Pakar: Shisha 50 Kali Lebih Berbahaya dari Rokok Biasa

9 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang masih mengira bahwa mengisap shisha atau hookah lebih aman dibandingkan merokok biasa. Padahal, fakta ilmiah menunjukkan sebaliknya. Bahaya shisha justru jauh lebih tinggi.

Hal ini diungkapkan oleh Dokter Spesialis Paru Subspesialis Onkologi Toraks dari MRCCC Siloam Hospitals, dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, SpP(K).

Dalam sebuah penelitian yang pernah dilakukannya, dr. Sita menemukan bahwa kadar nikotin dalam urine pengguna shisha bisa mencapai hingga 50 kali lipat lebih tinggi dibandingkan perokok biasa.

"Shisha itu kadar nikotin di dalam urine, kami pernah lakukan penelitian, bisa 50 kali lipat dibandingkan dengan rokok biasa. Karena nikotin yang dihisap dari shisha itu jumlahnya sangat banyak," ujar dr. Sita kepada Health Liputan6.com dalam sebuah kesempatan baru-baru ini.

Apakah Shisha aman?

Shisha kerap dianggap sebagai tren gaya hidup, terutama di kalangan muda. Dengan aroma buah dan suasana santai yang menyertainya, shisha sering kali tidak dipandang sebagai produk tembakau yang berbahaya.

Namun, persepsi ini menyesatkan. "Shisha dianggap bukan rokok. Padahal sebenarnya tetap mengandung nikotin dalam jumlah besar," kata dr. Sita.

Bahaya Shisha Sama seperti Rokok

Sama seperti rokok, nikotin dari shisha masuk ke dalam tubuh dan memengaruhi otak. Nikotin akan berikatan dengan reseptor nikotin di otak dan memicu peningkatan hormon dopamin, yang membuat pengguna merasa nyaman, rileks, dan senang.

"Namun, efek ini bersifat adiktif," tambahnya.

Kadar nikotin tinggi membuat pengguna shisha juga bisa mengalami kecanduan yang sama seperti perokok aktif.

Ketika konsumsi dihentikan, kadar dopamin menurun drastis dan menimbulkan berbagai gejala putus nikotin seperti pusing, mudah marah, sulit tidur, bahkan penambahan berat badan.

"Kalau orang sudah terbiasa hisap rokok atau shisha, tubuhnya terbiasa dengan dopamin. Saat dopamin drop, mereka bisa pusing, marah-marah, atau jadi moody,” kata dr. Sita.

Dampak Serius terhadap Paru-Paru

Inilah sebabnya banyak orang yang kesulitan berhenti dari shisha atau rokok elektrik meskipun tahu risikonya. Ketergantungan nikotin bukan sekadar kebiasaan, tetapi juga masalah medis yang perlu ditangani secara serius.

Tak hanya memicu ketergantungan, konsumsi shisha juga meningkatkan risiko penyakit serius, termasuk kanker paru-paru. Zat kimia dan partikel dari asap shisha bisa mencapai saluran napas bawah hingga paru-paru perifer dan menimbulkan kerusakan jangka panjang.

"Shisha dan vape sekarang banyak digunakan oleh perempuan karena dianggap ringan dan stylish. Tapi tetap saja bahayanya sama, bahkan bisa lebih besar," tegas dr. Sita.

Selain kanker, pengguna shisha juga berisiko mengalami bronkitis kronis, gangguan pernapasan, hingga penurunan fungsi paru.

Perlu Penanganan Multidisiplin

Bagi mereka yang sudah kecanduan rokok, vape, maupun shisha dan ingin berhenti, dr. Sita menyarankan pendekatan multidisiplin. Terapi bisa meliputi psikoterapi, terapi pengganti nikotin (seperti permen karet nikotin atau patch), hingga pengobatan dengan resep dokter.

"Kalau tidak mempan dengan psikoterapi, bisa diberikan tablet seperti varenicline. Atau juga kombinasi dengan hipnoterapi. Tapi tetap yang paling penting adalah niat pasien untuk berhenti," kata dr. Sita.

Foto Pilihan

Tim Gates Foundation yang diwakili Senior CMC Advisor Vaccine Development Rayasam Prasad mendapat penjelasan dari seorang staf saat meninjau Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (15/5/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Helath | Pilkada |