Liputan6.com, Jakarta - Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga dari Tigagenerasi dan Citra Ardhita Psy Services, Ayoe Sutomo, menilai bahwa kebijakan masuk sekolah jam 6.30 pagi bisa berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental anak, serta meningkatkan tekanan pada keluarga.
Menurut Ayoe, jam masuk sekolah yang terlalu pagi sangat erat kaitannya dengan risiko kurang tidur kronis pada anak dan remaja.
"Kalau kita bicara sekolah dimulai pukul 6.30, ini akan sangat terkait dengan kecukupan jam tidur anak dan remaja," ujar Ayoe Sutomo saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon belum lama ini.
Dia menekankan bahwa tidur yang cukup merupakan kebutuhan biologis yang penting dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya untuk mendukung kemampuan belajar dan kestabilan emosi.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memberlakukan aturan baru masuk sekolah pukul 06.30 WIB mulai tahun ajaran baru, Juli 2025.
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 58/PK.03/Disdik, yang diterbitkan pada 28 Mei 2025.
Masuk Sekolah Tahun Ajaran Baru 2025 di Jawa Barat
Aturan tersebut berlaku untuk seluruh jenjang pendidikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyebut kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
"Jam 06.30 itu mulai tahun ajaran baru. Nanti ada aturan teknis oleh masing-masing Kepala UPT sesuai distribusi dan kondisi wilayahnya," kata Dedi Mulyadi di Gedung Pakuan, Bandung, seperti dikutip dari Antara pada Minggu, 8 Juni 2025.
Penyesuaian akan dilakukan berdasarkan kultur wilayah, terutama di daerah-daerah dengan medan geografis khusus seperti kawasan pegunungan.
Ritme Tidur Remaja Tidak Selaras dengan Jam Sekolah Pagi
Ayoe menjelaskan bahwa secara biologis, remaja cenderung tidur lebih larut. Jika mereka tetap dipaksa bangun pagi untuk sekolah, maka waktu tidur yang dibutuhkan tidak akan terpenuhi.
"Remaja punya kecenderungan sulit terlelap di malam hari. Kalau jam sekolah dimulai terlalu pagi, otomatis waktu tidur mereka jadi lebih pendek," tambahnya.
Kurangnya tidur ini bisa berdampak langsung pada kemampuan konsentrasi, daya ingat, serta pengendalian emosi di sekolah. Akibatnya, anak jadi mudah stres, cepat lelah, dan kesulitan mengikuti pelajaran.
"Kecukupan jam tidur itu punya relasi yang kuat dengan kemampuan konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengelola emosi," kata Ayoe.
Masuk Sekolah Jam 6.30 Bisa Membebani Orang Tua
Tak hanya berdampak pada anak, kebijakan jam masuk sekolah lebih pagi juga menambah tekanan bagi orang tua.
Aktivitas pagi yang sudah padat kini harus dimulai lebih awal lagi, mulai dari membangunkan anak, menyiapkan sarapan dan bekal, hingga mengantar ke sekolah.
"Yang repot bukan cuma anaknya, tapi juga orang rumah. Membangunin anak, nyiapin sarapan, bekal, semuanya harus dimajukan," ujar Ayoe.
Rutinitas ini berpotensi menimbulkan stres harian jika tidak dikelola dengan baik. Jika berlangsung terus-menerus, tekanan ini bisa memicu konflik dalam rumah tangga.
"Tension day-to-day-nya bisa meningkat. Capek, penuh tekanan, dan kalau nggak resolve dengan baik, konflik dalam keluarga bisa meningkat," ujarnya.
Ayoe menegaskan bahwa dalam membuat kebijakan pendidikan, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek psikologis dan biologis anak, bukan hanya soal efisiensi atau kedisiplinan administratif.
Dia mengingatkan bahwa tidur cukup dan suasana pagi yang tenang di rumah merupakan dua fondasi penting untuk menciptakan pengalaman belajar yang sehat dan efektif.
"Jangan sampai kita mengorbankan kebutuhan dasar anak hanya demi mengejar jam masuk yang terlalu pagi," pungkas Ayoe Sutomo.