Pentingnya Kolegium dalam Pendidikan Dokter Spesialis, Ini Penjelasan Dekan FKUI

8 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Kolegium memegang peranan penting dalam proses pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Namun, perubahan struktur kolegium belakangan ini menimbulkan kekhawatiran dari kalangan akademisi, termasuk Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB.

Menurut Prof. Ari, kolegium merupakan salah satu dari tiga pilar utama dalam pendidikan dokter spesialis, selain institusi pendidikan dan pemerintah (dalam hal ini rumah sakit atau universitas).

Dia menegaskan bahwa kolegium berisi para pakar dan guru besar yang bertugas menyusun kurikulum dan memastikan standar kompetensi lulusan tetap terjaga.

"Untuk proses pendidikan spesialis ini memang ada tiga yang terlibat. Pertama institusi pendidikan, kemudian pemerintah, dan yang ketiga adalah kolegium. Kolegium ini sekumpulan para pakar," kata Prof. Ari dalam konferensi pers di Gedung FKUI Salemba, Jakarta Pusat pada Jumat, 16 Mei 2025.

Apa Itu Kolegium?

Secara sederhana, kolegium adalah wadah yang menghimpun para ahli di bidang kedokteran tertentu. Di masa lalu, kolegium biasanya diisi oleh ketua-ketua program studi dari berbagai fakultas kedokteran.

Mereka berkumpul untuk menyusun kurikulum, merancang sistem evaluasi, hingga menentukan standar kelulusan dokter spesialis.

Struktur Kolegium Sekarang Tidak Sama seperti Sebelumnya

Namun, perubahan yang terjadi setelah hadirnya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah baru, dinilai telah menggeser komposisi kolegium.

Prof. Ari menilai bahwa struktur kolegium sekarang tidak lagi seperti sebelumnya.

"Kalau dulu yang ngumpul di kolegium itu adalah ketua program studi. Mereka duduk bersama untuk membahas kurikulum dan segala macam," kata Prof. Ari.

"Sekarang, walaupun undang-undangnya tetap menyebutkan kolegium terdiri dari para pakar dan guru besar, implementasinya tidak seperti yang kami harapkan," tambahnya.

Perubahan yang Mengkhawatirkan

Menurut Prof. Ari, meskipun sebagian anggota kolegium saat ini masih merupakan guru besar dan pakar, banyak di antaranya tidak lagi berasal dari institusi pendidikan.

Hal ini berpotensi menurunkan kualitas penyusunan kurikulum karena tidak melibatkan para pendidik langsung yang memahami dinamika dan kebutuhan pendidikan spesialis secara menyeluruh.

"Yang bermasalah itu beberapa produk dari kolegium. Misalnya dalam bidang anak dan penyakit dalam. Ini harus jadi perhatian karena bisa berdampak pada lulusan dan pelayanan ke masyarakat," ujarnya.

Dia, menambahkan, hilangnya peran aktif ketua program studi dalam kolegium membuat penyusunan standar pendidikan menjadi kurang representatif.

Padahal, mereka adalah pihak yang paling memahami tantangan dan kebutuhan mahasiswa spesialis di lapangan.

Dampak Jangka Panjang bagi Kesehatan Masyarakat

Perubahan komposisi kolegium bukan hanya persoalan internal dunia pendidikan, tetapi juga bisa berdampak langsung pada kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.

Jika kolegium tidak diisi oleh orang-orang yang kompeten dan memahami dunia pendidikan, maka lulusan dokter spesialis berisiko tidak memiliki kompetensi yang optimal.

"Kalau mutu pendidikan dokter spesialis terganggu, yang dirugikan bukan hanya institusi pendidikan, tapi masyarakat luas," ujar Prof. Ari.

Mutu pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia, khususnya para dokter spesialis.

Oleh karena itu, keberadaan kolegium yang kredibel sangat krusial untuk memastikan sistem pendidikan tetap berjalan baik dan hasil lulusannya berkualitas.

Foto Pilihan

Tim Gates Foundation yang diwakili Senior CMC Advisor Vaccine Development Rayasam Prasad mendapat penjelasan dari seorang staf saat meninjau Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Helath | Pilkada |