Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K), merespons rencana Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) agar dokter umum dapat melakukan operasi caesar.
Prof. Budi mengatakan bahwa tindakan operasi caesar bukanlah kompetensi dokter umum.
"Dokter umum punya sekitar 150 kompetensi yang bisa dijalankan di lapangan. Namun, operasi caesar tidak termasuk di dalamnya," kata Prof. Budi kepada Health Liputan6.com belum lama ini.
Menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua Senat Akademik UI ini pelayanan kesehatan yang baik harus didasarkan pada kompetensi dan keselamatan pasien.
Dokter umum memiliki kemampuan dasar sesuai pendidikan dan sertifikasi. Namun, operasi caesar memerlukan keahlian khusus yang hanya dimiliki dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
Pada era 2010-an, kata Prof. Budi, Kemenkes RI pernah mencoba program dokter umum plus yang memberikan pelatihan khusus agar dokter umum bisa melakukan operasi caesar darurat di daerah terpencil yang tidak tersedia dokter spesialis.
Evaluasi Program Dokter Umum Plus
Program ini sempat dijalankan, tetapi kemudian dievaluasi dan akhirnya tidak dilanjutkan. "Program tersebut dievaluasi karena kasus operasi caesar di daerah terpencil sangat jarang terjadi," katanya.
Setelah pelatihan 6 bulan, dokter umum kembali ke daerah tapi tidak banyak kasus untuk praktik sehingga mereka kehilangan kepercayaan diri untuk melakukan operasi caesar.
Solusi terbaik yang diambil adalah dengan mendistribusikan dokter spesialis kebidanan ke seluruh wilayah Indonesia melalui program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
"Sehingga kini, RSUD tipe C di banyak kabupaten sudah terisi penuh oleh dokter spesialis," tambahnya.
Fokus pada Layanan Primer dan Deteksi Dini
Selain distribusi dokter spesialis, Prof. Budi juga menyoroti pentingnya layanan kesehatan primer yang kuat untuk mencegah kematian ibu.
Salah satu langkahnya adalah memberikan pelatihan ultrasonografi (USG) obstetrik terbatas kepada dokter umum.
"POGI mengusulkan agar dokter umum memiliki kompetensi melakukan USG terbatas untuk deteksi dini kehamilan berisiko," kata Prof. Budi.
Dengan begitu, dokter umum dapat mengenali posisi janin, kondisi plasenta, dan tanda bahaya sejak awal, sehingga rujukan ke rumah sakit bisa dilakukan lebih cepat dan tepat.
Tingginya Angka Operasi Caesar yang Tak Perlu
Prof. Budi mengatakan bahwa data BPJS menunjukkan angka operasi caesar di Indonesia mencapai 39 persen dari seluruh persalinan, jauh lebih tinggi dibanding angka nasional yang sekitar 16,5 persen.
Banyak dari tindakan tersebut dilakukan tanpa indikasi medis yang jelas. "Sering kali operasi caesar dipilih karena dokter di daerah bertugas seorang diri dan mengambil keputusan cepat saat kondisi gawat janin atau ketuban pecah," ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Budi, mengatakan,"Ini menyebabkan banyak ‘unnecessary cesarean section’ yang harus dikendalikan."
Dia, menegaskan, tindakan operasi caesar harus dilakukan hanya berdasarkan indikasi medis yang jelas demi keselamatan ibu dan bayi.