memiliki wewenang melakukan sectio caesarea (SC) atau operasi caesar.
Pria yang pernah terlibat dalam membuat kebijakan kesehatan di United Nations Development Programme (UNDP) ini mengatakan suatu kebijakan dibuat secara komprehensif dari segala aspek dan melibatkan pakar terkait. Jangan sampai ketika kebijakan tersebut dijalankan malah banyak ruginya.
"Suatu kebijakan harus dikaji, jangan sampai tidak menyelesaikan masalah dan bahkan bisa menjadi bencana," kata Dicky dalam pesan suara.
Dicky yang juga pernah tinggal di Australia ini mengatakan task shifting dimana dokter umum melakukan tindakan kegawatdaruratan seperti operasi caesar bukan hal baru. Dicky mengatakan, di Australia dan beberapa negara Afrika sudah melakukan hal tersebut sejak tahun 2000-an.
Namun, tidak sepadan bila membandingkan kondisi Indonesia dengan Australia. Sistem insentif, rujukan, pengawasan, dan infrastruktur kesehatan di Australia jauh lebih baik. Bila menilik kondisi Indonesia saat ini, kebih baik berkaca dari pelaksanaan task shifting dokter umum di Afrika.
Di Afrika, Angka Komplikasi Persalinan Meningkat
Menurut data, kebijakan task shifting di negara-negara Afrika tidak mencapai tujuan menurunkan angka kematian anak dan ibu. Kebijakan tersebut malah meningkatkan angka komplikasi persalinan hingga tiga kali lipat.
"Jangan sampai kita mengulang kesalahan yang sama atau memilih strategi yang salah atau gagal. Walau memberi harapan tapi harus lihat studi literatur bagaimana hasilnya," kata Dicky.
Kemungkinan Beban Dokter Spesialis Bertambah
Kebijakan dokter umum melakukan tindakan operasi caesar bertujuan untuk mengurangi beban dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgin). Namun, Dicky mengingatkan juga adanya kemungkinan lain. Dimana malah menambah beban para obgin.
Misalnya usai dokter umum melakukan tindakan operasi caesar, terjadi komplikasi dimana ada perdarahan, luka sayatan atau komplikasi lain. Hal itu bukannya mengurangi tapi menambah beban kerja dokter spesialis obgin.
Di sisi lain, kebijakan ini juga memiliki manfaat positif dalam meningkatkan kapasitas tenaga medis lokal. Hal ini pun bisa mengurangi ketergantungan pada dokter spesialis.
Namun, hal ini juga bisa membuat dokter spesialis merasa tergeser apalagi bila tidak dilibatkan. Dicky juga mengungkapkan bahwa bila kebijakan ini diketok palu maa bisa juga menurunkan minat dokter umum mengambil spesialis karena tersedianya jalan pintas.
Potensi Pengabaian Kasus Kompleks
Dicky juga mengungkapkan kemungkinan lain yang bisa terjadi jika dokter umum bisa melakukan operasi caesar. Bila dokter tersebut mengabaikan kasus kompleks karena merasa bisa menangani tapi pada saat dijalani ternyata sulit diatasi. Hal ini meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi.
Biaya Mahal untuk Pelatihan hingga Sertifikasi
Dicky juga mengingatkan soal biaya yang mahal bila kebijakan ini benar-benar diwujudkan. Mulai dari nesti adanya kehadiran alat atau infrastruktur kesehatan di daerah untuk mendukung operasi SC hingga pelatihan dan sertifikasi dokter umum bisa melakukan operasi caesar.
"Ini akan menguras anggaran negara di tengah keterbatasan anggaran negara," katanya.
Maka menurutnya, tidak cukup cermat, cerdas dan bijak dalam kebijakan anggaran bila hal ini diwujudkan.
Opsi Lain
Dicky mengatakan Kementerian Kesehatan juga perlu pertimbangan selain melatih dokter umum bisa melakukan operasi caesar. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menekan angka kematian persalinan pada ibu:
Telemedicine
Diantaranya adalah telemedicine atau konsultasi jarak jauh, apalagi mengingat angka persalinan dengan SC seharusnya kurang dari 20 persen dari total persalinan.
Wajib Kerja Bagi Calon Dokter Spesialis Obgin
Opsi lain, wajib kerja bagi calon dokter spesialis obstetri dan ginekologi agar mau ditempatkan di daerah terpencil, tertinggal, terluar (3T).
"Ini akan membuat lebih banyak spesialis bekerja di daerah terpencil, misalnya calon dokter spesialis obgin di tahun 3 dan 4," katanya.