Liputan6.com, Jakarta - Distribusi dokter spesialis kebidanan yang merata ke seluruh wilayah Indonesia dinilai lebih efektif dalam menurunkan angka kematian ibu dibanding memberikan pelatihan operasi caesar kepada dokter umum.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sekaligus Ketua Senat Akademik UI, Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, SpOG(K).
Menurut Prof. Budi, penurunan angka kematian ibu tidak bisa diselesaikan hanya dengan menambah keterampilan dokter umum dalam melakukan tindakan caesar darurat.
Kuncinya justru ada pada pemerataan layanan spesialistik dan deteksi dini risiko kehamilan. "Kita lontarkan ide waktu itu program wajib kerja dokter spesialis. Ketika dokter spesialis obstetri dan ginekologi sudah ada di daerah, sebenarnya pelatihan dokter umum plus itu tidak perlu," ujar Prof. Budi dalam sebuah kesempatan belum lama ini.
Prof. Budi mengungkapkan, program “dokter umum plus” sempat diujicobakan sekitar tahun 2010 oleh Kemenkes RI.
Tujuannya adalah memberi pelatihan kepada dokter umum agar bisa menangani sesar emergensi di daerah terpencil yang tidak memiliki dokter spesialis.
Hasil Evaluasi Dokter Umum Plus
Namun, hasil evaluasi menunjukkan program ini tidak efektif. Setelah kembali ke daerah, dokter umum yang sudah dilatih ternyata sangat jarang menemukan kasus sesar.
Minimnya jumlah kasus membuat keterampilan mereka tidak terasah, bahkan menurunkan kepercayaan diri saat menghadapi kondisi darurat.
"Kalau orang sudah belajar, dia kan perlu learning curve di lapangan. Ketika kasusnya jarang, dia menjadi tidak percaya diri untuk melakukannya. Nah, kira-kira evaluasi Kementerian Kesehatan seperti itu," tambahnya.
Fokus ke Pemerataan Spesialis dan Deteksi Dini
Dalam penanganan komplikasi kehamilan, kecepatan tindakan medis sangat menentukan. Prof. Budi menegaskan bahwa respons time yang lambat dan keterbatasan fasilitas seperti bank darah menjadi penyebab utama kematian ibu.
Oleh karena itu, solusi terbaik adalah memastikan rumah sakit daerah, termasuk RSUD tipe C, memiliki dokter spesialis kebidanan yang kompeten.
Lewat program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), kata Prof. Budi, kebutuhan ini mulai bisa terpenuhi.
"Kabupaten/kota di Indonesia sudah mulai penuh dokter spesialis kebidanan. Jadi, waktu itu kita sempat berpikir, mungkin produksi dokter spesialis kebidanan perlu diatur karena tempatnya sudah mulai penuh," ujar Prof. Budi.
Peran Penting Dokter Umum di Layanan Primer
Meski bukan untuk tindakan caesar, dokter umum tetap memiliki peran penting di layanan kesehatan primer. Salah satunya adalah melakukan deteksi dini terhadap risiko kehamilan menggunakan USG obstetrik terbatas.
"Kami dari POGI mengusulkan agar dokter umum diberikan kompetensi ultrasonografi obstetrik terbatas. Saya sendiri setiap minggu membuka pelatihan, melatih sekitar 100 dokter umum (di UI)," ujar Prof. Budi.
Tujuan pelatihan ini adalah agar dokter umum bisa mendeteksi kondisi kehamilan secara dini, seperti kehamilan di luar rahim, posisi janin, dan potensi komplikasi lainnya.
Dengan deteksi awal, rujukan bisa dilakukan lebih cepat sehingga menurunkan risiko kematian ibu dan bayi.
Operasi Sesar Harus Sesuai Indikasi Medis
Data menunjukkan angka operasi caesar di Indonesia mencapai 16,5 persen secara nasional. Namun, berdasarkan klaim BPJS, angkanya bisa mencapai 39 persen dari seluruh persalinan.
Hal ini menunjukkan adanya indikasi tindakan caesar yang tidak selalu sesuai kebutuhan medis (unnecessary cesarean section).
"Kita melihat banyak juga unnecessary cesarean section. Seksio sesaria hanya boleh dilakukan atas indikasi medis untuk keamanan pasien," ujar Prof. Budi.
Dia menambahkan bahwa operasi caesar bukanlah solusi utama dalam menekan angka kematian ibu.
Fokus utama tetap pada keselamatan pasien, peningkatan kualitas layanan kesehatan, dan distribusi tenaga kesehatan sesuai kompetensi.