Liputan6.com, Jakarta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Arifah Fauzi mengungkapkan kementeriannya menangani 38 kasus kekerasan seksual periode Januari hingga Maret 2025. Dalam tiga bulan tersebut, laporan kekerasan seksual dan fisik yang paling banyak terjadi pada anak.
"Kami telah menangani 38 kasus anak yang memerlukan perlindungan khusus yang sempat viral di masyarakat. Kasus kekerasan terhadap anak yang kami tangani mayoritas adalah kekerasan seksual dan fisik, termasuk terhadap anak yang berkonflik dengan hukum serta anak berkebutuhan khusus," kata Arifah pada Jumat lalu.
Untuk setiap kasus viral, Arifah mengatakan pihaknya berusaha untuk dapat segera merespons keresahan publik atas stigma "no viral, no justice" dengan memperluas jangkauan dan akses layanan pengaduan SAPA129.
Harapannya, masyarakat dapat dengan mudah melaporkan setiap tindakan kekerasan yang dilihat atau dialami, tanpa harus menunggu kasus tersebut menjadi viral terlebih dahulu.
"Kami tidak ingin keadilan hanya hadir bagi mereka yang kasusnya viral," kata Arifah mengutip Antara.
Ia menegaskan bahwa setiap anak yang menjadi korban berhak mendapatkan perlindungan, tanpa syarat, tanpa harus viral terlebih dahulu.
"Setiap anak yang menjadi korban berhak mendapatkan perlindungan, tanpa syarat, tanpa harus viral terlebih dahulu dan memang negara wajib hadir dan melindungi," katanya.
Alur Penanganan Kasus Kekerasan pada Anak
Usai mendapatkan laporan kekerasan, kementerian tersebut koordinasi intensif dengan Dinas PPPA dan UPTD PPA setempat, serta menjalin kolaborasi lintas sektor bersama aparat penegak hukum, rumah sakit, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Dinas Sosial, serta para psikolog forensik.
Arifah Fauzi menambahkan pendampingan terhadap anak korban dilakukan secara menyeluruh, mulai dari pemeriksaan psikologis, proses hukum, penyediaan bantuan spesifik dan tempat tinggal sementara, hingga pelaksanaan kegiatan psikososial dan sosialisasi perlindungan anak di sekolah.
Mengenal Jenis Kekerasan
Kekerasan ada banyak bentuk. Paling tidak ada 6 bentuk kekerasan seperti mengutip laman Kemendikbud:
Kekerasan Fisik
Perbuatan yang dilakukan dengan kontak fisik baik menggunakan alat bantu ataupun tanpa alat bantu, seperti perkelahian dan penganiayaan.
Kekerasan Psikis
Perbuatan nonfisik mencakup berbagai tindakan yang bertujuan untuk merendahkan, menghina, menakuti, atau menciptakan ketidak nyamanan pada anak.
Perundungan/bullying
Kekerasan fisik dan psikologis yang terjadi secara berulang oleh individu yang memiliki kekuatan atau pengaruh lebih tinggi, seperti contoh kasus ketika seorang siswa yang memiliki postur tubuh yang lebih tinggi secara rutin melakukan pelecehan verbal dan tindakan kekerasan fisik terhadap sesama siswa yang memiliki postur tubuh lebih pendek.
Kekerasan Seksual
Perilaku merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang, mempertontonkan, atau memotret area pribadi tubuh seseorang, seperti mulut, dada, alat kelamin, dan pantat, mencerminkan ketidaksetaraan dalam relasi kekuasaan dan gender.
Diskriminasi dan Intoleransi
Pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan suku/etnis, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaaan, jenis kelamin, atau kemampuan intelektual, mental, sensorik, serta fisik.
Kebijakan yang mengandung kekerasan
Kebijakan yang berpotensi atau menimbulkan terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, kepala satuan pendidikan dan kepala dinas pendidikan dalam bentuk kebijakan tertulis seperti SK, SE, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman dan atau bentuk lainnya.